PRANCIS

Pillar One Bakal Atur Kompensasi Kerugian Fiskal, Ini Kata OECD

Muhamad Wildan
Kamis, 23 Juli 2020 | 13.52 WIB
Pillar One Bakal Atur Kompensasi Kerugian Fiskal, Ini Kata OECD

Kantor pusat OECD di Paris, Prancis. (foto: oecd.org)

PARIS, DDTCNews—Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) menjamin proposal Pillar One: Unified Approach bakal mengatur mengenai pengakuan kerugian yang ditanggung oleh perusahaan digital.

Hal tersebut disampaikan oleh Deputy Director of the OECD Centre for Tax Policy and Administration Grace Perez-Navarro dalam acara OECD Tax Talks #16 yang digelar, Rabu (22/7/2020).

"Terdapat dukungan yang besar atas klausul mengenai penghitungan keuntungan dan kerugian bagi usaha-usaha yang tercakup," ujar Grace dalam OECD Tax Talks #16, dikutip Kamis (23/7/2020).

Sebelumnya, perusahaan mengkhawatirkan proposal Pillar One tidak mengakui kerugian dari usaha yang tercakup, terutama akibat Covid-19 sehingga bila terdapat kerugian fiskal tidak bisa dikompensasikan pada tahun pajak berikutnya.

Lebih lanjut, hal-hal lainnya yang ditanyakan terkait dengan Pillar One antara lain perlakuan shortfall keuntungan, berapa tahun kerugian yang bisa dikompensasikan pada tahun pajak berikutnya dan lain sebagainya.

Selain itu, cakupan usaha dari proposal Pillar One juga belum tercapai kesepakatan. Untuk sementara ini, jenis usaha yang tercakup pada Pillar One adalah jasa layanan digital otomatis dan usaha yang berorientasi konsumen.

Adapun yang dimaksud dengan perusahaan berorientasi konsumen adalah perusahaan yang menyasar langsung kepada konsumen akhir dan barang atau jasa yang dibeli dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi, bukan untuk kepentingan komersial.

Sementara itu, usaha layanan digital otomatis yang dimaksud antara lain seperti search engine, media sosial, marketplace, jasa layanan streaming konten, game online, dan jasa periklanan online.

Direktur Centre for Tax Policy and Administration OECD Pascal Saint-Amans menyatakan beberapa negara seperti AS dan China menolak adanya aturan usaha layanan digital pada Pillar One.

Menurut AS dan China, langkah tersebut dianggap sebagai praktik ring-fencing atau adanya perlakuan pajak khusus yang terpisah dari perlakuan PPh secara umum, atas usaha layanan digital tersebut.

Selain itu, beberapa negara juga mengusulkan adanya safe harbour approach agar setiap usaha bisa dengan bebas memilih membayar pajak menggunakan rezim Pillar One atau rezim pajak normal yang selama ini berlaku.

Saint-Amans memastikan OECD terus berusaha untuk menyelesaikan blueprint proposal Pillar One sebelum Oktober 2020. Blueprint ini juga akan menjadi landasan atas pembahasan Pillar 1 pada 8 Oktober hingga 9 Oktober 2020.

"Kita harus realistis. Meski G20 komitmen untuk mencapai konsensus global atas pemajakan digital tahun ini, kita harus memahami masih banyak isu pada Pillar One yang masih tertunda pembahasannya," ujar Saint-Amans dikutip dari Bloomberg. (rig)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.