PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (8)

Tata Cara Penggunaan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak

Awwaliatul Mukarromah
Senin, 08 Oktober 2018 | 18.53 WIB
Tata Cara Penggunaan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak

SETIAP penyerahan barang kena pajak (JKP) atau jasa kena pajak (JKP) yang terutang pajak pertambahan nilai (PPN) wajib dibuatkan faktur pajak.

Dari definisinya, faktur pajak adalah bukti pungutan pajak yang diterbitkan oleh pengusaha kena pajak (PKP) yang melakukan penyerahan BKP atau JKP. Artinya, jika belum dikukuhkan sebagai PKP, wajib pajak tidak dapat menerbitkan faktur pajak.

Hal ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 tahun 2009 (UU PPN dan PPnBM).

Sesuai dengan Pasal 13 ayat 5 UU PPN dan PPnBM, syarat minimal yang harus diperhatikan dalam membuat faktur pajak adalah dengan mencantumkan data-data sebagai berikut:

  1. Nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) yang menyerahkan BKP atau JKP;
  2. Nama, alamat, dan NPWP pembeli BKP atau penerima JKP;
  3. Jenis barang atau jasa, jumlah harga jual atau penggantian, dan potongan harga;
  4. PPN yang dipungut;
  5. PPnBM yang dipungut;
  6. Kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan faktur pajak; dan
  7. Nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani faktur pajak.

Kapan Faktur Pajak Harus Dibuat?

Penjelasan terkait tata cara pembuatan dan tata cara pembetulan atau penggantian faktur pajak lebih lanjut diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 151/PMK.03/2013 (PMK 151/2013).

Sementara itu, untuk melaksanakan PMK 151/2013, ditetapkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2012 mengenai bentuk, ukuran, tata cara pengisian keterangan, prosedur pemberitahuan dalam rangka pembuatan, tata cara pembetulan atau penggantian, dan tata cara pembatalan faktur pajak sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-17/PJ/2014.

Disebutkan dalam Pasal 3 PMK 151/2013 bahwa PKP wajib membuat faktur pajak pada:

  1. Saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan BKP dan/atau sebelum penyerahan JKP;
  2. Saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan; atau
  3. Saat lain yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan tersendiri.

Faktur pajak yang diterbitkan oleh PKP setelah jangka waktu 3 bulan sejak saat faktur pajak seharusnya dibuat, dianggap tidak menerbitkan faktur pajak.

Atas faktur pajak yang cacat, atau rusak, atau salah dalam pengisian, atau penulisan, atau yang hilang, PKP yang menerbitkan faktur pajak tersebut dapat membuat faktur pajak pengganti.

PKP akan dikenai sanksi administrasi sebesar 2% dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP) apabila tidak membuat faktur pajak, tidak mengisi faktur pajak secara lengkap, dan melaporkan faktur pajak tidak sesuai dengan masa penerbitan faktur pajak.

Faktur Pajak Gabungan

Untuk meringankan beban administrasi dalam membuat faktur pajak, PKP diperkenankan untuk satu faktur pajak untuk seluruh transaksi dalam satu bulan kalender yang disebut dengan faktur pajak gabungan.

Faktur pajak gabungan merupakan faktur pajak yang meliputi seluruh penyerahan yang dilakukan kepada pembeli BKP atau penerima JKP yang sama selama 1 (satu) bulan kalender. Definisi ini diterangkan dalam Pasal 13 ayat 2 UU PPN dan PPnBM.

Sementara itu, berdasarkan Pasal 6 PMK 151/2013 faktur pajak gabungan harus dibuat paling lama pada akhir bulan penyerahan BKP atau JKP.

Contoh:

PT Aramis memesan 100 unit komputer kepada PT Alaska. PT Alaska menyerahkannya secara berkala, tanggal 1, 5, 13, 23, 28, 29, 31 Agustus 2018. Namun, sampai dengan tanggal 31 Agustus 2018, PT Alaska belum menerima pembayaran dari PT Aramis. Pada tanggal berapa PT. Alaska dapat menerbitkan faktur pajak?

Jawaban:

31 Agustus 2018. Sesuai dengan ketentuan Pasal 2 ayat (2a) UU No. 42 Tahun 2009, Pengusaha Kena Pajak diperkenankan untuk membuat faktur pajak yang meliputi seluruh penyerahan yang sama selama satu bulan kalender, paling lama pada akhir bulan penyerahan.

