Ilustrasi.
BRISTOL, DDTCNews - Tax Justice Network (TJN) menyebut yurisdiksi-yurisdiksi berpotensi kehilangan penerimaan pajak hingga US$4,7 triliun atau Rp70.556 triliun selama 1 dekade ke depan akibat penghindaran pajak oleh perusahaan multinasional dan orang kaya.
Chief Executive Tax Justice Network Alex Cobham mengatakan nilai tersebut setara dengan total belanja kesehatan oleh pemerintah dari seluruh yurisdiksi di dunia dalam 1 tahun anggaran.
"Negara-negara memiliki pilihan untuk mendemokratisasikan peraturan pajak global sehingga kita dapat mempertahankan dana publik yang dibutuhkan untuk menghadapi tantangan di masa depan," katanya dalam keterangan resmi, dikutip pada Selasa (25/7/2023).
Untuk mencegah timbulnya kehilangan penerimaan pajak tersebut, Cobham mendorong yurisdiksi-yurisdiksi untuk mendukung pembentukan UN Tax Convention dalam sidang umum PBB yang digelar pada akhir tahun ini.
Sejak 2013, Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) telah berupaya mereformasi sistem perpajakan internasional guna meminimalisasi kebocoran penerimaan pajak akibat praktik penghindaran dan pengelakan pajak.
Namun, Tax Justice Network memandang upaya OECD dalam 10 tahun terakhir ini belum mampu meminimalisasi kebocoran penerimaan pajak.
"Kegagalan OECD dalam mengurangi praktik penghindaran pajak disebabkan oleh ketidakmampuan OECD dalam menerapkan suatu kebijakan tanpa persetujuan dari anggota-anggotanya," tulis Tax Justice Network dalam keterangan resminya.
Menurut Tax Justice Network, mayoritas anggota OECD merupakan yurisdiksi tempat korporasi multinasional berkedudukan. Akibatnya, korporasi-korporasi dapat dengan mudah melancarkan lobi guna menghambat agenda reformasi pajak yang diusung.
Berkaca pada hambatan ini, Tax Justice Network menilai reformasi perpajakan global seharusnya dapat dibahas secara lebih demokratis melalui badan khusus di bawah naungan PBB, yakni UN Tax Convention.
Menurut Cobham, reformasi perpajakan internasional perlu dibahas di PBB guna memberikan kesempatan yang sama bagi setiap negara untuk berpartisipasi. Selama ini, ketentuan pajak global dibahas secara tertutup melalui OECD tanpa ada keterwakilan dari negara berkembang.
"UN Tax Convention akan menciptakan era ekonomi yang lebih berkeadilan. Monopoli perusahaan multinasional dan miliarder dalam kebijakan pajak global harus dibatasi melalui tata kelola demokrasi global di PBB," tuturnya. (rig)