Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah membuka ruang untuk mengenakan cukai terhadap pangan olahan tertentu yang mengandung gula, garam, dan lemak. Topik ini menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Rabu (31/7/2024).
Ruang untuk memungut cukai tersebut tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 28 tentang Kesehatan. Dalam PP tersebut, pemerintah berencana menentukan batas maksimal kandungan gula, garam, dan lemak dalam pangan olahan, termasuk pangan olahan cepat saji.
"Selain penetapan batas maksimum kandungan gula, garam, dan lemak..., pemerintah pusat dapat menetapkan pengenaan cukai terhadap pangan olahan tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan," bunyi penggalan Pasal 194 ayat (4) PP 28/2024.
Pemerintah selama ini memang berupaya memperluas objek cukai. Salah satunya ialah minuman bergula dalam kemasan (MBDK). Wacana cukai MBDK bahkan sudah disampaikan kepada DPR pada awal 2020.
Pemerintah dan DPR kemudian mematok target penerimaan cukai MBDK untuk pertama kalinya pada APBN 2022 senilai Rp1,5 triliun. Pada 2024, target penerimaan cukai MBDK ditetapkan senilai Rp4,38 triliun.
Dalam perkembangannya, rencana tersebut tak kunjung terealisasi. Namun, pengenaan cukai terhadap MBDK tetap direncanakan. Rencana tersebut bahkan masuk dalam Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) 2025.
Selain cukai, ada pula ulasan lainnya mengenai insentif fiskal untuk green economy. Ada juga ulasan terkait dengan survei kepuasan pelayanan pajak, urgensi untuk mengoptimalisasi penerimaan negara, hingga web e-faktur.
Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Bea Cukai Nirwala Dwi Heryanto mengatakan pengenaan cukai terhadap pangan olahan siap saji masih jauh implementasinya. Hal ini dikarenakan produk-produk tersebut masih sebatas usulan Kementerian Kesehatan.
"Oh jauh (implementasinya). Itu baru usulan saja dari Kemenkes," katanya.
Meski demikian, Nirwala memandang bahwa pangan olahan siap saji memang sudah memenuhi kriteria pengenaan cukai, yaitu konsumsinya yang harus dikendalikan lantaran pemakaiannya dapat menimbulkan dampak negatif. (Kontan)
Pemerintah menyatakan telah menyediakan berbagai insentif fiskal dalam rangka mendorong ekonomi hijau (green economy).
Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam Vivi Yulaswati mengatakan insentif fiskal diberikan untuk mendorong swasta ikut terlibat dalam membangun ekosistem ekonomi hijau. Namun, dia mengakui belum semua insentif cocok dengan kebutuhan dunia usaha.
"Tentunya di dalam praktiknya belum semuanya match dengan kebutuhan dari para pebisnis, yang artinya kami tentunya perlu terus ngobrol kurang apalagi," katanya. (DDTCNews)
Ditjen Pajak (DJP) menyatakan e-faktur web based sudah bisa diakses kembali.
Melalui pesan singkat yang diterima DDTCNews pada Selasa (30/7/2024) pukul 19.22 WIB, Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Humas Ditjen Pajak Dwi Astuti mengatakan e-faktur web based sudah bisa diakses kembali setelah adanya gangguan teknis sebelumnya.
“Dapat kami sampaikan bahwa saat ini web e-faktur pada tautan https://web-efaktur.pajak.go.id/ sudah bisa diakses kembali. Kami mohon maaf atas gangguan teknis yang sempat terjadi,” ujarnya. (DDTCNews)
Anggota Komisi XI DPR Kamrussamad meminta pemerintah untuk mematangkan strategi optimalisasi penerimaan negara di tengah penyusunan RAPBN 2025 beserta nota keuangannya.
Kamrussamad mengatakan pemerintah perlu meningkatkan tax ratio untuk merealisasikan berbagai program pada tahun depan. Selain itu, lanjutnya, sumber-sumber pendapatan negara yang baru juga perlu dioptimalkan.
"Reformasi birokrasi harus dituntaskan. Lalu, menekan korupsi di perpajakan supaya kepercayaan publik bisa kembali sehingga wajib pajak merasa aware terhadap pembangunan nasional melalui pembayaran pajak," tuturnya. (DDTCNews)
Pemerintah tengah mengkaji setidaknya 4 jenis barang yang bakal dikenai cukai sebagai salah satu rencana dalam memperluas atau menambah jumlah barang kena cukai (BKC).
Pertama, produk plastik selain plastik kemasan. Menurut Direktur Teknis dan Fasilitas DJBC Iyan Rubianto, produk plastik lainnya tersebut meliputi kemasan plastik multilapis, polistiren busa, dan sedotan plastik.
Kedua, bahan bakar minyak. Ketiga, produk pangan olahan bernatrium dalam kemasan. Keempat, mengalihkan pengenaan pajak penjualan atas barang mewah PPnBM ke pengenaan cukai. (Kontan)
DJP menyelenggarakan survei kepuasan pelayanan dan efektivitas penyuluhan dan kehumasan. Bekerja sama dengan tim dari PT Enciety Binakarya Cemerlang, survei akan dilaksanakan dalam 2 metode.
Pertama, metode web based survey dengan kuesioner online. Kedua, pengumpulan data kualitatif melalui focus group discussion (FGD).
“Dalam pelaksanaan web-based survey, Bapak/Ibu akan menerima WhatsApp atas nama DJP yang berisi link kuesioner,” bunyi informasi dalam Surat No. S-162/PJ.09/2024 yang ditandatangani Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Dwi Astuti. (DDTCNews)