PAJAK DIGITAL

Tolak DST, Uber Suarakan Dukungan atas Proposal Pajak Digital OECD

Muhamad Wildan
Senin, 21 September 2020 | 11.40 WIB
Tolak DST, Uber Suarakan Dukungan atas Proposal Pajak Digital OECD

Ilustrasi. (Foto: Shutterstock/nypost.com)

SAN FRANCISCO, DDTCNews - Uber, perusahaan jaringan transportasi asal San Francisco yang menciptakan aplikasi penyedia transportasi, berharap konsensus pemajakan atas ekonomi digital atas proposal Pillar 1: Unified Approach bisa tercapai.

Vice President of Finance, Tax, and Accounting Uber Technologies Inc Francois Chadwick mengatakan proposal Pillar 1 adalah penyempurnaan dari sistem perpajakan korporasi internasional.

"Proposal Pillar 1 memiliki skema yang jelas dalam hal pemajakan ekonomi digital lintas batas negara meski memang masih terdapat beberapa aspek yang perlu disempurnakan," ujar Chadwick, dikutip Senin (21/9/2020).

Secara umum, ia berpandangan, sistem perpajakan korporasi internasional memang sudah saatnya diperbarui agar lebih sesuai dengan perekonomian modern saat ini.

Chadwick juga menyuarakan penolakannya atas pengenaan digital service tax (DST) yang berbasis omzet dan sepenuhnya ditargetkan atas perusahaan digital. Sebab, banyak perusahaan digital yang masih merugi.

Karena itu, pengenaan DST malah akan membebani keuangan perusahaan digital. Langkah ini mendorong perusahaan digital untuk membebankan pajaknya kepada pengguna layanan seperti yang dilakukan Amazon akibat pengenaan DST di Inggris.

Seperti diketahui, Amazon memilih membebankan pengenaan DST kepada penjual yang memanfaatkan platform tersebut di Inggris. Langkah ini juga dilakukan Amazon akibat pengenaan DST di Italia dan Prancis.

"Kami tidak percaya pengenaan pajak berbasis omzet atas suatu perusahaan digital yang masih merugi adalah langkah yang tepat," ujar Chadwick seperti dilansir oleh Tax Notes International.

Selain mendukung proposal Pillar 1, Uber juga mendukung kerangka pelaporan pajak untuk sharing dan gig economy yakni Model Rules for Reporting by Platform Operators with respect to Sellers in the Sharing and Gig Economy (MRDP) yang baru dirilis OECD pada 3 Juli 2020.

Sebagai bukti dukungan itu, Uber telah bekerja sama dengan Australian Taxation Office (ATO) dengan menyediakan data penghasilan yang diperoleh penyedia jasa. Ia menilai kolaborasi antara otoritas pajak dan platform terkait dengan penyediaan informasi perpajakan merupakan solusi.

Meski demikian, Chadwick mengakui masih terdapat tantangan bagi perusahaan teknologi untuk menjelaskan kepada otoritas pajak dan regulator mengenai cara kerja platform seperti Uber dan platform-platform lainnya. (Bsi)

Editor :
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.