LAPORAN WORLD BANK

World Bank Sebut Potensi Pajak Karbon di Indonesia Hanya Rp200 Miliar

Muhamad Wildan
Kamis, 01 Agustus 2024 | 18.30 WIB
World Bank Sebut Potensi Pajak Karbon di Indonesia Hanya Rp200 Miliar

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews - World Bank memperkirakan implementasi pajak karbon pada tahun pertamanya hanya bakal menghasilkan tambahan penerimaan pajak senilai Rp200 miliar.

Sebab, tarif pajak karbon sebagaimana diatur dalam UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) ditetapkan paling rendah hanya senilai Rp30.000 per ton CO2 ekuivalen.

"Tarif pajak karbon yang diusulkan sangat rendah dan diperkirakan memberikan dampak kecil terhadap pendapatan dan pengurangan emisi dalam jangka pendek," tulis World Bank dalam laporannya, dikutip pada Kamis (1/8/2024).

Tarif pajak karbon yang ditetapkan dalam UU HPP tersebut jauh lebih dibandingkan dengan negara lain. Contoh, Singapura diketahui mengenakan pajak karbon dengan tarif US$25 atau Rp406.740 per ton CO2 ekuivalen.

Pada tahun pertamanya, pajak karbon di Indonesia hanya dikenakan terhadap badan yang bergerak di bidang pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara. Namun, mayoritas batu bara diekspor ke luar negeri sehingga lolos dari pengenaan pajak karbon.

"Sekitar 80% batu bara diekspor ke luar negeri, sedangkan sisanya akan dikonsumsi oleh sektor energi di dalam negeri," sebut World Bank.

Meski pajak karbon belum diimplementasi, World Bank menilai klausul pajak karbon dalam UU HPP memberikan sinyal bahwa Indonesia berkomitmen mencapai nationally determined contribution (NDC) pada 2030 dan net zero emission pada 2060.

"Peraturan pelaksanaan [pajak karbon] telah disiapkan. Ini menegaskan kembali komitmen Indonesia terhadap instrumen pajak karbon," jelas World Bank.

Seperti diberitakan sebelumnya, pemerintah telah memiliki roadmap pajak karbon. Menurut Deputi Bidang Pengembangan Usaha BUMN, Riset, dan Inovasi Kemenko Perekonomian Elen Setiadi, pajak karbon bakal diterapkan pertama kali atas sektor pembangkit listrik.

Setelah itu, implementasi pajak karbon bakal difokuskan pada sektor transportasi yang menggunakan bahan bakar fosil.

"Pengenaan atas kedua sektor ini diharapkan dapat mencakup sekitar 71% jumlah emisi dari sektor energi, yaitu 48% dari pembangkit dan 23% dari transportasi. Ini sekitar 39% dari total emisi Indonesia," ujar Elen. (rig)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.