KAMUS PAJAK

Apa Itu SPT Masa PPh dan Jenis-Jenisnya?

Nora Galuh Candra Asmarani
Rabu, 03 Desember 2025 | 16.30 WIB
Apa Itu SPT Masa PPh dan Jenis-Jenisnya?

SURAT Pemberitahuan (SPT) menjadi sarana wajib pajak untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, serta harta dan kewajibannya, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

Semenjak berlakunya Coretax, Ditjen Pajak (DJP) pun menyesuaikan format SPT serta memindahkan saluran penyampaiannya ke coretax. Adapun ketentuan mengenai format SPT terbaru kini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 81/2024.

Merujuk Pasal 162 PMK 81/2024, ada beragam jenis SPT di antaranya SPT Masa. Adapun SPT Masa terdiri atas SPT Masa Pajak Penghasilan (PPh), SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai (PPN), SPT Masa Bea Meterai, dan SPT Masa Pajak Karbon. Lantas, sebenarnya apa itu SPT Masa PPh dan apa saja jenis-jenisnya?

Sesuai dengan namanya, SPT Masa adalah SPT untuk suatu masa pajak. Hal ini berarti SPT Masa adalah surat yang oleh wajib pajak untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak untuk suatu masa pajak. Merujuk Pasal 162 ayat (1) huruf a angka 1 PMK 81/2024, SPT Masa PPh terdiri atas 5 jenis, yaitu:

  1. SPT Masa PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26 (SPT Masa PPh Pasal 21/26);
  2. SPT Masa PPh Unifikasi;
  3. SPT Masa PPh final pengungkapan harta bersih;
  4. SPT Masa PPh final dalam rangka program pengungkapan sukarela; dan
  5. laporan penerimaan negara dari kegiatan usaha hulu minyak bumi dan/atau gas bumi.

Setiap jenis SPT Masa PPh tersebut memiliki fungsinya masing-masing dan diatur dalam sejumlah PMK dan peraturan dirjen (Perdirjen). Secara ringkas, berikut penjelasan atas setiap jenis SPT Masa PPh.

SPT Masa PPh Pasal 21/26

SPT Masa PPh Pasal 21/26 adalah SPT Masa yang digunakan oleh pemotong PPh Pasal 21/26 untuk melaporkan kewajiban pemotongan PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan orang pribadi dalam 1 masa pajak, sesuai dengan ketentuan.

Selain itu, SPT Masa PPh Pasal 21/26 juga menjadi sarana bagi pemotong PPh untuk melaporkan penyetoran atas pemotongan PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 Sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan orang pribadi dalam 1 masa pajak, sesuai dengan ketentuan.

Berdasarkan pengertian tersebut, SPT Masa PPh Pasal 21/26 digunakan oleh pemotong PPh sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan:

  1. penghitungan jumlah PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan orang pribadi yang sebenarnya terutang dalam 1 masa pajak;
  2. pembuatan Bukti Pemotongan (Bupot) Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21/26 dalam 1 masa pajak; dan
  3. penyetoran PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan orang pribadi yang telah dipotong oleh pemotong PPh Pasal 21/26 dalam 1 masa pajak.

Perincian ketentuan mengenai SPT Masa PPh Pasal 21/26 diatur dalam Perdirjen Pajak No. PER-11/PJ/2025. Berdasarkan PER-11/PJ/2025, SPT Masa PPh Pasal 21/26 terdiri atas: (i) induk SPT Masa PPh PAsal 21/26; dan (ii) lampiran SPT Masa PPh Pasal 21/26. Adapun lampiran SPT Masa PPh Pasal 21/26 meliputi:

  1. L-IA - Daftar Pemotongan Bulanan PPh Pasal 21 bagi Pegawai Tetap dan Pensiunan yang Menerima Uang terkait Pensiun secara Berkala serta bagi Pegawai Negeri Sipil, Anggota Tentara Nasional Indonesia, Anggota Kepolisian Republik Indonesia, Pejabat Negara, dan Pensiunannya;
  2. Formulir L-IB - Daftar Pemotongan PPh Pasal 21 bagi Pegawai Tetap dan Pensiunan yang Menerima Uang terkait Pensiun secara Berkala serta bagi Pegawai Negeri Sipil, Anggota Tentara Nasional Indonesia, Anggota Kepolisian Republik Indonesia, Pejabat Negara, dan Pensiunannya untuk Masa Pajak terakhir;
  3. Formulir L-II - Daftar Pemotongan Satu Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak PPh Pasal 21 bagi Pegawai Tetap dan Pensiunan yang Menerima Uang terkait Pensiun secara Berkala serta bagi Pegawai Negeri Sipil, Anggota Tentara Nasional Indonesia, Anggota Kepolisian Republik Indonesia, Pejabat Negara, dan Pensiunannya; dan
  4. Formulir L-III - Daftar Pemotongan PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26 Selain Pegawai Tetap atau Pensiunan yang Menerima Uang terkait Pensiun secara Berkala.

