Ilustrasi.
BELITUNG, DDTCNews - Pemerintah Kabupaten Belitung, Kepulauan Bangka Belitung menyatakan bakal mengoptimalkan pendapatan asli daerah (PAD) dari pajak sarang burung walet untuk tahun ini.
Kepala Badan Pengelolaan Pajak dan Retribusi Daerah (BPPRD) Belitung Iskandar Febro mengatakan pajak sarang burung walet menjadi sumber PAD yang potensial tetapi belum tergarap sepenuhnya. Menurutnya, hal itu disebabkan tingkat kepatuhan wajib pajak yang masih rendah.
"Yang terjadi di lapangan antara yang mengirim dan yang terdata di kami beda orang. Sengaja diatur seperti itu biar enggak ketahuan siapa pemiliknya," katanya, dikutip pada Sabtu (28/1/2023).
Iskandar mengatakan realisasi penerimaan pajak sarang burung walet paling tinggi hanya sekitar Rp200 juta per tahun. Dengan banyaknya lokasi sarang burung walet di wilayah tersebut, potensi penerimaan pajak yang belum tergarap diperkirakan mencapai Rp10 miliar tahun.
Dia menjelaskan BPPRD bersama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sempat melakukan kajian mengenai pajak sarang burung walet pada 2019. Hasilnya, para pemilik usaha peternakan burung walet terindikasi sengaja menghindari pajak.
Indikasi tersebut juga ditunjang dengan data pengiriman sarang burung walet ke luar wilayah Belitung yang dihimpun Badan Karantina Pertanian. Di sisi lain, BPPRD menduga masih ada pengusaha sarang burung walet yang melaporkan volume pengiriman barang secara tidak benar.
Iskandar menjelaskan pemungutan pajak sarang burung walet telah diatur dalam Perda 8/2010. Dalam hal ini, tarif pajak sarang burung walet ditetapkan sebesar 10% dari volume dikalikan harga pasar.
Harga pasar dalam perbup dipatok senilai Rp17,5 juta per kilogram untuk sarang burung walet murni dengan ciri-ciri berwarna putih dan terdapat campuran merah. Sementara pada sarang burung walet yang hanya berwarna putih, harga pasarnya sekitar Rp15 juta.
Menurutnya, angka dalam perbup tersebut masih lebih rendah dibandingkan dengan harga aktual yang dikumpulkan KPK. Harga sarang burung walet di pasar dalam negeri berkisar Rp25 juta per kilogram, sedangkan untuk ekspor mencapai Rp40 juta per kilogram.
"Jadi siapa yang menguasai, menangkar atau memegang sarang walet itu, itulah yang dikenakan [pajak]," ujarnya dilansir onekliknews.com. (sap)