PEMUNGUTAN pajak hiburan menjadi kewenangan pemerintah daerah kabupaten/kota. Kewenangan ini tertuang dalam Pasal 2 ayat (2) huruf c Undang-Undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD). Dalam artikel ini akan dibahas mengenai aturan pemungutan pajak hiburan.
Secara umum, pajak hiburan didefinisikan sebagai pajak atas penyelenggaraan hiburan. Semua jenis tontonan, pertunjukan, permainan, dan/atau keramaian yang dinikmati dengan dipungut bayaran dikategorikan sebagai hiburan.
Dengan demikian, yang menjadi objek pajak hiburan ialah penyelenggaraan hiburan dengan dipungut bayaran. Berdasarkan Pasal 42 ayat (2) UU PDRD, ada beberapa jenis hiburan. Perinciannya antara lain:
Meskipun dalam UU PDRD sudah menyebutkan dengan detail beberapa jenis hiburan yang dapat dipungut pajak, pemerintah kabupaten/kota dapat mengecualikan pajak atas penyelenggaraan hiburan tertentu.
Subjek pajak hiburan adalah orang pribadi atau badan yang menikmati hiburan. Selanjutnya, orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan hiburan ditetapkan sebagai wajib pajak hiburan berdasarkan Pasal 43 ayat (2).
Dalam pemungutan pajak hiburan terdapat beberapa besaran tarif. Secara umum, tarif pajak hiburan ditetapkan paling tinggi sebesar 35%. Namun, khusus untuk hiburan berupa pagelaran busana, kontes kecantikan, diskotik, karaoke, klab malam, permainan ketangkasan, panti pijat, dan mandi uap/spa, tarif pajak hiburan dapat ditetapkan paling tinggi sebesar 75%.
Hiburan yang berkaitan dengan kesenian rakyat/tradisioal dikenakan tarif pajak hiburan ditetapkan paling tinggi sebesar 10%. Tarif pajak hiburan lebih lanjut dan detail akan ditetapkan dengan peraturan daerah.
Adapun yang dimaksud dengan hiburan berupa kesenian rakyat/tradisional adalah hiburan kesenian rakyat/tradisional yang dipandang perlu untuk dilestarikan dan diselenggarakan di tempat yang dapat dikunjungi oleh semua lapisan masyarakat.
Berikut contoh perbandingan tarif pajak restoran di lima kabupaten/kota.
Merujuk pada tabel di atas, rentang pajak hiburan setiap daerah berbeda-beda. Selain itu, tarif pajak hiburan juga beragam, tergantung pada jenis hiburannya. Misalnya, di Kabupaten Kerawang menetapkan tarif pajak hiburan paling rendah 5% dan paling tinggi 50%.
Tarif sebesar 5% dikenakan untuk pagelaran kesenian dan hiburan rakyat/tradisional. Pertandingan olahraga, binaraga, dan tontonan film ditetapkan tarif sebesar 10%. Pagelaran music, sirkus, akrobat, dan sulap dikenakan tarif 15%. Tarif sebesar 20% untuk pameran, pagelaran busana, kontes kecantikan, pacuan kuda, balapan kendaraan bermotor, dan pusat kebugaran.
Sementara itu, permainan bilyard, bowling, dan permainan ketangkasan dipungut pajak hiburan sebesar 25% dan 30% untuk hiburan karaoke. Untuk mandi uap, spa, refleksi, dan panti pijat ditetapkan sebesar 35%.
Tarif pajak tertinggi sebesar 50% dikenakan untuk diskotik dan klab malam. Beragamnya besaran tarif seperti ini dapat dilakukan sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam UU PDRD.
Pajak hiburan dikenakan berdasarkan jumlah uang yang diterima atau yang seharusnya diterima oleh penyelenggara hiburan. Jumlah uang yang seharusnya diterima, termasuk potongan harga dan tiket cuma-cuma yang diberikan kepada penerima jasa hiburan.
Besaran pokok pajak hiburan yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan dasar pengenaan pajak. Pajak hiburan yang terutang dipungut di wilayah atau daerah hiburan diselenggarakan.*