KAMUS PAJAK

Apa Itu Alternatif Penyelesaian Sengketa Pajak atau ADR?

Nora Galuh Candra Asmarani | Rabu, 20 April 2022 | 18:00 WIB
Apa Itu Alternatif Penyelesaian Sengketa Pajak atau ADR?

SENGKETA pajak merupakan hal yang sulit dihindari dalam sistem pajak suatu negara. Umumnya, sengketa pajak terjadi ketika ada pelaksanaan pemungutan pajak yang tidak sesuai dengan ketentuan perpajakan.

Hal tersebut memicu perbedaan penghitungan pajak atau perbedaan interpretasi aturan antara wajib pajak dan otoritas pajak sehingga timbul sengketa. Dalam perkembangannya, persoalan sengketa pajak menjadi lebih rumit ketika terjadi penumpukan kasus di Pengadilan Pajak.

Terlebih, perubahan kebijakan pajak yang masif, baik secara global maupun domestik, berpotensi makin menimbulkan sengketa pajak karena dipicu adanya perbedaan interpretasi. Guna mengatasi sengketa pajak yang terjadi, mekanisme penyelesaian sengketa pajak menjadi salah satu elemen penting yang dibutuhkan.

Baca Juga:
Digitalisasi Sistem Pajak, Filipina Minta Dukungan World Bank dan ADB

Umumnya, penyelesaian sengketa pajak dapat dilakukan melalui pengadilan dengan mengikuti proses banding dan kemudian peninjauan kembali. Namun, dalam beberapa kasus, pihak yang bersengketa tidak merasa puas atas hasil putusan pengadilan dan/atau kerja dari penasihat hukumnya (Jerosimic, 2010).

Alhasil, para pihak membutuhkan alternatif lain yang lebih menguntungkan dalam penyelesaian sengketa. Alternatif itu di antaranya dengan menempuh kesepakatan melalui alternatif penyelesaian sengketa pajak (alternative dispute resolution). Lantas, apa itu alternative dispute resolution?

Definisi
SECARA ringkas, Garner (2009) dan Mnookin (1998) mendefinisikan alternative dispute resolution (ADR) sebagai suatu prosedur penyelesaian sengketa pajak dengan cara selain litigasi.

Baca Juga:
Cara Buat Kode Billing atas Pemotongan PPh Final UMKM

Sementara itu, Brown, et al. (1986) menyatakan istilah ADR sering kali digunakan untuk menggambarkan berbagai mekanisme penyelesaian sengketa yang dianggap sebagai alternatif dari proses pengadilan yang secara umum dikenal.

Menurut Brown, istilah ADR dapat merujuk kepada banyak mekanisme, mulai dari negosiasi penyelesaian sengketa yang difasilitasi sebelum para pihak menempuh beberapa proses hukum lainnya hingga sistem arbitrase atau kuasi pengadilan yang terlihat serupa dengan proses ruang sidang.

Perlu dipahami, penerapan ADR tidak boleh dijadikan saluran untuk melonggarkan kepatuhan terhadap hukum yang berlaku (Thuronyi, 1998). Namun, penerapan ADR dapat menjadi sebuah solusi yang lebih efisien bagi kedua belah pihak yang bersengketa.

Baca Juga:
Jelang Implementasi Coretax, DJP Bakal Uji Coba dengan Beberapa WP

Bentuk-Bentuk ADR
BANYAK negara di dunia yang telah mencoba mengembangkan alternatif penyelesaian sengketa pajak sebagai upaya mengurangi derasnya arus perkara yang masuk pengadilan. Bentuk ADR yang paling banyak dikenal adalah arbitrase, mediasi, konsiliasi, konsultasi, dan negosiasi.

Berikut uraian mengenai masing-masing bentuk ADR:

  1. Konsultasi

Konsultasi merupakan tindakan yang bersifat personal antara suatu pihak tertentu dan pihak lain yang merupakan konsultan, yaitu pihak konsultan memberikan pendapatnya kepada klien sesuai dengan keperluan dan kebutuhan kliennya.

Baca Juga:
Tak Ada Lagi Pemutihan Denda, WP Diminta Patuh Bayar Pajak Kendaraan
  1. Negosiasi

Tidak seperti model ADR lain yang melibatkan pihak ketiga, proses ADR yang dilakukan melalui negosiasi hanya melibatkan para pihak yang bersengketa. Negosiasi dapat dipahami sebagai upaya penyelesaian sengketa antara dua pihak tanpa melalui proses peradilan dengan tujuan mencapai kesepakatan bersama.

  1. Konsiliasi

Proses konsiliasi dilaksanakan dengan bantuan pihak ketiga yang disebut dengan konsiliator. Dalam konsiliasi, konsiliator bersifat aktif dan dapat memberikan anjuran langkah-langkah penyelesaian sengketa.

Konsiliator dapat diminta oleh para pihak untuk menyatakan pendapat tentang cara terbaik untuk menyelesaikan sengketa dan menyarankan persyaratan penyelesaian yang dirundingkan.

