KONSENSUS PAJAK GLOBAL

Banyak Celah, Tambahan Penerimaan dari Pajak Minimum Global Hanya 4,8%

Muhamad Wildan | Jumat, 03 November 2023 | 14:30 WIB
Banyak Celah, Tambahan Penerimaan dari Pajak Minimum Global Hanya 4,8%

Ilustrasi.

BRUSSELS, DDTCNews - EU Tax Observatory memperkirakan kehadiran pajak minimum global Pilar 2: Global Anti Base Erosion (GloBE) tidak akan memberikan tambahan penerimaan pajak yang signifikan.

Lewat laporannya yang bertajuk Global Tax Evasion Report 2024, EU Tax Observatory memandang terdapat beragam kesepakatan yang dicapai oleh Inclusive Framework pada Pilar 2 yang justru memperlemah desain pajak minimum global.

"Desain pajak minimum global telah diperlemah secara drastis karena banyaknya celah hukum. Dengan desain saat ini, pajak minimum global hanya akan menghasilkan tambahan penerimaan sebesar 4,8% dari total penerimaan PPh badan global saat ini," tulis EU Tax Observatory dalam laporannya, dikutip Jumat (3/11/2023).

Baca Juga:
Peta Aksesi Keanggotaan OECD Terbit, Pemerintah RI Siap Lakukan Ini

Potensi penerimaan dari pajak minimum global menjadi lebih rendah dari yang seharusnya karena adanya substance based income exclusion sebesar 8% dari nilai aktiva tetap dan 10% dari biaya gaji, perlakuan khusus terhadap refundable tax credit, dan dikecualikannya perusahaan AS dari ketentuan pajak minimum hingga 2026.

Menurut EU Tax Observatory, kehadiran substance based income exclusion memungkinkan perusahaan untuk membayar pajak dengan tarif efektif di bawah 15% sepanjang memiliki aktivitas ekonomi substansial.

Substance based income exclusion justru mendorong perusahaan untuk memindahkan produksinya ke negara dengan tarif pajak rendah. Dengan demikian, race to the bottom diekspektasikan akan tetap terjadi.

Baca Juga:
Reformasi Pajak, Menkeu Jamin Komitmen Adopsi Standar Pajak Global

"Jika perusahaan memindahkan aktivitas produksinya ke negara dengan tarif pajak rendah, tidak ada batas minimal mengenai jumlah pajak yang seharusnya dibayar. Tarif berapapun, bahkan 0%, dapat diterima," tulis EU Tax Observatory.

Selanjutnya, perlakuan khusus terhadap refundable tax credit juga memberi ruang terhadap perusahaan multinasional untuk membayar pajak di bawah 15%. Pasalnya, Pilar 2 memperlakukan refundable tax credit sebagai penambah GloBE income, bukan pengurang covered taxes.

Menurut EU Tax Observatory, perlakuan khusus atas refundable tax credit akan mendorong yurisdiksi suaka pajak untuk memberikan fasilitas berupa kredit pajak kepada perusahaan multinasional. Dengan demikian, perusahaan multinasional yang berlokasi di negara suaka pajak bisa membayar pajak dengan tarif efektif di bawah 15% tanpa menimbulkan pengenaan top-up tax oleh yurisdiksi lain.

Baca Juga:
Indonesia Ingin Jadi Anggota OECD, DJP: Prosesnya Sudah On Track

"Celah ini berisiko memunculkan persaingan insentif kredit pajak. Hal ini tidak jauh berbeda dibandingkan dengan kompetisi tarif pajak yang terjadi sejak 1980-an hingga saat ini," tulis EU Observatory.

Terakhir, perusahaan multinasional AS dikecualikan dari penerapan undertaxed payment rule (UTPR) setidaknya hingga 2026. "Yurisdiksi lain tidak diizinkan untuk memungut kekurangan pembayaran pajak dari perusahaan multinasional AS setidaknya hingga 2026," tulis EU Tax Observatory.

Menurut EU Tax Observatory, bila celah-celah hukum di atas dihapuskan dan tarif pajak minimum global ditingkatkan dari 15% menjadi 20%, tambahan penerimaan pajak secara global diperkirakan mencapai 16,7% dari total PPh badan global saat ini.

Untuk diketahui, ketentuan pajak minimum global sebagaimana dimaksud dalam Pilar 2 berlaku terhadap perusahaan multinasional dengan pendapatan di atas €750 juta per tahun. Indonesia sendiri berencana untuk mengadopsi Pilar 2 dan menerapkan income inclusion rule (IIR) sekaligus qualified domestic minimum top-up tax (QDMTT) mulai tahun depan. (sap)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Minggu, 28 April 2024 | 14:30 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Peta Aksesi Keanggotaan OECD Terbit, Pemerintah RI Siap Lakukan Ini

Jumat, 26 April 2024 | 17:30 WIB REFORMASI PAJAK

Reformasi Pajak, Menkeu Jamin Komitmen Adopsi Standar Pajak Global

Jumat, 26 April 2024 | 14:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Indonesia Ingin Jadi Anggota OECD, DJP: Prosesnya Sudah On Track

Kamis, 25 April 2024 | 13:00 WIB KEANGGOTAAN OECD

OECD Rilis Roadmap Aksesi, Ada 8 Prinsip Pajak yang Perlu Diadopsi RI

BERITA PILIHAN
Selasa, 30 April 2024 | 16:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Pekerja Migran Perlu Pahami Aturan Barang Kiriman Agar Bebas Bea Masuk

Selasa, 30 April 2024 | 15:55 WIB KANWIL DJP JAKARTA BARAT

DJP Jakbar: Penerimaan Pajak Konstruksi dan Real Estat Tumbuh 25,5%

Selasa, 30 April 2024 | 15:47 WIB PERMENDAG 7/2024

Pemerintah Resmi Hapus Batasan Barang Bawaan dari Luar Negeri

Selasa, 30 April 2024 | 15:30 WIB PENERIMAAN CUKAI

Setoran Cukai Minuman Alkohol Tumbuh 6,58 Persen pada Kuartal I/2024

Selasa, 30 April 2024 | 15:09 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Gagal Submit SPT-Y? DJP Tawarkan Cara Ini

Selasa, 30 April 2024 | 14:01 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Jangan Telat! Pemberitahuan Perpanjangan SPT Badan Maksimal 30 April

Selasa, 30 April 2024 | 14:00 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Catat! 9 Kelompok Barang Kiriman Ini Kena Bea Masuk 15 - 30 Persen

Selasa, 30 April 2024 | 13:45 WIB PROVINSI KEPULAUAN RIAU

Belum Ada Pemutihan Pajak Kendaraan di Daerah Ini dalam Waktu Dekat