Dokumen Tertentu yang Kedudukannya Dipersamakan dengan Faktur Pajak

Direktur Jenderal (Ditjen) Pajak menetapkan dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan faktur pajak. Ketentuan mengenai dokumen yang dipersamakan dengan faktur pajak ini ditetapkan dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-10/PJ/2010 tentang Dokumen Tertentu yang Kedudukannya Dipersamakan dengan Faktur Pajak sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-33/PJ/2014.

Dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan faktur Ppajak adalah: 

  1. Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) yang telah diberikan persetujuan ekspor oleh pejabat yang berwenang dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan dilampiri dengan invoice yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan PEB tersebut;
  2. Surat Perintah Penyerahan Barang (SPPB) yang dibuat/dikeluarkan oleh BULOG/DOLOG untuk penyaluran tepung terigu;
  3. Paktur Nota Bon Penyerahan (PNBP) yang dibuatkan/dikeluarkan oleh PERTAMINA untuk penyerahan Bahan Bakar Minyak dan/atau bukan Bahan Bakar Minyak;
  4. Bukti tagihan atas penyerahan jasa telekomunikasi oleh perusahaan telekomunikasi;
  5. Tiket, tagihan Surat Muatan Udara (Airway Bill, atau Delivery Bill, yang dibuat/dikeluarkan untuk penyerahan jasa angkutan udara dalam negeri;
  6. Nota Penjualan Jasa yang dibuat/dikeluarkan untuk penyerahan jasa kepelabuhanan;
  7. Bukti tagihan atas penyerahan listrik oleh perusahaan Iistrik;
  8. Pemberitahuan Ekspor JKP/BKP Tidak Berwujud yang dilampiri dengan invoiceyang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan Pemberitahuan Ekspor JKP/BKP Tidak Berwujud, untuk ekspor JKP/BKP Tidak Berwujud;
  9. Pemberitahuan Impor Barang (PIB) yang mencantumkan identitas pemilik barang berupa nama, alamat dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan dilampiri dengan Surat Setoran Pajak (SSP), Surat Setoran Pabean, Cukai dan Pajak (SSPCP), dan/atau bukti pungutan pajak oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai  yang mencantumkan identitas pemilik barang berupa nama, alamat dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan PIB tersebut, untuk impor BKP;
  10. SSP untuk pembayaran PPN atas pemanfaatan BKP tidak berwujud atau JKP dari luar Daerah Pabean;
  11. Bukti tagihan atas penyerahan BKP dan/atau JKP oleh Perusahaan Air Minum;
  12. Bukti tagihan (Trading Confirmation) atas penyerahan JKP oleh perantara efek;
  13. Bukti tagihan atas penyerahan JKP oleh perbankan; dan
  14. SSP untuk pembayaran PPN atas penyerahan BKP melalui juru lelang disertai dengan Risalah Lelang.

Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak

Ketentuan pemberian kode dan nomor faktur pajak mengacu pada PER-24/PJ/2012 jo PER-17/PJ/2014. Pengusaha tidak boleh sembarangan membuat faktur pajak dan menentukan sendiri nomor faktur pajak. Faktur pajak harus menggunakan kode dan nomor seperti yang ditentukan oleh peratuaran tersebut.

Format kode dan nomor seri faktur pajak terdiri dari 16 digit, yaitu:

  • 2 (dua) digit pertama adalah kode transaksi;
  • 1 (satu) digit berikutnya adalah kode status; dan
  • 13 (tiga belas) digit berikutnya adalah nomor seri faktur pajak.

Tata Cara Penggunaan Kode Transaksi pada Faktur Pajak

Dua digit pertama merupakan kode faktur pajak. Kode ini ditentukan oleh pengusaha tetapi mengacu pada kode yang sudah ditentukan. Berikut penjelasannya:

  • Kode Faktur Pajak 01

Kode faktur pajak 01 digunakan untuk penyerahan BKP dan/atau JKP yang terutang PPN dan PPN-nya dipungut oleh PKP penjual yang melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP.

  • Kode Faktur Pajak 02

Kode faktur pajak 02 digunakan untuk penyerahan BKP dan/ atau JKP kepada Pemungut PPN Bendahara Pemerintah yang PPN-nya dipungut oleh Pemungut PPN Bendahara Pemerintah.

