SALAH satu implikasi diterapkannya sistem self assessment adalah wajib pajak harus membayar atau menyetorkan sendiri pajak terutangnya. Namun, dalam praktiknya kesalahan administrasi terkait dengan proses pembayaran atau penyetoran pajak terkadang tidak terelakkan.
Kesalahan itu di antaranya kesalahan pengisian Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), masa pajak, jenis pajak, atau nominal pembayaran. Kesalahan ini dapat diperbaiki salah satunya dengan melakukan pemindahbukuan (Pbk). Lantas, apa itu pemindahbukuan?
Definisi
KETENTUAN mengenai pemindahbukuan sebelumnya diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan (KMK) No.88/KMK.04/1991, Keputusan Direktur Jenderal Pajak No.KEP-965/PJ.9/1991, dan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak No.26/PJ.9/1991.Â
Namun, sejak 24 Desember 2014 KMK 88/1991 digantikan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.242/PMK.03/2014. Merujuk Pasal 1 angka 28 PMK 242/2014 pemindahbukuan adalah proses memindahbukukan penerimaan pajak untuk dibukukan pada penerimaan pajak yang sesuai.
Proses pemindahbukuan ini dapat dilakukan dalam hal terjadi kesalahan pembayaran atau penyetoran pajak. Mengacu Pasal 16 ayat (2)Â PMK 242/2014Â terdapat 8 sebab yang membuat diperlukannya proses pemindahbukuan.
Pertama, pemindahbukuan karena adanya kesalahan dalam pengisian formulir Surat Setoran Pajak (SSP); Surat Setoran Pabean, Cukai, dan Pajak (SSPCP); baik menyangkut wajib pajak sendiri maupun wajib pajak lain.
Adapun kesalahan dalam pengisian formulir SSP dapat berupa kesalahan dalam pengisian NPWP, nama wajib pajak, Nomor Objek Pajak (NOP), letak objek pajak, kode akun pajak, kode jenis setoran, masa pajak atau tahun pajak, nomor ketetapan, dan jumlah pembayaran.
Sementara itu, kesalahan dalam pengisian formulir SSPCP dapat berupa kesalahan dalam pengisian NPWP pemilik barang di dalam daerah pabean, masa pajak dan/atau tahun pajak, atau jumlah pembayaran pajak.
Kedua, pemindahbukuan karena adanya kesalahan dalam pengisian data pembayaran pajak yang dilakukan melalui sistem pembayaran pajak secara elektronik sebagaimana tertera dalam Bukti Penerimaan Negara (BPN).
Ketiga, pemindahbukuan karena adanya kesalahan perekaman atas SSP, SSPCP, yang dilakukan Bank Persepsi/Pos Persepsi/Bank Devisa Persepsi/Bank Persepsi Mata Uang Asing.Â
Keempat, pemindahbukuan karena kesalahan perekaman atau pengisian Bukti Pbk oleh pegawai DJP. Kesalahan oleh pegawai DJP itu terjadi apabila data yang tertera dalam Bukti Pbk berbeda dengan permohonan pemindahbukuan wajib pajak.Â
Kelima, pemindahbukuan dalam rangka pemecahan setoran pajak dalam SSP, SSPCP, BPN, atau Bukti Pbk menjadi beberapa jenis pajak atau setoran beberapa wajib pajak, dan/atau objek pajak PBB.
Keenam, pemindahbukuan karena jumlah pembayaran pada SSP, BPN, atau Bukti Pbk lebih besar dari pajak terutang dalam Surat Pemberitahuan, surat ketetapan pajak, Surat Tagihan Pajak, Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang, Surat Ketetapan Pajak PBB atau Surat Tagihan Pajak PBB;
Ketujuh, pemindahbukuan karena jumlah pembayaran pada SSPCP atau Bukti Pbk lebih besar dari pajak terutang dalam pemberitahuan pabean impor, dokumen cukai, atau surat tagihan/surat penetapan. Kedelapan, pemindahbukuan karena sebab lain yang diatur oleh Dirjen Pajak.
Adapun pemindahbukuan dengan SSP, SSPCP, BPN, dan Bukti Pbk dapat dilakukan ke pembayaran PPh, PPN, PPnBM, PBB, dan Bea Meterai. Namun, pemindahbukuan dengan SSP, SSPCP, BPN, dan Bukti Pbk itu tidak dapat dilakukan atas 3 transaksi yang perinciannya dapat disimak dalam Pasal 16 ayat (9) PMK 242/2014.
Berdasarkan perincian yang dijabarkan dapat diketahui jika kasus pemindahbukuan bisa memiliki sebab yang berbeda-beda. Untuk itu, pihak yang dapat mengajukan pemindahbukuan beserta ketentuan yang diperlukan juga berbeda.
Secara ringkas, permohonan pemindahbukuan disampaikan menggunakan surat permohonan pemindahbukuan. Permohonanan itu dapat disampaikan secara langsung atau melalui pos/jasa pengiriman ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat pembayaran diadministrasikan.
Sebagai bukti telah dilakukan pemindahbukuan, Kepala KPP menerbitkan Bukti Pemindahbukuan (Bukti Pbk). Selain itu, SSP dan Bukti Pbk harus dibubuhi cap dan ditandatangani oleh Kepala KPP yang bersangkutan. Perincian ketentuan pemindahbukuan dapat disimak dalam PMK 242/2014.
Simpulan
INTINYA, pemindahbukuan (Pbk) merupakan proses memindahbukukan penerimaan pajak untuk dibukukan pada penerimaan pajak yang sesuai. Proses pemindahbukuan ini dilakukan dalam hal terjadi kesalahan pembayaran atau penyetoran pajak.
Kesalahan tersebut bisa terjadi baik dari sisi wajib pajak, bank persepsi, pegawai DJP, maupun pihak lain. Secara ringkas proses Pbk dapat dilakukan di antaranya dari suatu masa pajak ke masa pajak lain atau antarjenis pajak.
Permohonan pemindahbukuan diajukan menggunakan surat permohonan pemindahbukuan. Atas pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dipindahbukukan tersebut akan diterbitkan Bukti Pbk yang harus ditandatangani oleh Kepala KPP. (Bsi)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.