JAKARTA, DDTCNews - Otoritas pajak Korea Selatan, National Tax Service (NTS), mengungkapkan kendala perpajakan yang dihadapi oleh perusahaan Korea Selatan di Indonesia.
Sebelum bertemu dengan Dirjen Pajak Bimo Wijayanto dalam 12th Korea-Indonesia Commissioners’ Meeting, Komisioner NTS Lim Kwanghyun terlebih dahulu menggelar pertemuan dengan perusahaan Korea Selatan di Indonesia.
Dalam pertemuan tersebut, terungkap salah kendala perpajakan yang dihadapi oleh perusahaan Korea Selatan di Indonesia adalah keterlambatan pencairan restitusi PPN.
"Lim mendengarkan kendala pajak yang dihadapi oleh bisnis Korea Selatan, termasuk keterlambatan restitusi PPN, dan membahas langkah-langkah praktis untuk mendukung operasional mereka," tulis NTS dalam keterangan resminya, dikutip pada Sabtu (13/12/2025).
Kendala-kendala yang dihadapi oleh perusahaan Korea Selatan tersebut langsung disampaikan oleh Lim kepada Bimo.
"Dalam commissioners' meeting, Lim langsung menyampaikan kendala yang ada kepada Bimo dan menyerukan dukungan aktif otoritas pajak untuk perusahaan-perusahaan Korea Selatan," ungkap NTS.
Pada saat yang sama, Lim juga mendorong pemanfaatan mutual agreement procedure (MAP) guna menyelesaikan masalah pemajakan berganda antara Korea Selatan dan Indonesia secara cepat dan efisien.
"Kepala kedua otoritas pajak sepakat untuk terus mengadakan commissioners' meeting dan working-level exchanges secara berkala guna memperkuat kerja sama bilateral," tulis NTS.
Sebagai informasi, pengusaha kena pajak (PKP) berhak memperoleh restitusi dalam hal pajak masukan yang dapat dikreditkan ternyata lebih besar dibandingkan dengan pajak keluaran.
Restitusi berdasarkan pemeriksaan dapat diajukan oleh PKP pada akhir tahun buku. Sesuai Pasal 17B UU KUP, surat ketetapan pajak (SKP) atas permohonan restitusi berdasarkan pemeriksaan harus diterbitkan maksimal 12 bulan sejak surat permohonan diterima lengkap.
PKP memiliki opsi untuk mengajukan restitusi dipercepat bila yang bersangkutan adalah wajib pajak kriteria tertentu berdasarkan Pasal 17C UU KUP, wajib pajak persyaratan tertentu berdasarkan Pasal 17D UU KUP, dan PKP berisiko rendah berdasarkan Pasal 9 ayat (4c) UU PPN.
PKP yang mengajukan restitusi dipercepat akan diterbitkan surat keputusan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak (SKPPKP) setelah dilakukannya penelitian maksimal selama 1 bulan sejak permohonan restitusi dipercepat diterima lengkap.
Pada Januari hingga Oktober 2025, restitusi yang sudah dicairkan oleh DJP tercatat mencapai Rp340,52 triliun atau tumbuh 36,4% bila dibandingkan dengan restitusi pada periode yang sama tahun sebelumnya.
Jumlah restitusi di atas terdiri atas restitusi PPh badan senilai Rp93,8 triliun dan restitusi PPN senilai Rp238,86 triliun. Restitusi PPh tercatat tumbuh sebesar 80%, sedangkan restitusi PPN bertumbuh sebesar 23,9%. (dik)