  • Kode Faktur Pajak 03

Kode faktur pajak 03 digunakan untuk penyerahan BKP dan/atau JKP kepada Pemungut PPN Lainnya (selain Bendahara Pemerintah) yang PPN-nya dipungut oleh Pemungut PPN Lainnya (selain Bendahara Pemerintah) .

Pemungut PPN Lainnya selain Bendahara Pemerintah, dalam hal ini adalah Kontraktor Kontrak Kerja Sama Pengusahaan Minyak dan Gas, Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin Pengusahaan Sumber Daya Panas Bumi, Badan Usaha Milik Negara atau Wajib Pajak lainnya yang ditunjuk sebagai Pemungut PPN, termasuk perusahaan yang tunduk terhadap Kontrak Karya Pertambangan yang di dalam kontrak tersebut secara lex specialist ditunjuk sebagai Pemungut PPN.

Peraturan Menteri Keuangan nomor 73/PMK.03/2010 menunjuk Kontraktor Kontrak Kerja Sama Pengusahaan Minyak Dan Gas Bumi (KKKS Migas) dan Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin Pengusahaan Sumber Daya Panas Bumi untuk memungut, menyetor, dan melaporkan PPN atau PPN dan PPnBM.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 37/PMK.03/2015 menunjuk Badan Usaha Tertentu sebagai pemungut PPN atau PPN dan PPN, yaitu:

  1. badan usaha milik negara yang dilakukan restrukturisasi oleh Pemerintah setelah berlakunya Peraturan Menteri ini, dan restrukturisasi tersebut dilakukan melalui pengalihan saham milik negara kepada badan usaha milik negara lainnya;
  2. badan usaha yang bergerak di bidang pupuk, yang telah dilakukan restrukturisasi oleh Pemerintah yaitu PT Pupuk Sriwidjaja Palembang, PT Petrokimia Gresik, PT Pupuk Kujang, PT Pupuk Kalimantan Timur, dan PT Pupuk Iskandar Muda;
  3. badan usaha tertentu yang dimiliki secara langsung oleh badan usaha milik negara yaitu PT Telekomunikasi Selular, PT Indonesia Power, PT Pembangkitan Jawa-Bali, PT Semen Padang, PT Semen Tonasa, PT Elnusa Tbk, PT Krakatau Wajatama, PT Rajawali Nusindo, PT Wijaya Karya Beton Tbk, PT Kimia Farma Apotek, PT Badak Natural Gas Liquefaction, PT Kimia Farma Trading & Distribution, PT Tambang Timah, PT Terminal Petikemas Surabaya, PT Indonesia Comnets Plus, Bank Syariah Mandiri, Bank BRI Syariah, dan Bank BNI Syariah.
  • Kode Faktur Pajak 04

Kode faktur pajak 04 digunakan untuk penyerahan BKP dan/ atau JKP yang menggunakan DPP Nilai Lain yang PPN-nya dipungut oleh PKP Penjual yang melakukan penyerahan BKP dan/ atau JKP.

Ada 13 DPP Nilai Lain, yaitu:

  1. pemakaian sendiri BKP dan atau JKP, yaitu Harga Jual atau Penggantian setelah dikurangi laba kotor;
  2. pemberian cuma-cuma BKP dan atau JKP, yaitu Harga Jual atau Penggantian setelah dikurangi laba kotor;
  3. penyerahan Film Cerita Impor oleh importir kepada Pengusaha Bioskop, yaitu sebesar Rp12.000.000,00 per copy Film Cerita Impor;
  4. pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean berupa Film Cerita Impor, yaitu sebesar Rp12.000.000,00 per copy Film Cerita Impor;
  5. penyerahan produk hasil tembakau, yaitu Harga Jual Eceran Hasil Tembakau untuk penyerahan Hasil Tembakau; atau Harga Jual Eceran Hasil Tembakau untuk jenis dan merek yang sama, yang dijual untuk umum setelah dikurangi laba bruto untuk penyerahan Hasil Tembakau yang diberikan secara cuma-cuma;
  6. penyerahan jasa biro perjalanan atau jasa biro pariwisata, yaitu 10% (sepuluh persen) dari jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih;
  7. jasa pengiriman paket, yaitu 10% (sepuluh persen) dari jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih;
  8. penyerahan Barang Kena Pajak dari Pusat ke Cabang atau sebaliknya dan penyerahan Barang Kena Pajak antar cabang, yaitu HPP atau Harga Perolehan;
  9. penyerahan Barang Kena Pajak melalui juru lelang, yaitu harga lelang;
  10. Penyerahan BKP melalui Pedagang Perantara, yaitu harga yang disepakati antara pedagang perantara dengan pembeli;
  11. penyerahan jasa pengurusan transportasi (freight forwarding) yang di dalam tagihan jasa pengurusan transportasi tersebut terdapat biaya transportasi (freight charges), yaitu 10% (sepuluh persen) dari jumlah yang ditagih atau seharusnya ditagih;
  12. penyerahan Emas Perhiasan dan / atau jasa yang terkait dengan Emas Perhiasan oleh Pengusaha Emas Perhiasan, yaitu 20% x harga jual Emas Perhiasan atau nilai penggantian;
  13. penyerahan pupuk tertentu untuk sektor pertanian, yaitu Nilai Lain atas bagian harga pupuk tertentu yang disubsidi termasuk PPN adalah nilai berupa uang yang dihitung dengan formula 100/110 (seratus per seratus sepuluh) dari jumlah pembayaran subsidi. Atau Nilai Lain atas bagian harga pupuk tertentu yang bagian harganya tidak disubsidi adalah nilai berupa uang yang dihitung dengan formula 100/110 (seratus per seratus sepuluh) dari harga eceran tertinggi (HET).
  • Kode Faktur Pajak 05

