MAHKAMAH AGUNG

Dua Hakim Pajak Lulus Seleksi Kompetensi Pemilah Perkara di MA

Muhamad Wildan
Minggu, 07 Desember 2025 | 14.00 WIB
Dua Hakim Pajak Lulus Seleksi Kompetensi Pemilah Perkara di MA
<p>Gedung Mahkamah Agung. (foto: hasil tangkapan layar dari situs resmi MA)</p>

JAKARTA, DDTCNews - Sebanyak 18 hakim dari berbagai satuan kerja di Indonesia dinyatakan lulus seleksi kompetensi untuk jabatan hakim tinggi pemilah perkara di Mahkamah Agung (MA).

Dari 18 nama dimaksud, 2 diantaranya merupakan hakim pajak, yakni Budi Haritjahjono dan Dian Dahtiar.

"Peran hakim tinggi pemilah perkara sangat strategis dalam sistem peradilan nasional, karena bertugas menyeleksi dan mengklasifikasikan perkara yang masuk ke MA menjadi penentu awal kualitas penanganan kasasi dan peninjauan kembali di tingkat yudisial tertinggi," tulis MA dalam keterangan resminya, dikutip Minggu (7/12/2025).

Setelah dinyatakan lolos seleksi kompetensi, para hakim dimaksud masih harus mengikuti profile assessment pada 8 dan 10 Desember 2025 melalui Zoom.

Para hakim selaku peserta seleksi harus memiliki laptop yang memadai, jaringan internet yang stabil, serta didampingi oleh 1 tenaga IT dan 1 orang pengawas dari satuan kerja masing-masing.

Untuk kelancaran profile assessment, para peserta wajib mengikuti sosialisasi dan menyatakan kesiapannya selambat-lambatnya 30 menit sebelum kegiatan profile assessment dimulai.

"Dengan seleksi yang transparan dan ketat ini, MA menegaskan komitmennya terhadap peningkatan integritas, kompetensi, dan akuntabilitas di tubuh lembaga peradilan tertinggi di Indonesia," tulis MA.

Sebagai informasi, hakim pemilah perkara dihadirkan di MA guna mempercepat penanganan perkara kasasi dan peninjauan kembali (PK) dengan memilah perkara yang memiliki isu hukum (question of law) dan perkara yang terkait dengan fakta-fakta (question of fact).

Merujuk pada Keputusan Ketua MA Nomor 269/KMA/SK/XII/2019, perkara question of law akan diperiksa secara lebih dalam oleh majelis hakim di MA, sedangkan perkara question fact akan diperiksa melalui proses sederhana.

Perkara-perkara yang masuk dipilah ke dalam 4 kategori, yakni:

  1. Kategori I - perkara yang tidak memenuhi unsur formal pengajuan kasasi dan PK
  2. Kategori II - perkara yang alasan kasasi dan PK-nya tidak dapat dibenarkan berdasarkan yurisprudensi MA dan rapat kerja nasional atau rumusan kesepakatan kamar
  3. Kategori III - perkara kasasi dan PK mengenai keberatan atas penilaian hasil pembuktian oleh judex factie.
  4. Kategori IV - perkara yang tidak masuk kategori I, II, dan III yang berdasarkan oertimbangan tim pemilah memiliki masalah hukum yang harus diputus oleh hakim agung MA.

Menurut Darussalam, Danny Septriadi, dan Yurike Yuki dalam buku bertajuk Lembaga Peradilan Pajak di Indonesia: Persoalan, Tantangan, dan Tinjauan di Beberapa Negara, pemisahan antara perkara question of law dan question of fact sesungguhnya sulit dilakukan dan kurang tepat untuk diterapkan.

Dalam sengketa pajak, question of law dan question of fact sering kali saling berkaitan antara satu dengan yang lain.

Prosedur pemilahan perkara yang selama ini berjalan juga tidak sejalan dengan penjelasan UU Pengadilan Pajak yang menyatakan bahwa PK atas perkara pajak mencakup penilaian terhadap 2 aspek pemeriksaan, yakni aspek penerapan hukum dan aspek fakta-fakta.

Dengan demikian, keduanya harus diperiksa melalui prosedur dan pembobotan yang sama. Selain itu, MA juga wajib untuk memeriksa dan menilai kembali ketepatan fakta dan kesesuaian prosedur hukum yang ditetapkan oleh Pengadilan Pajak.

MA di banyak negara memang berfokus menangani perkara yang terkait dengan question of law. Meski demikian, mereka tidak serta merta mengesampingkan question of fact.

Contoh, MA Prancis (Conseil d'Etat/CE) menangani perkara penerapan hukum sembari bertanggung melakukan kontrol atas kualifikasi fakta-fakta yang ditetapkan oleh pengadilan di bawahnya.

Hal yang serupa juga ditempuh oleh MA di Korea Selatan, Swiss, Italia, Kanada, dan Malaysia. Di Korea Selatan dan Swiss, MA bisa mengoreksi penerapan fakta oleh pengadilan di bawahnya dalam hal ditemukan kekeliruan.

MA Belanda (Hoge Raad) bahkan bisa membatalkan putusan oleh pengadilan yang lebih rendah dalam hal ada ketidaktepatan penetapan fakta oleh pengadilan dimaksud.

Khusus untuk penetapan fakta yang sangat relevan dengan kasus dan membutuhkan pemeriksaan lebih lanjut, Hoge Raad bisa memerintahkan pengadilan yang lebih rendah untuk memeriksa dan memutus kembali suatu perkara.

Berkaca pada praktik-praktik di atas, Darussalam, Danny Septriadi, dan Yurike Yuki menyatakan bahwa MA memang seyogianya berfokus pada penerapan hukum. Meski demikian, MA tidak boleh serta-merta mengesampingkan fakta.

Pembuktian fakta dalam suatu kasus, khususnya perkara pajak, merupakan bagian tak terpisahkan dari putusan Pengadilan Pajak mengingat putusan diambil berdasarkan 3 kriteria, yakni penilaian pembuktian, peraturan perundangan-undangan di bidang perpajakan, dan keyakinan hakim.

Dalam hal ini, keyakinan hakim juga harus didasarkan pada penilaian pembuktian dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. (rig)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Ingin selalu terdepan dengan kabar perpajakan terkini?Ikuti DDTCNews WhatsApp Channel & dapatkan berita pilihan di genggaman Anda.
Ikuti sekarang
News Whatsapp Channel
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.