UJI MATERIIL

Ibu Rumah Tangga hingga Pengemudi Ojol Minta MK Batalkan Tarif PPN 12%

Muhamad Wildan
Senin, 21 April 2025 | 15.15 WIB
Ibu Rumah Tangga hingga Pengemudi Ojol Minta MK Batalkan Tarif PPN 12%

Gedung Mahkamah Konstitusi (foto: Antara)

 

JAKARTA, DDTCNews - Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang pengujian materiil atas ketentuan PPN dalam UU 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

Tujuh pemohon dengan beragam latar belakang, mulai dari ibu rumah tangga, mahasiswa, pekerja swasta, pelaku usaha mikro, hingga pengemudi ojek online meminta MK untuk membatalkan tarif PPN 12% dalam UU PPN s.t.d.t.d UU HPP.

Penerapan PPN dengan tarif sebesar 12% menimbulkan ketidakpastian hukum bagi para pemohon. Ketidakpastian timbul salah satunya akibat pertentangan antara tarif PPN sebesar 12% pada Pasal 7 ayat (1) huruf b UU PPN dan PMK 131/2024.

"Di satu sisi Pasal 7 ayat (1) huruf b UU a quo menyatakan bahwa PPN sebesar 12% mulai berlaku sejak tanggal 1 Januari 2025, sedangkan PMK 131/2024 menyatakan PPN 12% hanya dikenakan terhadap barang mewah berupa BKP dengan DPP berupa harga jual atau nilai impor kendaraan bermotor dan selain kendaraan bermotor," tulis pemohon dalam permohonannya, dikutip pada Senin (21/4/2025).

Adanya Pasal 7 ayat (1) huruf b UU PPN s.t.d.t.d UU HPP terkait pemberlakuan PPN dengan tarif 12% dan PMK 131/2024 yang memberlakukan DPP nilai lain atas BKP/JKP nonmewah sebesar 11/12 dari harga jual dinilai telah menimbulkan ketidakpastian hukum.

Oleh karena itu, pemohon dalam petitumnya meminta MK untuk menyatakan Pasal 7 ayat (1) UU PPN s.t.d.t.d UU HPP bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

Selain itu, pemohon juga meminta MK untuk kembali menetapkan barang kebutuhan pokok, jasa kesehatan, jasa pendidikan, dan serta jasa angkutan umum sebagai barang dan jasa yang dikecualikan dari objek pajak. Hal ini dilakukan pemohon dengan melakukan pengujian materiil atas Pasal 4A ayat (2) huruf b, ayat (3) huruf a, g, dan j UU PPN s.t.d.t.d UU HPP.

Lebih lanjut, guna memberikan kepastian hukum dan perlindungan terhadap hak konstitusional para pemohon, MK juga diminta untuk menunda pemberlakuan Pasal 4A ayat (2) huruf b dan ayat (3) huruf a, g, j serta Pasal 7 ayat (1), (3), dan (4) UU PPN s.t.d.t.d UU HPP untuk sementara waktu sampai dengan adanya putusan akhir atas permohonan yang diajukan pemohon.

Pasal 4A ayat (2) huruf b dan ayat (3) huruf a, g, j serta Pasal 7 ayat (1), (3), dan (4) UU PPN s.t.d.t.d UU HPP ditunda pemberlakuannya melalui putusan sela sesuai dengan Peraturan MK Nomor 2/2021.

"Putusan sela dapat memberikan rasa keadilan kepada masyarakat hingga putusan akhir dibacakan," bunyi permohonan yang disampaikan pemohon. (dik)

Ingin selalu terdepan dengan kabar perpajakan terkini?
Ikuti DDTCNews WhatsApp Channel dan dapatkan berita pilihan langsung di genggaman Anda.
Ikuti sekarang! Klik tautan: link.ddtc.co.id/WACDDTCNews

Editor : Dian Kurniati
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.