BERITA PAJAK HARI INI

Sistem Administrasi Pajak yang Baru Bakal Diuji Coba Dulu oleh DJP

Redaksi DDTCNews | Kamis, 13 Juli 2023 | 09:53 WIB
Sistem Administrasi Pajak yang Baru Bakal Diuji Coba Dulu oleh DJP

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews - Sistem inti administrasi perpajakan (SIAP) atau coretax administration system (CTAS) baru akan diimplementasikan secara nasional pada Mei 2024. Rencana tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Kamis (13/7/2023).

Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Pengawasan Pajak Nufransa Wira Sakti mengatakan Ditjen Pajak (DJP) sedang melaksanakan pelatihan kepada pegawai menjelang penerapan CTAS. DJP juga akan melakukan uji coba di beberapa kantor wilayah (kanwil) terlebih dahulu.

“Sebelum dimulai secara nasional, SIAP akan diujicobakan di 3 Kanwil DJP. Nanti kami akan coba dan juga evaluasi. Mudah-mudahan Mei 2024 sudah ready dijalankan secara nasional,” ujar Nufransa, dikutip dari laman resmi Kemenkeu.

Baca Juga:
Aturan Bupot PPh 21 Instansi Pemerintah Diubah, Kini Ada Form 1721-A3

Saat ini, DJP tengah melaksanakan system integration test pada SIAP. Secara bersamaan, pelatihan juga dilaksanakan guna meningkatkan pemahaman pegawai DJP di seluruh kantor pelayanan pajak (KPP) dan kanwil atas SIAP.

Skema pelatihannya ialah melakukan pelatihan kepada master trainer, yaitu para calon trainer yang bakal disebar ke seluruh Indonesia untuk melatih second trainer. Nanti, second trainer inilah yang akan melatih seluruh pegawai DJP.

Nufransa mengatakan pada saat ini, DJP tengah melakukan pelatihan kepada master trainer, yaitu para calon trainer yang nanti akan disebar ke seluruh Indonesia untuk melatih second trainer. Nantinya, second trainer ini akan melatih seluruh pegawai DJP.

Baca Juga:
Cara Buat Bukti Potong PPh Final atas Hadiah Undian di DJP Online

Selain mengenai SIAP, masih ada pula ulasan terkait dengan perlakuan pajak penghasilan
(PPh) atas natura dan/atau kenikmatan. Kemudian, ada bahasan penerapan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha (PKKU).

Berikut ulasan berita perpajakan selengkapnya.

Pengawasan dan Pemeriksaan Pajak

Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Pengawasan Pajak Nufransa Wira Sakti mengatakan SIAP diharapkan mampu mewujudkan sistem informasi administrasi perpajakan yang lebih baik untuk optimalisasi pelayanan dan pengawasan perpajakan.

Dari sisi wajib pajak, SIAP akan memberikan manfaat berupa adanya akun wajib pajak pada portal DJP, layanan berkualitas, berkurangnya potensi sengketa, serta rendahnya biaya kepatuhan. Bagi DJP, akan ada berbagai macam aplikasi yang memudahkan pegawai dalam pengawasan dan pemeriksaan.

Baca Juga:
Mobil Listrik di IKN Bebas PPN Jika Diproduksi Lokal dan Penuhi TKDN

Menurut Nufransa, pengawasan kepada wajib pajak juga dapat dilakukan berdasarkan tingkat risikonya. Selain itu, lanjutnya, SIAP akan memetakan profil pegawai berdasarkan kemampuan atau pekerjaan yang telah dilakukannya.

"Hal itu diharapkan bisa meningkatkan kemampuan kita dalam mengawasi dan memeriksa. Tidak lagi berdasarkan senioritas atau pangkat, tetapi berdasarkan kemampuan dan kapabilitas dari masing-masing pegawai,” ujarnya. (DDTCNews)

Beban Pembuktian

Sebelum melakukan pengawasan dan pemeriksaan atas penerapan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha (PKKU) oleh wajib pajak, DJP harus terlebih dahulu membuktikan ketidakpatuhan wajib pajak dalam melaksanakan kewajibannya.

Baca Juga:
Ingat! WP Perlu Sertel Jika Ajukan Keberatan via e-Objection

Adapun kewenangan DJP untuk melakukan pengawasan dan pemeriksaan atas penerapan PKKU tersebut akan diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) tentang Penerapan PKKU yang sedang disusun oleh DJP. Simak ‘Awasi Penerapan PKKU, Beban Pembuktian Bakal Ada di DJP’.

