Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Lembaga pemeringkat Fitch Ratings memandang kebijakan pemerintah menjaga tarif efektif PPN sebesar 11% akan berdampak pada prospek fiskal Indonesia.
Fitch menyatakan pembatalan kenaikan tarif PPN efektif sebesar 1 poin persen untuk sebagian besar barang akan menyebabkan Indonesia kehilangan potensi penerimaan yang dirancang sebelumnya. Untuk itu, pemerintah pun harus memastikan kesinambungan fiskal tetap terjaga.
"Pembatalan rencana kenaikan tarif PPN sebesar 1 poin persen akan mengakibatkan hilangnya pendapatan yang diperkirakan sebesar 0,3% dari PDB," tulis Fitch, dikutip pada Minggu (16/3/2025).
Fitch menyatakan prospek fiskal Indonesia sangat tidak pasti, terutama dalam jangka menengah. Ketidakpastian ini antara lain disebabkan oleh kebijakan menjaga tarif PPN sebesar 11%, dari yang semestinya naik menjadi 12% mulai tahun ini.
Pemerintah telah memutuskan menaikkan tarif efektif PPN menjadi 12% hanya untuk barang mewah. Adapun tarif PPN untuk barang dan jasa lainnya, dihitung dengan cara mengalikan tarif PPN sebesar 12% dengan DPP nilai lain sebesar 11/12 dari nilai impor, harga jual, atau penggantian.
Ditjen Pajak (DJP) memperkirakan tambahan penerimaan dari kenaikan tarif efektif PPN menjadi 12% hanya untuk barang mewah akan berkisar Rp1,5 hingga Rp3,5 triliun.
Sementara itu, APBN 2025 telanjur disusun dengan asumsi tarif PPN sebesar 12% berlaku secara umum, yang diestimasi mampu mendatangkan tambahan penerimaan senilai Rp75 triliun.
Secara umum, Fitch memproyeksikan rasio pendapatan negara di Indonesia rata-rata sebesar 14,3% dari PDB pada 2025 dan 2026. Angka ini jauh di bawah median kategori negara yang mendapatkan peringkat BBB, yakni sebesar 21,2% PDB.
Proyeksi rasio pendapatan negara itu didasarkan pada proyeksi penurunan harga komoditas global dan tantangan dalam meningkatkan pendapatan secara signifikan, terutama setelah pembatalan kenaikan tarif efektif PPN.
Pendapatan negara yang rendah tersebut juga dinilai berkontribusi terhadap tingginya rasio bunga dari pendapatan Indonesia, yang diproyeksikan sebesar 15,6% pada 2026, jauh di atas median negara kategori BBB sebesar 8,4%.
"Peningkatan rasio pendapatan agar mendekati level negara 'BBB' dapat dilakukan dengan perbaikan kepatuhan pajak atau perluasan basis pajak sehingga memperkuat fleksibilitas keuangan negara," sebut Fitch.
Sebelumnya, Fitch Ratings kembali mempertahankan peringkat utang Indonesia pada level BBB atau satu tingkat di atas level terendah investment grade dengan outlook stabil pada 11 Maret 2025. Fitch menilai pemerintah masih berkomitmen meningkatkan mobilisasi pendapatan sekaligus melaksanakan efisiensi pengeluaran sehingga rasio utang pemerintah diperkirakan turun secara moderat menjadi 39,1% PDB pada 2028.
Fitch menyebut terdapat potensi peningkatan peringkat kredit Indonesia di masa depan apabila pemerintah dapat meningkatkan rasio pendapatan secara signifikan serta jika kerentanan eksternal dapat dikurangi. (rig)