Dirjen Badan Peradilan Militer dan Tata Usaha Negara MA Yuwono Agung Nugroho.
JAKARTA, DDTCNews - Mahkamah Agung (MA) mendorong pemerintah untuk menerbitkan peraturan presiden (perpres) terkait dengan penyatuan atap Pengadilan Pajak dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu) ke MA.
Dirjen Badan Peradilan Militer dan Tata Usaha Negara MA Yuwono Agung Nugroho mengatakan perpres dibutuhkan agar Pengadilan Pajak bisa beroperasi di bawah MA sebagai pengadilan khusus tersendiri yang setara dengan pengadilan tinggi tata usaha negara (PT TUN).
"Tahap jangka pendek, kita tempatkan Pengadilan Pajak sebagai PT TUN kesembilan. Ini bukan keputusan, ini usulan pokja. Seluruh kegiatan Pengadilan Pajak kita bawa dan kita masukkan ke dalam MA, yang penting operasional dulu," katanya, dikutip pada Kamis (24/4/2025).
Dalam acara Diskusi dan Peluncuran Buku Kajian Persiapan Penyatuan Atap Pengadilan Pajak dari Kemenkeu kepada MA, Yuwono menuturkan kebijakan tersebut merupakan solusi jangka pendek yang paling realistis untuk ditempuh pada masa transisi saat ini.
Menurutnya, perpres diperlukan untuk menindaklanjuti masalah status kepegawaian para hakim dan remunerasi ASN Pengadilan Pajak yang timbul akibat penyatuan atap.
"Ini tidak bisa dilaksanakan MA sendiri karena kewenangan kami terbatas. Misal, urusan pegawai itu urusannya BKN dan Kementerian PANRB. Urusan tunjangan ASN, siapa yang bayar? Apakah ini masih tanggung jawab Kemenkeu atau bagaimana?" tuturnya.
Ke depan, lanjut Yuwono, MA akan bekerja sama dengan pemerintah untuk merevisi UU Pengadilan Pajak. Revisi diperlukan untuk menentukan kedudukan Pengadilan Pajak ke depan, apakah sebagai pengadilan khusus atau bergabung dalam PT TUN.
"MA bukan kementerian pemrakarsa [UU]. Artinya, kita perlu meminta petunjuk kepada Kementerian Sekretariat Negara untuk ditunjuk kementerian mana yang akan menjadi pemrakarsa ini," ujarnya.
Mengingat UU Pengadilan Pajak direvisi karena putusan Mahkamah Konstitusi (MK), UU Pengadilan Pajak bisa direvisi tanpa menunggu penetapan program legislasi nasional (prolegnas). Revisi UU Pengadilan Pajak bisa ditetapkan sebagai RUU kumulatif terbuka.
Sepanjang UU Pengadilan Pajak belum direvisi, Pengadilan Pajak tetap akan beroperasi seperti saat ini. "Kalau ke depan akan diubah strukturnya, misal setiap PT TUN ada kamar pajak, itu menunggu revisi UU Pengadilan Pajak," kata Yuwono.
Sebagai informasi, MK melalui Putusan Nomor 26/PUU-XXI/2023 telah mengalihkan kewenangan pembinaan pembinaan organisasi, administrasi, dan keuangan pada Pengadilan Pajak dari Kemenkeu ke MA. Lewat putusan tersebut, Kemenkeu harus mengalihkan ketiga kewenangan tersebut paling lambat pada 31 Desember 2026.
Dalam putusannya, MK menyatakan frasa 'Departemen Keuangan' pada Pasal 5 ayat (2) UU Pengadilan Pajak bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai menjadi 'MA yang secara bertahap dilaksanakan paling lambat 31 Desember 2026'.
Alhasil, Pasal 5 ayat (2) UU Pengadilan Pajak selengkapnya berbunyi: 'Pembinaan organisasi, administrasi, dan keuangan bagi Pengadilan Pajak dilakukan oleh MA yang secara bertahap dilaksanakan selambat-lambatnya tanggal 31 Desember 2026.'
"Sejak putusan perkara a quo diucapkan, secara bertahap para pihak pemangku kepentingan segera mempersiapkan regulasi berkaitan dengan segala kebutuhan hukum, termasuk hukum acara untuk peningkatan profesionalitas SDM Pengadilan Pajak," bunyi Putusan MK Nomor 26/PUU-XXI/2023. (rig)
Ingin selalu terdepan dengan kabar perpajakan terkini?
Ikuti DDTCNews WhatsApp Channel dan dapatkan berita pilihan langsung di genggaman Anda.
Ikuti sekarang! Klik tautan: link.ddtc.co.id/WACDDTCNews