AMERIKA SERIKAT

Proposal Pajak Digital OECD Dinilai Melemahkan Kedaulatan Pajak

Muhamad Wildan
Senin, 05 Oktober 2020 | 15.58 WIB
Proposal Pajak Digital OECD Dinilai Melemahkan Kedaulatan Pajak

Ilustrasi. Kantor Pusat OECD di Paris, Prancis. (foto: oecd.org)

VIRGINIA, DDTCNews – G-20 dinilai perlu mempertimbangkan konsekuensi yang timbul apabila konsensus atas Pillar 1: Unified Approach dan Pillar 2: Global Anti Base Erosion (GloBE) yang diusung oleh OECD tercapai.

Mantan pejabat OECD Torsten Fensby menilai OECD secara gradual telah berubah menjadi organisasi yang tidak hanya menerbitkan rekomendasi kepada yurisdiksi-yurisdiksi dalam hal sistem perpajakan, tetapi juga mulai mengambil peran sebagai organisasi internasional yang mendiktekan desain dan tarif pajak tertentu dalam ketentuan domestik.

"Bila G-20 memang menghendaki demikian maka G-20 harus memahami kedaulatan pajak nasional akan melemah. Hubungan perpajakan antarnegara (intergovernmental tax relations) juga akan berubah secara permanen," kata Fensby dalam esainya, Senin (5/10/2020).

Selama ini, lanjut Fensby, OECD berpegang pada prinsip fundamental yang menyatakan setiap negara memiliki kedaulatan yang tidak dapat diganggu gugat untuk menentukan struktur dan sistem perpajakannya masing-masing.

Menurutnya, struktur dan sistem pajak dari suatu negara bukanlah urusan dari negara lain sepanjang pelaku usaha domestik dan investor asing di yurisdiksi tersebut diperlakukan setara.

Sebelumnya munculnya Pillar 1 dan Pillar 2 serta Base Erosion and Profit Shifting (BEPS) Project, Fensby menilai OECD tidak pernah berusaha untuk mengubah ketentuan pajak domestik.

Proposal OECD sebelumnya cenderung menyasar pada kebijakan pajak negara tertentu yang sengaja didesain untuk menggerus basis pajak negara lain.

Namun, semua berubah ketika OECD mulai menyebut pajak digital atau digital service tax (DST) di Prancis, atau equalization levy di India, atau pajak digital di negara lain yang kerap sebagai 'aksi unilateral'.

Dalam konteks BEPS Project, Fensby menilai hal ini sama saja dengan OECD menuding suatu yurisdiksi telah melanggar rencana aksi BEPS ketika yurisdiksi tersebut mengeluarkan kebijakan perpajakan untuk melindungi basis pajaknya dari penggerusan pajak yang timbul akibat aktivitas ekonomi digital.

Hal inilah lantas yang menurut Fensby sebagai penanda dari perubahan OECD yang mulai berupaya mendikte negara-negara dalam menerapkan kedaulatannya atas sistem dan struktur perpajakan.

"OECD perlahan-lahan berubah menjadi suatu organisasi yang memberikan rekomendasi perpajakan menjadi organisasi mendikte negara-negara dalam mendesain sistem perpajakan," ujarnya seperti dilansir Tax Notes International. (rig)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.