SALAH satu keuntungan menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP) adalah dapat mengkreditkan pajak masukan dalam suatu masa dengan pajak keluaran dalam masa pajak yang sama. Apabila pajak keluaran lebih besar maka kelebihan tersebut harus disetorkan ke kas negara.
Sebaliknya, apabila dalam masa pajak tersebut ternyata nilai pajak masukan lebih besar dari pajak keluaran, maka kelebihan pajak masukan tersebut dapat dikompensasikan ke masa pajak berikutnya atau dimintakan restitusi. Inilah tata cara umum dalam pengkreditan pajak masukan.
Namun, cara menghitung pengkreditan pajak masukan tidak hanya itu. Nah, DDTCNews kali ini akan menjelaskan pedoman pengkreditan pajak masukan bagi PKP yang peredaran usahanya tidak melebihi jumlah tertentu sebagaimana diatur dalam PMK 74/2010.
PKP yang dapat menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan Pajak Masukan tersebut adalah PKP yang mempunyai peredaran usaha dalam 1 tahun buku tidak melebihi Rp1,8 miliar. Selain itu, PKP juga harus memenuhi sejumlah persyaratan lainnya.
Persyaratan tersebut antara lain mempunyai peredaran usaha dalam 2 tahun buku sebelumnya tidak melebihi Rp1,8 miliar untuk setiap 1 tahun buku; atau wajib pajak yang baru dikukuhkan sebagai PKP. Bagi PKP Orang Pribadi yang dikecualikan dari kewajiban menyelenggarakan pembukuan, pengertian tahun buku adalah tahun kalender.
Lalu, PKP harus memberitahukan secara tertulis kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat PKP dikukuhkan paling lama pada saat batas waktu penyampaian SPT Masa PPN Masa Pajak pertama dalam tahun buku dimulainya penghitungan pengkreditan pajak masukan.
Sementara itu, untuk wajib pajak yang baru dikukuhkan sebagai PKP harus melakukan pemberitahuan kepada Kepala KPP paling lama pada saat batas waktu penyampaian SPT Masa PPN Masa Pajak saat dikukuhkan sebagai PKP.
Besarnya pajak masukan yang dapat dikreditkan yang dihitung menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan pajak masukan sebesar 60% dari pajak keluaran untuk penyerahan Jasa Kena Pajak; atau 70% dari Pajak Keluaran untuk penyerahan barang kena pajak.
Bagi PKP yang melakukan penyerahan Jasa Kena Pajak dan menggunakan metode ini hanya wajib menyetorkan PPN pada setiap masa pajak sebesar 4% dari dasar pengenaan pajak (dalam hal ini peredaran bruto).
Untuk PKP yang melakukan penyerahan barang kena pajak dan menggunakan metode ini hanya wajib menyetorkan PPN pada setiap masa pajak sebesar 3% dari dasar pengenaan pajak, dalam hal ini peredaran bruto.
Untuk diperhatikan, PKP yang menggunakan penghitungan pengkreditan pajak masukan wajib beralih menggunakan mekanisme pengkreditan pajak masukan dengan pajak keluaran mulai masa pajak berikutnya setelah peredaran usahanya melebihi Rp1,8 miliar. Selesai. (Bsi)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.