KOREA SELATAN

Pajak Orang Kaya di Korea Selatan Terlampau Eksesif, Seperti Apa?

Muhamad Wildan
Kamis, 09 September 2021 | 10.30 WIB
Pajak Orang Kaya di Korea Selatan Terlampau Eksesif, Seperti Apa?

Ilustrasi.

SEOUL, DDTCNews - Pajak yang dipungut otoritas pajak atas orang-orang kaya di Korea Selatan dinilai sudah terlampau eksesif dan perlu dikurangi. Bila tidak, orang-orang berpenghasilan tinggi dikhawatirkan akan berpindah ke negara lain.

Peneliti dari Korea Economic Research Institute (KERI) Lim Dong Won mencatat tarif PPh wajib pajak orang pribadi yang dikenakan atas lapisan penghasilan kena pajak di atas KRW1 miliar atau Rp12,24 miliar saat ini sudah mencapai 45%.

"Pemerintah harus mengurangi beban pajak yang ditanggung oleh wajib pajak berpenghasilan tinggi dengan memangkas pengenaan-pengenaan pajak yang tidak diperlukan," katanya, dikutip pada Kamis (9/9/2021).

Won menjelaskan kenaikan tarif pajak tersebut merupakan bagian dari kebijakan Presiden Korea Selatan Moon Jae In. Pada 2017, tarif tertinggi PPh orang pribadi dinaikkan dari 40% menjadi 42%. Selang 3 tahun, tarif naik menjadi 45%.

Dia menyatakan tarif PPh orang pribadi sebesar 45% tersebut sudah jauh lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata tarif PPh orang pribadi di negara OECD sebesar 35,9%. Belum lagi, pemerintah daerah turut memungut pajak.

Orang berpenghasilan di atas KRW1 miliar dikenai PPh oleh pemerintah daerah sebesar 4,5%. Selain itu, orang kaya di Korea Selatan juga menanggung biaya jaminan pensiun nasional sebesar 4,5%, jaminan kesehatan nasional sebesar 3,4%, dan employment insurance sebesar 0,8%.

Menurut perhitungan KERI, tarif pajak efektif yang ditanggung oleh orang-orang kaya Korea Selatan telah mencapai 58% dari total penghasilan mereka sepanjang tahun.

Selain pajak penghasilan, orang-orang kaya di Korea Selatan juga menanggung pajak-pajak lainnya seperti pajak warisan yang tak kalah eksesif. Akibat pajak warisan, keluarga pemilik Samsung Lee Kun Hee harus membayar pajak sebesar KRW12 triliun.

Won berpendapat Korea Selatan seharusnya belajar dari pengalaman Prancis yang pernah mengalami eksodus besar-besaran karena adanya pajak kekayaan di negara tersebut.

Akibat pengenaan pajak kekayaan oleh Presiden Francois Mitterand pada 1982, orang-orang kaya Prancis memutuskan untuk meninggalkan Prancis dan memilih tinggal di negara dengan rezim pajak yang lebih akomodatif.

"Seperti yang terjadi di Prancis, kenaikan tarif pajak secara eksesif justru lebih banyak memberikan dampak negatif alih-alih positif terhadap perekonomian," ujar Won seperti dilansir koreaherald.com. (rig)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.