Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Setiap orang yang dengan sengaja tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) berisiko terkena sanksi pidana penjara dan denda.
Sesuai dengan ketentuan pada Pasal 39 ayat (1) huruf c UU KUP, sanksi tersebut dikenakan terhadap setiap orang yang dengan sengaja tidak menyampaikan SPT sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara.
“… dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 bulan dan paling lama 6 tahun dan denda paling sedikit 2 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar,” penggalan pasal itu, dikutip Minggu (14/4/2024).
Sesuai dengan Pasal 39 ayat (2) UU KUP, pidana itu ditambahkan 1 kali menjadi 2 kali sanksi pidana apabila seseorang melakukan lagi tindak pidana di bidang perpajakan sebelum lewat 1 tahun, terhitung sejak selesainya menjalani pidana penjara yang dijatuhkan.
Sesuai dengan Penjelasan Pasal 39 ayat (2) UU KUP, ketentuan sanksi pidana yang lebih berat dimaksudkan untuk mencegah terjadinya pengulangan tindak pidana di bidang perpajakan.
Selain dengan sengaja tidak menyampaikan SPT, ada 8 tindakan kesengajaan lain sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara yang berisiko dikenai sanksi pidana penjara serta denda tersebut.
Pertama, sengaja tidak mendaftarkan diri untuk diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atau tidak melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak (PKP). Kedua, sengaja menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak NPWP atau pengukuhan PKP.
Ketiga, sengaja menyampaikan SPT dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap. Keempat, sengaja menolak untuk dilakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 UU KUP.
Kelima, sengaja memperlihatkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen lain yang palsu atau dipalsukan seolah-olah benar, atau tidak menggambarkan keadaan yang sebenarnya. Keenam, sengaja tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan di Indonesia, tidak memperlihatkan atau tidak meminjamkan buku, catatan, atau dokumen lain.
Ketujuh, sengaja tidak menyimpan buku, catatan, atau dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara elektronik atau diselenggarakan secara program aplikasi online di Indonesia.
Kedelapan, sengaja tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut. (kaw)