Baca Juga:
Politisasi Bansos saat Pemilu Tak Terbukti, Jokowi Ingatkan Persatuan

Para pihak juga dapat meminta konsiliator untuk membuat rekomendasi atau temuan yang tidak mengikat atas perselisihan, berdasarkan fakta dan masalah hukum yang terjadi. Ini dilakukan ketika para pihak yang bersengketa tidak dapat mencapai kesepakatan.

  1. Mediasi

Mediasi dilakukan dengan difasilitasi oleh pihak ketiga yang netral dan/atau oleh ahli yang disebut mediator. Tujuan dari mediasi adalah mencari solusi atas sengketa yang ada sehingga memungkinkan para pihak untuk melanjutkan kerja sama.

Dalam proses mediasi, mediator akan memandu jalannya diskusi antara para pihak yang bersengketa. Mediator akan mendukung para pihak untuk memahami sengketa dan memberikan kesempatan bagi para pihak yang bersengketa untuk menemukan pilihan mereka sendiri sebagai resolusi bersama.

Baca Juga:
World Book Day, Ini 3 Ketentuan Fasilitas Perpajakan untuk Buku

Dalam implementasinya, mediator menguraikan kelebihan dan kekurangan solusi yang ada dan menawarkan pendapat serta rekomendasi. Namun, mediator tidak memiliki kewenangan untuk memaksakan keputusan atau tindakan lainnya kepada para pihak.

  1. Arbitrase

Melalui arbitrase, pihak ketiga yang netral—disebut arbiter—berfungsi sebagai hakim yang memutuskan sengketa antara para pihak. Tidak seperti hakim pada pengadilan umum, arbiter biasanya merupakan pihak yang dipilih langsung oleh para pihak.

Pihak yang dipilih sebagai arbiter biasanya memiliki keahlian khusus pada bidang yang berkaitan dengan objek sengketa. Dalam proses arbitrase, hukum acara yang berlaku akan ditetapkan oleh para pihak yang bersengketa.

Baca Juga:
Apresiasi 57 WP Prominen, Kanwil Jakarta Khusus Gelar Tax Gathering

Selanjutnya, kedua belah pihak yang bersengketa diberikan kesempatan untuk menyajikan bukti dan argumentasi. Adapun putusan dari arbiter bersifat final dan mengikat.

Tulisan ini disadur dari salah satu bab Buku Desain Sistem Perpajakan Indonesia: Tinjauan atas Konsep Dasar dan Pengalaman Internasional. Buku setebal 629 halaman ini disusun oleh para periset DDTC Fiscal Research and Advisory (FRA).

Buku ini disunting langsung oleh Managing Partner DDTC Darussalam, Senior Partner DDTC Danny Septriadi, serta Partner of Fiscal Research and Advisory DDTC B. Bawono Kristiaji. Simak “Bagaimana Meramu Sistem Perpajakan yang Ideal? Baca Buku Baru DDTC Ini” (rig)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 23 April 2024 | 17:30 WIB TIPS PAJAK

Cara Buat Kode Billing atas Pemotongan PPh Final UMKM

Selasa, 23 April 2024 | 17:15 WIB REFORMASI PAJAK

Jelang Implementasi Coretax, DJP Bakal Uji Coba dengan Beberapa WP

Selasa, 23 April 2024 | 17:00 WIB PROVINSI JAWA TENGAH

Tak Ada Lagi Pemutihan Denda, WP Diminta Patuh Bayar Pajak Kendaraan

BERITA PILIHAN
Selasa, 23 April 2024 | 17:30 WIB TIPS PAJAK

Cara Buat Kode Billing atas Pemotongan PPh Final UMKM

Selasa, 23 April 2024 | 17:15 WIB REFORMASI PAJAK

Jelang Implementasi Coretax, DJP Bakal Uji Coba dengan Beberapa WP

Selasa, 23 April 2024 | 17:00 WIB PROVINSI JAWA TENGAH

Tak Ada Lagi Pemutihan Denda, WP Diminta Patuh Bayar Pajak Kendaraan

Selasa, 23 April 2024 | 16:55 WIB PERATURAN PERPAJAKAN

Aturan Penyelesaian BKC yang Dirampas, Dikuasai, dan Jadi Milik Negara

Selasa, 23 April 2024 | 16:00 WIB HARI BUKU SEDUNIA

World Book Day, Ini 3 Ketentuan Fasilitas Perpajakan untuk Buku

Selasa, 23 April 2024 | 15:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Apresiasi 57 WP Prominen, Kanwil Jakarta Khusus Gelar Tax Gathering

Selasa, 23 April 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Barang Bawaan dari Luar Negeri yang Perlu Diperiksa via Jalur Merah

Selasa, 23 April 2024 | 14:49 WIB PAJAK PENGHASILAN

Ingat, PTKP Disesuaikan Keadaan Sebenarnya Tiap Awal Tahun Pajak