Kode ini tidak digunakan.

  • Kode Faktur Pajak 06

Kode faktur pajak 06 digunakan untuk penyerahan lainnya yang PPN-nya dipungut oleh PKP Penjual yang melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP, dan penyerahan kepada orang pribadi pemegang paspor luar negeri (turis asing) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16E UU PPN dan PPnBM.

Kode ini digunakan atas penyerahan BKP dan/ atau JKP selain jenis penyerahan pada kode 01 sampai dengan kode 04 dan penyerahan BKP kepada orang pribadi pemegang paspor luar negeri (turis asing), antara lain:

  1. Penyerahan yang menggunakan tarif selain 10%.
  2. Penyerahan hasil tembakau yang dibuat di dalam negeri oleh Pengusaha Pabrik hasil tembakau atau hasil tembakau yang dibuat di luar negeri oleh importir hasil tembakau dengan mengacu pada ketentuan yang diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 62/KMK.03/ 2002 tentang Dasar. Penghitungan, Pemungutan dan Penyetoran PPN atas Penyerahan Hasil Tembakau.
  3. Penyerahan BKP kepada orang pribadi pemegang paspor luar negeri (turis asing) oleh PKP Toko Retail yang ditunjuk, terkait dengan penerbitan faktur pajak khusus.
  • Kode Faktur Pajak 07

Kode faktur pajak 07 digunakan untuk penyerahan BKP dan/atau JKP yang mendapat fasilitas PPN Tidak Dipungut atau Ditanggung Pemerintah (DTP).

Kode ini digunakan atas penyerahan yang mendapat fasilitas PPN Tidak Dipungut atau Ditanggung Pemerintah (DTP), berdasarkan peraturan khusus yang berlaku, antara lain:

  1. ketentuan yang mengatur mengenai bea masuk, bea masuk tambahan, PPN dan PPnBM dan PPh dalam Rangka Pelaksanaan Proyek Pemerintah yang Dibiayai dengan Dana Pinjaman/Hibah Luar Negeri.
  2. ketentuan yang mengatur mengenai Perlakuan Perpajakan bagi PKP Berstatus Entrepot Produksi Tujuan Ekspor (EPTE) dan Perusahaan Pengolahan di Kawasan Berikat (KB).
  3. ketentuan yang mengatur mengenai Tempat Penimbunan Berikat.
  4. ketentuan yang mengatur mengenai Perlakuan Perpajakan di Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu.
  5. ketentuan yang mengatur mengenai Perlakuan PPN atas Penyerahan Avtur Untuk Keperluan Penerbangan Internasional.
  6. ketentuan yang mengatur mengenai Toko Bebas Bea.
  7. ketentuan yang mengatur mengenai PPN Ditanggung Pemerintah atas Penyerahan Bahan Bakar Nabati di Dalam Negeri.
  8. ketentuan yang mengatur mengenai Perlakuan Kepabeanan, Perpajakan, dan Cukai Serta Pengawasan atas dan Pengeluaran Barang ke dan dari Serta Berada di Kawasan yang Telah Ditunjuk Sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas.
  9. ketentuan yang mengatur mengenai Tata Cara Pengawasan, Pengadministrasian, Pembayaran, serta Pelunasan PPN dan/ atau PPnBM atas Pengeluaran dan/atau Penyerahan BKP dan/ atau JKP dari Kawasan Bebas ke Tempat Lain dalam Daerah Pabean dan Pemasukan dan/atau Penyerahan BKP dan/ atau JKP dari Tempat Lain dalam Daerah Pabean ke Kawasan Bebas.
  10. ketentuan yang mengatur mengenai Tata Cara Pemasukan dan Pengeluaran Barang ke dan dari Kawasan yang telah Ditunjuk Sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas.
  • Kode Faktur Pajak 08

