RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa DPP PPh Pasal 23 atas Biaya Selisih Kurs

DDTC Fiscal Research and Advisory
Kamis, 04 Desember 2025 | 18.00 WIB
Sengketa DPP PPh Pasal 23 atas Biaya Selisih Kurs
<p>Ilustrasi.</p>

RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum sengketa pajak mengenai koreksi positif dasar pengenaan pajak (DPP) atas pajak penghasilan (PPh) Pasal 23. Adapun koreksi yang dilakukan berkenaan dengan biaya selisih kurs atas transaksi forward.

Dalam sengketa ini, wajib pajak tidak setuju atas koreksi yang dilakukan oleh otoritas pajak. Wajib pajak berpendapat bahwa biaya selisih kurs atas transaksi forward bukan merupakan objek PPh Pasal 23. Dengan demikian, koreksi yang dilakukan oleh otoritas pajak tidak dapat dibenarkan.

Sebaliknya, otoritas pajak menilai bahwa biaya selisih kurs atas transaksi forward merupakan objek pemotongan PPh Pasal 23. Sebab, berdasarkan hasil pemeriksaan, terhadap biaya selisih kurs atas transaksi forward tersebut terutang PPh Pasal 23. Oleh sebab itu, otoritas pajak menetapkan koreksi positif DPP PPh Pasal 23 atas biaya tersebut.

Pada tingkat banding, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan untuk mengabulkan sebagian permohonan banding yang diajukan oleh wajib pajak badan atas koreksi DPP PPh Pasal 23. Kemudian, di tingkat PK, Mahkamah Agung menolak permohonan dari otoritas pajak selaku Pemohon PK.

Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan Mahkamah Agung atau Perpajakan DDTC.

Kronologi

WAJIB pajak badan mengajukan banding ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan otoritas pajak pada 3 September 2014. Majelis Hakim Pengadilan Pajak menilai bahwa koreksi positif atas DPP PPh Pasal 23 tidak sepenuhnya dapat dibenarkan.

Terhadap permohonan banding tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan sebagian permohonan banding yang diajukan oleh wajib pajak. Selanjutnya, dengan keluarnya Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT.65728/PP/M.IA/12/2015 tanggal 16 November 2015, otoritas pajak mengajukan Permohonan PK secara tertulis ke Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 11 Maret 2016.

Pokok sengketa dalam perkara ini adalah koreksi positif atas dasar pengenaan pajak (DPP) PPh Pasal 23 berkenaan dengan biaya selisih kurs atas transaksi forward sebesar Rp1.231.220.430 untuk masa pajak Maret 2009 yang tidak dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Pendapat Pihak yang Bersengketa

PEMOHON PK selaku otoritas pajak menyatakan keberatan atas pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Pemohon PK tidak setuju dengan putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang tidak mempertahankan koreksi biaya selisih kurs atas transaksi forward sebesar Rp1.231.220.430.

Perlu dipahami terlebih dahulu bahwa transaksi forward merupakan kontrak derivatif antara dua pihak untuk menjual/membeli valuta asing di masa depan dengan kurs yang sudah disepakati sekarang. Selisih antara kurs forward dan kurs spot pada saat jatuh tempo menimbulkan untung/rugi selisih kurs.

Sengketa muncul ketika Pemohon PK melakukan koreksi DPP PPh Pasal 23 terkait selisih kurs. Pemohon PK berpendapat bahwa biaya selisih kurs atas transaksi forward merupakan objek pemotongan PPh Pasal 23, sehingga atas biaya tersebut seharusnya dipotong PPh Pasal 23. Namun, faktanya penghasilan dari selisih kurs atas transaksi forward tersebut belum dipotong PPh Pasal 23.

Selain itu, Pemohon PK berpendapat bahwa Majelis Hakim Pengadilan Pajak keliru menilai fakta dan bukti yang terungkap di persidangan. Pemohon PK menunjukkan bahwa Termohon PK tidak menyerahkan seluruh dokumen pendukung pada tahap pemeriksaan, melainkan baru menyampaikannya pada proses keberatan.

Menurut Pemohon PK, dokumen yang disampaikan pada saat proses keberatan seharusnya tidak dapat dipertimbangkan sebagai alat bukti. Hal ini sesuai Pasal 26A ayat (4) UU KUP yang menegaskan bahwa bukti-bukti hanya dapat dipergunakan apabila telah disampaikan pada tahap pemeriksaan pajak.

Berdasarkan uraian di atas, Pemohon PK menyatakan koreksi yang dilakukannya terkait biaya selisih kurs atas transaksi forward sudah tepat dan dapat dibenarkan. Oleh karenanya, koreksi DPP PPh Pasal 23 tetap dapat dipertahankan.

Sebaliknya, Termohon PK menyatakan tidak setuju dengan pendapat Pemohon PK. Termohon PK berpendapat bahwa biaya selisih kurs atas transaksi forward bukan merupakan objek PPh Pasal 23. Untuk mendukung argumen tersebut, Termohon PK telah melampirkan dokumen pendukung sebagai dasar pembuktiannya, tetapi dokumen-dokumen tersebut tidak dipertimbangkan oleh Pemohon PK dalam proses penyelesaian sengketa di tingkat keberatan.

Berdasarkan uraian di atas, Termohon PK menyatakan tidak setuju dengan koreksi yang dilakukan oleh Pemohon PK. Dengan demikian, pertimbangan hukum yang diberikan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak sudah tepat.

Pertimbangan Mahkamah Agung

MAHKAMAH Agung menyatakan bahwa alasan-alasan permohonan PK yang diajukan oleh Pemohon PK tidak dapat dibenarkan. Dengan begitu, putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan sebagian permohonan banding sudah tepat dan benar. Terdapat dua pertimbangan hukum yang menjadi landasan Mahkamah Agung dalam perkara ini.

Pertama, alasan Pemohon PK dalam melakukan koreksi DPP PPh Pasal 23 sebesar Rp1.231.220.430 untuk masa pajak Maret 2009 yang dilakukan oleh Pemohon PK tidak dapat dibenarkan. Sebab, setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil yang diajukan kedua belah pihak, pendapat Pemohon PK tidak dapat menggugurkan fakta-fakta atau melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan.

Oleh karenanya, biaya selisih kurs atas transaksi forward tidak dapat dikategorikan sebagai objek PPh Pasal 23. Dengan demikian, koreksi yang dilakukan oleh Pemohon PK tidak berasalan sehingga tidak dapat dipertahankan.

Kedua, dalam perkara ini, koreksi yang dilakukan oleh Pemohon PK tidak dapat dibenarkan sehingga tidak terdapat putusan Pengadilan Pajak yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Berdasarkan pertimbangan Mahkamah Agung, permohonan PK yang diajukan oleh Pemohon PK dinilai tidak berasalan sehingga harus ditolak. Dengan demikian, Pemohon PK ditetapkan sebagai pihak yang kalah dan dihukum untuk membayar biaya perkara. (sap)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Ingin selalu terdepan dengan kabar perpajakan terkini?Ikuti DDTCNews WhatsApp Channel & dapatkan berita pilihan di genggaman Anda.
Ikuti sekarang
News Whatsapp Channel
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.