BERITA PAJAK HARI INI

Begini Alasan Ditjen Pajak Pilih 10 KPP Uji Coba e-Pbk pada DJP Online

Redaksi DDTCNews | Senin, 17 Oktober 2022 | 08:45 WIB
Begini Alasan Ditjen Pajak Pilih 10 KPP Uji Coba e-Pbk pada DJP Online

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews – Ditjen Pajak (DJP) baru melakukan uji coba (piloting) pengajuan permohonan pemindahbukuan (Pbk) secara elektronik pada 10 KPP Pratama. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Senin (17/10/2022).

Adapun 10 KPP Pratama yang dimaksud adalah Tigaraksa, Semarang Barat, Kebumen, Jakarta Pluit, Serpong, Kosambi, Bandung Cibeunying, Surabaya Rungkut, Gianyar, dan Tangerang Barat. Wajib pajak pada 10 KPP Pratama tersebut dapat menggunakan aplikasi e-Pbk pada DJP Online.

“Sepuluh KPP yang dipilih untuk piloting e-Pbk adalah KPP dengan volume jumlah permohonan pemindahbukuan tertinggi,” ujar Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Neilmaldrin Noor.

Baca Juga:
Apa Itu PBJT atas Makanan dan Minuman?

Sesuai dengan Pasal 1 angka 28 PMK 242/2014, Pbk adalah proses memindahbukukan penerimaan pajak untuk dibukukan pada penerimaan pajak yang sesuai. Pbk dapat dilakukan dalam hal terjadi kesalahan pembayaran atau penyetoran pajak. Simak ‘Apa Itu Pemindahbukuan (Pbk)?’.

Pada aplikasi e-Pbk, wajib pajak dapat melakukan monitoring permohonan. Pbk menjadi salah satu layanan unggulan Kementerian Keuangan di DJP. Salah satu inovasinya terkait dengan percepatan penyelesaian permohonan. Layanan tersebut akan terus diperbaiki agar bisa lebih cepat dan akurat.

Sesuai dengan PMK 242/2014, jangka waktu diatur paling lama 30 hari sejak permohonan diterima lengkap. Melalui KEP-160/PJ/2022, jangka waktu dipersingkat paling lama 21 hari sejak permohonan diterima lengkap.

Baca Juga:
PPATK: Masuknya Indonesia di FATF Perlu Diikuti Perbaikan Kelembagaan

Selain mengenai uji coba aplikasi e-Pbk, ada pula ulasan terkait dengan penggunaan Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) orang pribadi yang dinilai akan mempermudah pemberian insentif pajak.

Berikut ulasan berita selengkapnya.

Permohonan Pbk Masih Bisa Manual

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Neilmaldrin Noor mengatakan wajib pajak yang terdaftar di 10 KPP yang ditunjuk untuk uji coba bisa menggunakan e-Pbk. Namun, saluran untuk mengajukan permohonan pemindahbukuan secara manual akan tetap tersedia.

"E-Pbk merupakan penambahan kanal penyampaian permohonan secara online. Kanal penyampaian permohonan yang sudah berjalan tetap dapat dimanfaatkan oleh wajib pajak," katanya. Simak pula ‘Begini Syarat Pengajuan Pemindahbukuan Secara Manual’. (DDTCNews)

Baca Juga:
Pilar 1 Tak Kunjung Dilaksanakan, Kanada Bersiap Kenakan Pajak Digital

Pemberian Insentif Pajak

Staf Ahli Menkeu Bidang Pengawasan Pajak Nufransa Wira Sakti mengatakan integrasi NIK dan NPWP menjadi salah satu perubahan besar dalam proses identifikasi data wajib pajak. Menurutnya, integrasi ini membuat pendataan wajib pajak yang layak memperoleh insentif makin mudah.

"Ini memudahkan kami ketika memberikan semacam misalnya saja insentif, kemudian pengecualian, ataupun fasilitas-fasilitas yang nantinya akan berguna bagi para wajib pajak itu sendiri," katanya. Simak pula ‘Integrasi NIK Jadi NPWP Disebut akan Mudahkan Pemberian Insentif Pajak’. (DDTCNews)

Pembatasan Ekspor CPO dan Produk Turunannya

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menerbitkan Keputusan Menteri Keuangan (KMK) 36/KM.4/2022 yang memerinci pembatasan ekspor atas minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO) serta produk-produk turunannya.

Baca Juga:
Meski Tidak Lebih Bayar, WP Tetap Bisa Diperiksa Jika Status SPT Rugi

KMK tersebut terbit sebagai tindak lanjut atas Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) 50/2022. Beleid ini ditetapkan guna menjaga ketersediaan minyak goreng sebagai salah satu barang kebutuhan pokok bagi masyarakat Indonesia.

Merujuk pada lampiran KMK 36/KM.4/2022, pembatasan ekspor atas CPO dan produk turunannya dengan kode HS 1511.10.00, 1511.90.20, 1511.90.36, 1511.90.37, 1511.90.39, Ex 1518.00.14, Ex 1518.00.19, Ex 1518.00.32, Ex 1518.00.38, Ex 1518.00.60, Ex 1518.00.90, dan Ex 2306.90.90.

