Calon wakil presiden nomor urut 1 Muhaimin Iskandar (kiri), cawapres nomor urut 2 Gibran Rakabuming Raka (tengah), dan cawapres nomor urut 3 Mahfud MD (kanan) saat debat calon wakil presiden Pemilu 2024 di JCC, Jakarta, Jumat (22/12/2023). Debat kedua Pemilu 2024 diikuti tiga cawapres yang mengangkat tema ekonomi kerakyatan, ekonomi digital, keuangan, investasi pajak, perdagangan, pengelolaan APBN/APBD, infrastruktur, dan perkotaan. ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/tom.
JAKARTA, DDTCNews - Target pertumbuhan ekonomi yang dipasang oleh pasangan capres-cawapres nomor urut 1 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (Cak Imin) dipertanyakan oleh cawapres nomor urut 3 Mahfud MD.
Menurut Mahfud, target pertumbuhan ekonomi sebesar 5,5% hingga 6,5% yang dijanjikan oleh Anies-Cak Imin dalam dokumen visi dan misi masih terlalu rendah. Mahfud memandang Anies-Cak Imin seharusnya menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 7% atau bahkan lebih.
"Dalam visi dan misi Anda itu ada raihan ICOR 4-5. Kalau itu bisa dicapai, pertumbuhan ekonomi kita itu bisa mencapai 7% lho. Anda punya visi target ICOR 4-5, padahal dengan 4 saja bisa 7% itu pertumbuhan ekonomi nasional," ujar Mahfud dalam debat cawapres yang digelar hari ini, Jumat (22/12/2023).
Menjawab pertanyaan tersebut, Cak Imin mengatakan bahwa dirinya bersama Anies lebih berfokus pada pertumbuhan ekonomi yang berkualitas dan inklusif. Menurut Cak Imin, pertumbuhan ekonomi perlu memberikan dampak langsung terhadap penyerapan tenaga kerja, peningkatan pendapatan masyarakat, dan pemerataan pembangunan.
Cak Imin pun berpandangan target pertumbuhan ekonomi yang dijanjikannya justru lebih realistis.
"Kalau tidak realistis, kita khawatir ujung-ujungnya utang luar negeri lagi. Utang luar negeri yang terlampau banyak mengakibatkan beban tidak hanya hari ini, tetapi juga anak cucu kita akan mengalami banyak beban utang yang panjang," ujar Cak Imin.
Tingginya beban utang tersebut tercermin dalam postur APBN hari ini. Cak Imin mengatakan sekitar 20% dari APBN digunakan untuk membayar utang.
"Jadi, target 5,5% hingga 6,5% itu realistis dan tidak membebani proses pembangunan di masa yang akan datang," ujar Cak Imin.
Cak Imin bahkan mengatakan pertumbuhan ekonomi beberapa tahun terakhir konsisten sebesar 5% sesungguhnya tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan. Oleh karena itu, janji pertumbuhan ekonomi yang amat tinggi tidaklah diperlukan.
"Kita menyaksikan 5% itu riilnya di lapangan tidak sampai 5%. Saya khawatir kalau target 7% itu dipaksakan, ujungnya bukan pertumbuhan yang sehat, tetapi pertumbuhan semu yang keropos," ujar Cak Imin. (sap)