Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Ketentuan pajak minimum global telah resmi diimplementasikan oleh Indonesia dengan diberlakukannya Peraturan Menteri Keuangan No. 136 Tahun 2024. Beleid ini mengatur kewajiban pajak minimum global yang diterapkan di Indonesia.
Pajak minimum global merupakan hasil buah pikir Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) melalui Inclusive Framework yang merilis dokumen konsultasi publik berjudul Global Anti-Base Erosion Proposal (GloBE) – Pillar Two pada 8 November 2019.
Dokumen tersebut mengusulkan 4 elemen utama, yaitu Income Inclusion Rule (IIR), Undertaxed Payment Rule (UTPR), Switch-over Rule, dan Subject to Tax Rule (STTR). Pada 14 Oktober 2020, OECD menerbitkan Pillar Two Blueprint yang memperjelas mekanisme penerapan pajak minimum global.
Berbeda dengan Pilar 1, Pilar 2 diimplementasikan melalui pendekatan common approach. Artinya, setiap yurisdiksi dapat mengadopsi aturan ini dalam ketentuan domestiknya sendiri tanpa perlu menunggu adanya Multilateral Convention (MLC) atau persetujuan sejenis.
Pilar 2 berdampak pada pengenaan top-up tax apabila tarif pajak efektif perusahaan multinasional di suatu yurisdiksi tidak mencapai 15%. Dalam kondisi itu, negara domisili kantor pusat perusahaan multinasional berhak mengenakan top-up tax.
Pengenaan top-up tax dilakukan berdasarkan IIR. Jika terdapat sisa pajak yang belum terakomodasi oleh IIR maka pajak tambahan akan dikenakan melalui UTPR.
Agar tidak dikenakan top-up tax oleh yurisdiksi lain, yurisdiksi sumber memiliki kesempatan untuk mengenakan Qualified Domestic Minimum Top-up Tax (QDMTT).
Melalui QDMTT, penghasilan yang kurang dipajaki dapat langsung dikenakan pajak sebelum negara lain mengenakan top-up tax atas penghasilan tersebut.
Selain itu, QDMTT juga dapat menjadi solusi bagi negara sumber penghasilan, terutama negara berkembang untuk mempertahankan penerimaan pajaknya. Di sisi lain, hal ini juga dapat diartikan sebagai pembatasan hak negara berkembang dalam menentukan kebijakan pajaknya sendiri guna menarik investasi asing.
Pajak minimum global hanya berlaku bagi perusahaan multinasional dengan penghasilan konsolidasi di atas €750 juta. Dengan demikian, seluruh entitas dalam grup perusahaan multinasional, termasuk bentuk usaha tetap (BUT), masuk dalam cakupan ketentuan ini.
Pasal 1.3.1 GloBE Model Rules menyebut subjek yang tercakup dalam Pilar 2 sebagai constituent entity. Sementara itu, entitas pemerintah, organisasi nonpemerintah, dan dana investasi sebagaimana diatur dalam Pasal 1.5.1 dan Pasal 1.5.3 GloBE Model Rules dikecualikan, kecuali jika mereka memilih untuk diperlakukan sebagai constituent entity.
Meski demikian, penghasilan entitas-entitas yang dikecualikan tersebut tetap diperhitungkan dalam penghitungan konsolidasi omzet grup perusahaan multinasional.
Mekanisme dari implementasi Pilar 2 dapat dibagi ke dalam dua tahapan besar, yaitu penghitungan tarif pajak efektif per yurisdiksi dan penghitungan top-up tax. Selain itu, terdapat 3 mekanisme pendukung dalam penerapan top-up tax, yaitu IIR, UTPR, dan STTR.
Untuk memahami lebih lanjut mengenai perhitungan tarif pajak efektif, mekanisme top-up tax, serta elemen-elemen inti Pilar 2 yang kini telah diatur dalam PMK 136/2024, baca buku P3B DDTC. Buku ini membahas secara mendalam aspek teknis dan implikasi dari solusi dua pilar OECD. (rig)