KMK 36/KM.4/2022 telah ditetapkan Dirjen Bea dan Cukai Askolani serta dinyatakan mulai berlaku pada 10 Oktober 2022. Dengan berlakunya KMK 36/KM.4/2022, keputusan sebelumnya—KMK 17/KM.4/2022 dan KMK 20/KM.4/2022—dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. (DDTCNews)

Baca Juga:
Jokowi Segera Bentuk Satgas Pemberantasan Judi Online

Ketentuan Antipenghindaran Pajak

Menjelang berlakunya pajak minimum global, Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) mendorong yurisdiksi untuk tetap memperkuat ketentuan antipenghindaran pajaknya.

Walaupun pajak minimum global pada Pilar 2: Global Anti Base Erosion (GloBE) akan mereduksi risiko profit shifting oleh perusahaan multinasional, ketentuan itu hanya berlaku terhadap perusahaan dengan pendapatan di atas EUR750 juta.

"Yurisdiksi perlu memastikan perusahaan yang tidak tercakup Pilar 2, tidak melakukan harmful tax planning," tulis OECD dalam laporan berjudul Tax Incentives and the Global Minimum Corporate Tax: Reconsidering Tax Incentives after the GloBE Rules. (DDTCNews)

Baca Juga:
Jangan Diabaikan, Link Aktivasi Daftar NPWP Online Cuma Aktif 24 Jam

Solusi 2 Pilar

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menilai pembahasan mengenai solusi 2 pilar pajak global telah mencapai kemajuan penting meskipun implementasinya molor dari yang direncanakan. Menurutnya, proses pembahasan akan berlanjut sehingga dapat diimplementasikan.

"Sedikit tertunda dalam pelaksanaannya. Saya rasa tekad dan komitmen untuk mengimplementasikan Pilar 1 dan Pilar 2 akan menjadi sangat penting," katanya. (DDTCNews)

Insentif Pajak Perusahaan Go Public

Kepala Subdirektorat Kerjasama dan Kemitraan Direktorat Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Natalius mengatakan pemerintah telah memiliki berbagai ketentuan perpajakan yang mendorong perusahaan melakukan initial public offering (IPO). Salah satunya termuat dalam UU 7/2021.

Baca Juga:
Gaji Anggota Firma atau CV Tak Bisa Dibiayakan, Harus Dikoreksi Fiskal

Insentif tersebut antara lain tarif PPh badan untuk perusahaan IPO sebesar 18%, atau lebih rendah dari tarif normal 22%. Tarif tersebut diberikan kepada perusahaan yang memenuhi persyaratan seperti menyetorkan saham untuk diperdagangkan pada bursa efek di Indonesia paling sedikit 40%.

Ada juga insentif berupa tarif PPh final 0,1% atas penghasilan yang diperoleh wajib pajak dalam negeri atas penjualan saham. Ketentuan ini menjadi menarik karena saham perusahaan yang tidak listing di BEI akan dikenakan pajak progresif sesuai dengan Pasal 17 UU PPh dan dihitung berdasarkan nilai neto.

Selanjutnya, perusahaan memiliki fleksibilitas dalam angsuran PPh Pasal 25. Pada wajib pajak yang masuk bursa, angsuran PPh Pasal 25 didasarkan pada laporan keuangan yang disampaikan setiap 3 bulan kepada bursa dan/atau Otoritas Jasa Keuangan (OJK). (DDTCNews) (kaw)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Jumat, 19 April 2024 | 18:00 WIB KAMUS PAJAK DAERAH

Apa Itu PBJT atas Makanan dan Minuman?

Jumat, 19 April 2024 | 17:45 WIB KEANGGOTAAN FATF

PPATK: Masuknya Indonesia di FATF Perlu Diikuti Perbaikan Kelembagaan

Jumat, 19 April 2024 | 17:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Meski Tidak Lebih Bayar, WP Tetap Bisa Diperiksa Jika Status SPT Rugi

BERITA PILIHAN
Jumat, 19 April 2024 | 18:00 WIB KAMUS PAJAK DAERAH

Apa Itu PBJT atas Makanan dan Minuman?

Jumat, 19 April 2024 | 17:45 WIB KEANGGOTAAN FATF

PPATK: Masuknya Indonesia di FATF Perlu Diikuti Perbaikan Kelembagaan

Jumat, 19 April 2024 | 17:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Meski Tidak Lebih Bayar, WP Tetap Bisa Diperiksa Jika Status SPT Rugi

Jumat, 19 April 2024 | 16:45 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Jokowi Segera Bentuk Satgas Pemberantasan Judi Online

Jumat, 19 April 2024 | 16:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Jangan Diabaikan, Link Aktivasi Daftar NPWP Online Cuma Aktif 24 Jam

Jumat, 19 April 2024 | 15:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Kring Pajak Jelaskan Syarat Piutang Tak Tertagih yang Dapat Dibiayakan

Jumat, 19 April 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

DJP Persilakan WP Biayakan Natura Asal Penuhi 3M