Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Dua regulasi yang berkaitan dengan kendaraan listrik – termasuk terkait insentif pajaknya – akan terbit pada pekan ini. Hal tersebut menjadi bahasan beberapa media nasional pada hari ini, Kamis (25/7/2019).
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan dua regulasi tersebut berupa peraturan presiden (Perpres) terkait kendaraan listrik dan peraturan pemerintah (PP) terkait pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM).
“Presiden pada minggu ini akan menandatangani dan meluncurkan dua policy yang sangat penting tentang industri otomotif,” katanya.
Menurutnya, ketentuan terkait emisi akan semakin ketat sehingga pelaku industri didorong untuk terus mengedukasi konsumen melalui pengembangan produk-produk yang ramah lingkungan. Pemerintah akan memformulasikan skema pengenaan pajaknya untuk menciptakan iklim tersebut.
Selain itu, beberapa media nasional juga masih menyoroti rancangan revisi Undang-Undang Pajak Penghasilan (PPh). Dalam draf yang diberitakanBisnis Indonesia, pemerintah akan menaikkan batas bawah penghasilan tidak kena pajak (PTKP).
Berikut ulasan berita selengkapnya.
Pengelompokan kendaraan akan terdiri atas mobil mobil penumpang, komersial, dan kendaraan listrik (seperti hybrid, mild hybrid, PHEV, BEV, sertaflexy engine). Dari sisi kapasitas mesin, pemerintah hanya mengelompokkan dalam tiga bagian yakni di bawah 3.000 cc, 3.000 cc hingga 4.000 cc, dan di atas 4.000 cc.
“Prinsip pemajakannya mulai dari 15% hingga 75% tergantung dari emisinya juga. Jadi ini kombinasi tipe, programnya, kapasitas cc-nya dan emisinya,” jelas Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
Sri Mulyani mengatakan ada beberapa insentif yang diberikan pemerintah untuk kendaraan listrik. Salah satunya terkait bea masuk atas impor kendaraan listrik secara terurai lengkap ataupun tidak lengkap (CKD/IKD) dalam jangka waktu tertentu.
Ada pula insentif tax holiday untuk kendaraan listrik terintegrasi dengan industri baterai. Selain itu, ada tax allowance untuk suku cadang, aksesoris kendaraan bermotor lainnya. Ada pula bea masuk yang ditanggung pemerintah serta kemudahan impor untuk kebutuhan ekspor. Industri otomotif juga bisa memanfaatkan super tax deduction.
Dalam draf rancangan revisi UU PPh yang diberitakan Bisnis Indonesia, batas bawah PTKP per tahun dipatok senilai Rp36 juta (wajib pajak orang pribadi). Nilai tersebut naik dari UU PPh yang berlaku saat ini Rp15,84 juta. Namun, nilai tersebut turun dari PTKP yang berlaku saat ini Rp54 juta.
Batas bawah tersebut, seperti yang ada dalam UU PPh saat ini, bisa disesuaikan melalui penerbitan Peraturan Menteri Keuangan dengan terlebih dahulu mengkonsultasikannya dengan DPR.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Hestu Yoga Saksama hingga saat ini masih enggan memberikan komentar secara rinci terkait usulan perubahan batas bawah PTKP tersebut. Dia meminta agar semua pihak menunggu penjelasan lengkap dari pemerintah.
“Saat ini belum ada draf secara resmi. Jadi saya tidak bisa mengonfirmasi apapun terkait itu. Sebaiknya ditunggu penjelasan lengkap dan terbaru nanti. Kami tidak ingin membicarakan satu per satu topiknya,” ungkapnya.
Pencabutan PER-32/PJ/2010 melalui melalui Perdirjen Pajak No. PER-14/PJ/2019 dilakukan untuk menyederhanakan regulasi dan kepastian hukum, tanpa mengubah substansi ketentuan terkait angsuran PPh pasal 25.
“Mengingat substansi telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan No.PMK-215/2018,” ujar Hestu Yoga Saksama.
International Monetary Fund (IMF) dalam laporan terbarunya memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi negara-negara terbesar di Asia Tenggara, yaitu Singapura, Malaysia, Indonesia, Thailand, dan Filipina. Semula, IMF memproyeksi pertumbuhan ekonomi Kawasan Asean-5 ini mencapai 5,1% pada 2020. Sekarang, proyeksi pertumbuhan ekonomi itu dipangkas hanya menjadi 5%. (kaw)