"Jadi dalam pelaksanaannya nanti tax authority harus membuktikan kewajiban apa yang dilaksanakan, termasuk membuktikan apakah TP Doc-nya sudah sesuai atau tidak. Baru dia bisa menjalankan kewenangannya," ujar Kepala Seksi Pencegahan dan Penanganan Sengketa Perpajakan Internasional III Khodori Eko Purwanto. (DDTCNews)

Perlakuan Pajak Natura dan/atau Kenikmatan

Director of Fiscal Research & Advisory DDTC B. Bawono Kristiaji mengatakan implementasi pajak natura dan/atau kenikmatan bakal menciptakan kesetaraan perlakuan dan keadilan antara wajib pajak. "Yang dikedepankan adalah kesetaraan perlakuan dan keadilan di antara wajib pajak," katanya.

Baca Juga:
Ada Cuti Bersama, Pelunasan Utang Pajak dalam SKPKB/STP Boleh Diundur?

Bawono menuturkan UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) mulai mengatur perlakuan PPh atas natura dan/atau kenikmatan. Pada rezim yang lama, natura dan/atau kenikmatan itu bukan menjadi objek PPh sehingga menimbulkan ketidaksetaraan perlakuan pajak.

Terlebih, fenomena promosi di sosial media dengan menggunakan influencer juga saat ini makin sering terjadi. Tak jarang, influencer tersebut dibayar dalam bentuk fasilitas atau barang yang sulit dipajaki. (DDTCNews)

Buku Pedoman Umum PDRD

Ditjen Perimbangan Keuangan (DJPK) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) meluncurkan buku Pedoman Umum Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD). Download di sini.

Baca Juga:
Penjualan Tanah/Bangunan di IKN Bebas PPh PHTB Sepanjang Ada SKB

Direktur Kapasitas dan Pelaksanaan Transfer DJPK Bhimantara Widyajala mengatakan buku tersebut dirancang untuk mempermudah pemda menyusun rancangan peraturan daerah (raperda) PDRD sesuai dengan UU Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (HKPD).

"Buku ini diharapkan menjadi salah satu referensi penyusunan raperda PDRD sehingga perda PDRD dapat ditetapkan secara tepat waktu dan potensi PDRD tetap terjaga," katanya. (DDTCNews)

Hattrick Kinerja Pajak

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati optimistis realisasi penerimaan pajak pada tahun ini akan melebihi target. Dengan demikian, penerimaan pajak bisa melebihi target dalam 3 tahun berturut-turut atau mencetak hattrick.

Baca Juga:
Soal Progres Penyusunan Roadmap Industri Rokok, Ini Kata Pemerintah

Sri Mulyani mengatakan DJP telah mencatatkan kinerja penerimaan yang positif dan melampaui target dalam 2 tahun terakhir. Tax ratio pun dapat naik secara signifikan dari 9,21% pada 2021 menjadi 10,39% pada 2022.

“Tahun 2023, kita tetap optimis penerimaan pajak akan kembali tercapai dan mencetak hattrick," kata Sri Mulyani dalam sebuah unggahan di Instagram. (DDTCNews)

Solusi 2 Pilar

Sebanyak 138 negara anggota Inclusive Framework menyepakati untuk terus melanjutkan pembahasan aspek-aspek penting dari Pilar 1: Unified Approach dan Pilar 2: Global Anti Base Erosion (GloBE).

Baca Juga:
Pemerintah Tegaskan Pemberian PPh Pasal 21 DTP untuk Pegawai di IKN

Merujuk pada outcome statement OECD, negara anggota siap melanjutkan pembahasan multilateral convention (MLC) untuk menerapkan Amount A Pilar 1, Amount B Pilar 1, subject to tax rule (STTR) Pilar 2, dan rencana kerja komprehensif guna mendukung implementasi kedua pilar.

“Solusi 2 pilar akan memberikan stabilitas terhadap sistem perpajakan internasional. Kedua pilar ini menghadirkan sistem yang lebih adil dan sesuai dengan ekonomi yang kian terdigitalisasi saat ini," kata Sekjen OECD Mathias Cormann. (DDTCNews)

Fasilitas Kendaraan dari Pemberi Kerja

Pemerintah menyatakan fasilitas kendaraan dari pemberi kerja masuk dalam daftar natura dan/atau kenikmatan yang dikecualikan dari objek PPh.

Baca Juga:
Sekretaris Pengadilan Pajak: Automasi Itu Mempermudah

Direktur Peraturan Perpajakan I DJP Hestu Yoga Saksama mengatakan daftar tersebut sudah dimuat dalam PMK 66/2023. Namun, pengecualian dilakukan dengan batasan tertentu. Fasilitas kendaraan, sambungnya, diatur agar tetap menjadi objek PPh bagi orang pada level jabatan tertentu.

“Fasilitas kendaraan dari pemberi kerja [sebagai objek PPh] sangat terbatas," katanya. Simak ‘Fasilitas Kendaraan Dikecualikan dari Objek Pajak, Ini Kata DJP’. (DDTCNews) (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
BERITA PILIHAN