Materi paparan yang disampaikan Menkeu Sri Mulyani dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI.Â
JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah mencatat realisasi penerimaan kepabeanan dan cukai hingga Februari 2024 mencapai Rp51,5 triliun. Angka tersebut setara 16% dari target pada APBN 2024 yang senilai Rp321 triliun.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan realisasi ini mengalami kontraksi sebesar 3,3% dibandingkan dengan periode yang sama 2023. Pada saat itu, realisasi kepabeanan dan cukai mencapai Rp56,7 triliun.
"Ini juga masih mengalami kontraksi 3,2% dari penerimaan tahun lalu," katanya, dikutip pada Rabu (20/3/2024).
Secara terperinci, Sri Mulyani mengatakan realisasi cukai hingga Februari 2024 senilai Rp40,7 triliun atau mengalami kontraksi sebesar 6,1%. Pada periode yang sama 2023, penerimaan cukai tercatat mencapai Rp43,34 triliun.
Dia kemudian memerinci realisasi penerimaan cukai hasil tembakau (CHT) yang senilai Rp39,5 triliun atau setara 17,1% dari target APBN. Penerimaan CHT ini antara lain dipengaruhi oleh pola pelunasan yang jatuh tempo awal 2024 tetapi maju ke Desember 2023.
Sementara untuk minuman mengandung etil alkohol (MMEA) dan etil alkohol realisasinya masing-masing sekitar Rp1,2 triliun dan Rp23,9 miliar, sejalan dengan aktivitas produksinya.
Dari sisi bea masuk, dia menjelaskan realisasinya senilai Rp8 triliun hingga Februari 2024 atau setara 13,9% dari target APBN. Dibandingkan dengan periode yang sama 2023, realisasi ini tumbuh tipis 1,5%.
Kinerja penerimaan bea masuk antara lain dipengaruhi oleh tarif efektif bea masuk yang sebesar 1,4%, pertumbuhan nilai impor 8,1%, serta rata-rata nilai tukar rupiah terhadap dolar AS senilai Rp15.631.
Adapun untuk bea keluar, Suahasil menjelaskan realisasinya hingga Februari 2024 mencapai Rp2,8 triliun atau setara 15,9% dari target APBN. Bea keluar mampu tumbuh sebesar 37,3% dibandingkan dengan periode yang sama 2023.
Menurutnya, penerimaan bea keluar utamanya dipengaruhi oleh ekspor tembaga yang bea keluarnya senilai Rp2,4 triliun dan memiliki kontribusi sebesar 85%. Sementara pada bea keluar sawit, realisasinya Rp366,1 miliar atau menyumbang 13,2% dari total penerimaan bea keluar karena dipengaruhi penurunan harga.
"Penerimaan bea keluar ini karena faktor komoditas sangat penting [memengaruhi]," ujarnya. (sap)