Kode faktur pajak 08 digunakan untuk penyerahan BKP dan/ atau JKP yang mendapat fasilitas dibebaskan dari pengenaan PPN.

Kode ini digunakan atas penyerahan yang mendapat fasilitas dibebaskan dari pengenaan PPN berdasarkan peraturan khusus yang berlaku antara lain:

  1. Ketentuan yang mengatur mengenai Impor dan/ atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu dan/ atau Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu yang Dibebaskan dari Pengenaan PPN.
  2. Ketentuan yang mengatur mengenai Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis yang Dibebaskan dari Pengenaan PPN.
  3. Ketentuan yang mengatur mengenai pemberian pembebasan PPN dan/ atau PPnBM kepada Perwakilan Negara Asing dan Badan Internasional serta pejabatnya.
  • Kode Faktur Pajak 09

Kode faktur pajak 09 digunakan untuk penyerahan aktiva Pasal 16D yang PPN-nya dipungut oleh PKP penjual yang melakukan penyerahan BKP. BKP berupa persediaan dan/atau aktiva yang menurut tujuan semula tidak diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan wajib menggunakan DPP nilai harga pasar wajar.

Status Faktur Pajak

Kode Status, diisi dengan ketentuan sebagai berikut: 0 (nol) untuk status normal atau 1 (satu) untuk status penggantian. Dalam hal diterbitkan faktur pajak pengganti ke-2, ke-3, dan seterusnya maka kode status yang digunakan tetap kode status ‘1’.

Faktur pajak pengganti dibuat atas permintaan pembeli atau penerima JKP atau atas kemauan sendiri. Penjual atau pemberi JKP membuat faktur pajak Pengganti terhadap faktur pajak yang rusak, salah dalam pengisian, atau salah dalam penulisan.

Faktur pajak pengganti diisi berdasarkan keterangan yang seharusnya dan dilampiri dengan faktur pajak yang rusak, salah dalam pengisian atau salah dalam penulisan tersebut. Faktur pajak pengganti tetap menggunakan Nomor Seri Faktur Pajak yang sama dengan Nomor Seri Faktur Pajak yang diganti. Sedangkan tanggal faktur pajak pengganti diisi dengan tanggal pada saat faktur pajak Pengganti dibuat.

Penerbitan faktur pajak Pengganti harus dilaporkan pada Masa Pajak yang sama. Karena harus dilaporkan dengan masa pajak yang sama maka faktur pajak pengganti mengakibatkan adanya kewajiban untuk membetulkan SPT Masa PPN pada Masa Pajak terjadinya kesalahan pembuatan faktur pajak tersebut.

Perbedaan Faktur Pajak Pengganti dan Faktu Pajak Batal

Faktur pajak dibatalkan hanya dilakukan dalam hal telah terjadi pembatalan transaksi. Pembatalan transaksi harus didukung oleh bukti atau dokumen yang membuktikan bahwa telah terjadi pembatalan transaksi. Bukti dapat berupa pembatalan kontrak atau dokumen lain yang menunjukkan telah terjadi pembatalan transaksi.

Sedangkan faktur pajak diganti jika terdapat kerusakan faktur, salah dalam pengisian, atau salah dalam penulisan. Faktur pajak yang dibatalkan harus tetap diadministrasi (disimpan) oleh PKP penjual yang menerbitkan faktur pajak tersebut.

PKP Penjual yang membatalkan faktur pajak harus mengirimkan surat pemberitahuan dan salinan/copy dari faktur pajak yang dibatalkan ke KPP tempat PKP penjual dikukuhkan dan ke KPP tempat PKP pembeli dikukuhkan. Selain itu, baik faktur pajak pengganti maupun faktur pajak batal mengharuskan pembetulan SPT Masa PPN jika faktur pajak sudah dilaporkan.*

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.