RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum mengenai objek pajak penghasilan (PPh) Pasal 26 atas bunga pinjaman yang tidak dipotong. Dalam perkara ini, wajib pajak telah melakukan peminjaman sejumlah dana dari perusahaan yang berdomisili di Arab Saudi (X Co).
Kegiatan peminjaman tersebut diatur dalam short term agreement dan schedule of payment yang telah disepakati wajib pajak dengan X Co. Dalam proses pelaksanaan perjanjian tersebut, wajib pajak dan X Co melakukan penyesuaian dan perubahan terhadap amendment short term agreement.
Otoritas pajak melakukan koreksi karena wajib pajak dinilai tidak melakukan pemotongan PPh Pasal 26 atas pembayaran bunga pinjaman. Sebaliknya, wajib pajak menyatakan sudah melakukan pemotongan PPh Pasal 26 atas pembayaran bunga pinjaman kepada X Co.
Dalam perkara ini, otoritas pajak terlalu tinggi dalam menghitung pajak atas bunga pinjaman luar negeri. Penghitungan pajak atas bunga pinjaman yang dilakukan otoritas pajak hanya berdasarkan pada short term agreement, tanpa mempertimbangkan amendment short term agreement. Dengan demikian, koreksi yang dilakukan otoritas pajak tidak dapat dipertahankan.
Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan seluruhnya permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Selanjutnya, di tingkat PK, Mahkamah Agung menolak permohonan PK yang diajukan otoritas pajak.
Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan Mahkamah Agung atau di sini.
Kronologi
WAJIB pajak mengajukan banding ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan otoritas pajak. Dalam hal ini, Majelis Hakim Pengadilan Pajak berpendapat otoritas pajak terlalu tinggi dalam menetapkan pajak atas bunga pinjaman wajib pajak.
Berdasarkan pada penelitian, diketahui wajib pajak dan pihak X Co telah menandatangani amendment short term agreement terkait dengan peminjaman sejumlah dana. Dalam amendment short term agreement tersebut, terdapat perubahan atau penyesuaian jumlah dana pinjaman yang dipinjam wajib pajak dari X Co.
Dengan kata lain, pajak atas bunga pinjaman juga harus disesuaikan dengan jumlah pinjaman dalam amendment short term agreement. Pembebanan bunga pinjaman wajib pajak untuk tahun pajak 2010 telah sesuai dengan amendment short term agreement.
Adapun amendment short term agreement tersebut telah disampaikan wajib pajak kepada Majelis Hakim Pengadilan Pajak pada saat persidangan. Dalam kasus ini, koreksi yang dilakukan wajib pajak berdasarkan pada short term agreement saja, tanpa memperhatikan perubahannya. Dengan kata lain, koreksi yang dilakukan otoritas pajak tidak dapat dibenarkan.
Atas permohonan banding tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan seluruhnya permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Dengan keluarnya Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put. 55910/PP/M.IIIA/13/2014 tertanggal 7 Oktober 2014, otoritas pajak mengajukan upaya hukum PK secara tertulis ke Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 21 Januari 2015.
Pokok sengketa dalam perkara a quo adalah koreksi dasar pengenaan pajak (DPP) PPh Pasal 26 masa pajak Januari 2010 senilai Rp46.475.000 yang tidak dipertahankan Majelis Hakim Pengadilan Pajak.
Pendapat Pihak yang Bersengketa
PEMOHON PK menyatakan keberatan atas pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Perlu dipahami terlebih dahulu, Termohon PK telah melakukan peminjaman sejumlah dana dari X Co yang berdomisili di Saudi Arabia.
Pinjaman tersebut tertuang dalam short term agreement dan schedule of payment yang telah disepakati oleh Termohon PK dengan X Co. Dalam proses pelaksanaan perjanjian tersebut, Termohon PK dan X Co melakukan penyesuaian dan perubahan terhadap amendment short term agreement.
Pada saat pemeriksaan, Termohon PK telah memberikan short term agreement dan schedule of payment kepada Pemohon PK. Adapun, dalam short term agreement dan schedule of payment tersebut telah disebutkan jumlah pinjaman dana Termohon PK.
Namun, pada saat itu, Termohon PK tidak menunjukkan amendment short term agreement kepada Pemohon PK. Oleh karena itu, penghitungan pajak atas bunga pinjaman dilakukan berdasarkan short term agreement.
Termohon PK baru menyerahkan amendment short term agreement kepada Pemohon PK pada saat keberatan. Padahal, pembukuan, catatan, data, informasi, atau keterangan lain yang tidak diberikan pada saat pemeriksaan, tidak dipertimbangkan dalam penyelesaian keberatannya.
Hal tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 26A ayat (4) UU KUP. Merujuk pada hasil pemeriksaan, Termohon PK terbukti tidak melaporkan serta memotong PPh Pasal 26 atas pembayaran bunga pinjaman kepada X Co. Dengan begitu, Pemohon PK melakukan koreksi DPP PPh Pasal 26.
Sebaliknya, Termohon PK menyatakan tidak setuju dengan koreksi yang dilakukan Pemohon PK. Menurut Termohon PK, Pemohon PK terlalu tinggi dalam menghitung bunga pinjaman luar negeri. Penghitungan jumlah pinjaman dana yang dilakukan Pemohon PK hanya berdasarkan pada short term agreement, tanpa mempertimbangkan amendment short term agreement.
Termohon PK berdalil pihaknya sudah melakukan pelaporan dan pemotongan PPh Pasal 26 atas bunga pinjaman. Jumlah pajak atas bunga pinjaman tersebut juga telah disesuaikan dengan amendment short term agreement. Dengan demikian, koreksi yang dilakukan Pemohon PK tidak dapat dipertahankan.
Pertimbangan Mahkamah Agung
MAHKAMAH Agung berpendapat alasan-alasan permohonan PK tidak dapat dibenarkan. Putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan seluruhnya permohonan banding sehingga pajak yang masih harus dibayar menjadi nihil sudah tepat. Terdapat dua pertimbangan hukum Mahkamah Agung sebagai berikut.
Pertama, koreksi DPP PPh Pasal 26 masa pajak Januari 2020 senilai Rp46.475.000 tidak dapat dibenarkan. Setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil para pihak, Pendapat Pemohon PK tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis hakim Pengadilan Pajak.
Kedua, dalam perkara a quo, bunga pinjaman yang dibayarkan Termohon PK kepada X Co terikat dengan amandement short term agreement. Dengan demikian, penghitungan pajak atas bunga pinjaman tersebut dilakukan berdasarkan pada amandement short term agreement. Koreksi yang dilakukan Pemohon PK tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan sehingga harus ditolak.
Berdasarkan pada pertimbangan di atas, permohonan PK dinilai tidak beralasan sehingga harus ditolak. Dengan demikian, Pemohon PK dinyatakan sebagai pihak yang kalah dan dihukum untuk membayar biaya perkara. (kaw)