Sejumlah pekerja berjalan di jembatan penyeberangan kawasan Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, Senin (6/11/2023). Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS) pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III-2023 mencapai 4,94 persen secara year on year (yoy). ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/rwa.
JAKARTA, DDTCNews - Penerimaan pajak konsisten menjadi penyumbang terbesar terhadap total pendapatan negara. Dalam 5 tahun terakhir, porsi penerimaan pajak terhadap pendapatan negara selalu di atas 60%. Sisanya, ditopang oleh penerimaan dari kepabeanan dan cukai, penerimaan perpajakan lainnya, hingga penerimaan negara bukan pajak (PNBP) serta hibah.
Dalam postur APBN 2024 misalnya, pendapatan negara dipatok di angka Rp2.802,3 triliun. Angka itu, salah satunya, dipenuhi melalui penerimaan perpajakan senilai Rp2.309,9 triliun. Jika dibedah, penerimaan pajak sendiri ditarget senilai Rp1.988,8 triliun atau setara 70% dari total pendapatan negara pada 2024.
Secara berurutan dari tahun ke tahun, porsi penerimaan pajak terhadap total pendapatan negara adalah 68% pada 2019, 65% pada 2020, 64% pada 2021, 65% pada 2022, dan 74% pada 2023 (sesuai dengan target yang tertuang pada Perpres 75/2023).
Besarnya kontribusi penerimaan pajak terhadap total pendapatan negara menunjukkan betapa besarnya peran pajak dalam pembangunan nasional. Tanpa penerimaan pajak yang memadai, program pembangunan akan sulit dijalankan pemerintah.
Menariknya, sebagian besar masyarakat Indonesia telah menyadari betapa besarnya porsi penerimaan pajak terhadap total pendapatan negara. Hal ini tertuang dalam laporan hasil survei pajak dan politik yang diterbitkan oleh DDTCNews, akhir November 2023 lalu. Unduh laporan survei bertajuk Saatnya Parpol & Capres Bicara Pajak melalui https://bit.ly/HasilSurveiPakpolDDTCNews2023.
Berdasarkan hasil survei yang diikuti oleh 2.080 responden, sebanyak 79,7% di antaranya mengaku memahami bahwa pajak merupakan penyumbang terbesar pendapatan negara ('Tahu' dan 'Sangat Tahu').
Pemahaman tentang besarnya porsi penerimaan pajak terhadap pendapatan negara ini merata untuk semua kelompok umur, baik generasi Z (17-29 tahun), milenial (30-43 tahun), generasi X (44-59 tahun), dan baby boomers (di atas 59 tahun).
Laporan survei ini juga menunjukkan bahwa sebanyak 87,3% responden mengetahui tentang penggunaan uang pajak ('Tahu' dan 'Sangat Tahu'). Pemahaman tentang untuk apa dan ke mana saja uang pajak digunakan ini menjadi penting karena akan berimbas terhadap kerelaan masyarakat membayarkan pajaknya.
Survei pajak dan politik yang digelar oleh DDTCNews ini juga berhasil mengungkap sejauh mana perhatian publik terhadap isu perpajakan dalam kontestasi politik berupa pemilu 2024.
Mengingat pentingnya penerimaan pajak terhadap keberlangsungan program pembangunan pemerintah, isu tentang pajak perlu dibicarakan dalam pemilu. Mayoritas responden, yakni 95,0%, berpandangan agenda atau kebijakan perpajakan perlu-sangat perlu disampaikan parpol atau capres selama kampanye. Hal ini mengingat penerimaan perpajakan mendominasi pendapatan negara.
"Sebanyak 93,8% responden setuju agar debat capres-cawapres nanti mengusung topik tentang pajak," bunyi laporan tersebut.
Pemilu 2024 perlu dimanfaatkan oleh publik untuk melihat komitmen masing-masing capres dan cawapres dalam mengoptimalkan penerimaan pajak. Penerimaan yang optimal tentunya akan berimbas positif terhadap program pembangunan dan kesejahteraan masyarakat. (sap)