Tampilan depan DJP Online.
JAKARTA, DDTCNews – Selain denda, sanksi bunga berisiko dikenakan terhadap wajib pajak yang terlambat menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan pajak penghasilan (PPh).
Risiko itu muncul jika ada kekurangan pembayaran pajak terutang. Sesuai dengan Pasal 9 ayat (2) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP), kekurangan yang terutang berdasarkan SPT Tahunan PPh harus dibayar lunas sebelum SPT PPh disampaikan.
“Atas pembayaran atau penyetoran pajak … yang dilakukan setelah tanggal jatuh tempo penyampaian SPT Tahunan, dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar tarif bunga per bulan yang ditetapkan oleh menteri keuangan,” bunyi penggalan Pasal 9 ayat (2b), dikutip pada Selasa (10/5/2022).
Bunga dihitung mulai dari berakhirnya batas waktu penyampaian SPT Tahunan sampai dengan pembayaran. Sanksi administrasi berupa bunga tersebut dikenakan paling lama 24 bulan serta bagian dari bulan dihitung penuh 1 bulan.
Tarif bunga per bulan yang ditetapkan menteri keuangan dihitung berdasarkan suku bunga acuan ditambah 5% dan dibagi 12 yang berlaku pada tanggal dimulainya penghitungan sanksi. Simak perkembangan tarif bunga per bulan di sini.
Adapun sesuai dengan ketentuan Pasal 7 ayat (1) UU KUP, penyampaian SPT yang terlambat akan dikenai sanksi administrasi berupa denda. Untuk SPT Tahunan PPh orang pribadi, denda dipatok senilai Rp100.000. Untuk SPT Tahunan PPh badan dipatok Rp1 juta.
Pembayaran sanksi administrasi tersebut tidak bisa langsung dilakukan oleh wajib pajak. Pembayaran dilakukan setelah wajib pajak mendapatkan Surat Tagihan Pajak (STP) dari Ditjen Pajak (DJP).
“Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar …, yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, harus dilunasi dalam jangka waktu 1 bulan sejak tanggal diterbitkan,” bunyi penggalan Pasal 9 ayat (3). (kaw)