Contoh format dan tata cara pengisian SPT Masa PPh Pasal 21/26 tercantum dalam Lampiran huruf A PER-11/PJ/2025. SPT Masa PPh Pasal 21/26 wajib disampaikan oleh pemotong pajak dalam bentuk dokumen elektronik maksimal 20 hari setelah masa pajak berakhir.

SPT Masa PPh Unifikasi

SPT Masa PPh Unifikasi adalah SPT Masa yang digunakan oleh pemotong/pemungut PPh untuk melaporkan kewajiban pemotongan dan/atau pemungutan PPh, penyetoran atas pemotongan dan/atau pemungutan PPh, dan/atau penyetoran sendiri atas beberapa jenis PPh dalam 1 masa pajak.

Berdasarkan pengertian tersebut, SPT Masa PPh Unifikasi tidak hanya digunakan oleh pemotong/pemungut PPh melainkan juga oleh wajib pajak yang melakukan pembayaran/penyetoran sendiri atas PPh Unifikasi.

Pemotong/pemungut PPh Unifikasi menggunakan SPT Masa PPh Unifikasi sebagai sarana untuk melaporkan: kewajiban pemotongan dan/atau pemungutan PPh; pembuatan Bukti Pemotongan dan/atau Pemungutan PPh Unifikasi; dan penyetoran PPh yang telah dipotong dan/atau dipungut.

Selain itu, SPT Masa PPh Unifikasi dapat digunakan oleh wajib pajak yang diwajibkan melakukan pembayaran atau penyetoran sendiri PPh terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. Misal, PPh atas dividen yang tidak memenuhi pengecualian.

Jenis PPh yang dilaporkan melalui SPT Masa PPh Unifikasi mencakup PPh Pasal 4 ayat (2); PPh Pasal 15; PPh Pasal 22; PPh Pasal 23; dan PPh Pasal 26 (selain yang sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan orang pribadi). Simak Apa Itu Unifikasi SPT Masa PPh?

Ringkasnya, SPT Masa PPh Unifikasi adalah SPT yang disampaikan oleh wajib pajak yang melakukan pemotongan, pemungutan, pembayaran sendiri, dan/atau penyetoran sendiri atas PPh Pasal 4 ayat (2); PPh Pasal 15; PPh Pasal 22; PPh Pasal 23; dan PPh Pasal 26 selain dari pekerjaan/jasa (disebut juga PPh Unifikasi).

Perincian ketentuan mengenai SPT Masa PPh Unifikasi diatur dalam Perdirjen Pajak No. PER-11/PJ/2025. Berdasarkan PER-11/PJ/2025, SPT Masa PPh Unifikasi terdiri atas: induk SPT dan lampiran. Adapun lampiran SPT Masa PPh Unifikasi terdiri atas:

  1. Formulir DAFTAR-I - Daftar Bukti Pemotongan dan/atau Pemungutan PPh Unifikasi Berformat Standar;
  2. Formulir DAFTAR-II - Daftar Pajak Penghasilan yang Disetor Sendiri dan/atau Disetor secara Digunggung; dan
  3. Formulir LAMPIRAN-I - Daftar Dokumen yang Dipersamakan dengan Bukti Pemotongan dan/atau Pemungutan Pajak Penghasilan Unifikasi Berformat Standar.

Contoh format dan perincian tata cara pengisian SPT Masa PPh Unifikasi tercantum dalam lampiran huruf B PER-11/PJ/2025. Adapun SPT Masa PPh Unifikasi harus disampaikan maksimal 20 hari setelah masa pajak berakhir.

SPT Masa PPh Final Pengungkapan Harta Bersih

SPT Masa PPh Final Pengungkapan Harta Bersih merupakan SPT yang terkait dengan program tax amnesty (pengampunan pajak). Perincian ketentuan mengenai SPT Masa PPh Final Pengungkapan Harta Bersih tercantum dalam PMK 118/2016 s.t.d.d PMK 165/2017 dan PER-23/PJ/2017.

Merujuk beleid tersebut, SPT Masa PPh Final Pengungkapan Harta Bersih adalah SPT PPh yang bersifat final atas harta bersih yang dianggap sebagai penghasilan untuk suatu masa pajak. SPT Masa PPh Final ini digunakan untuk mengungkapkan:

  1. Harta yang belum atau kurang diungkapkan dalam surat pernyataan harta (SPH) untuk pengampunan pajak dan telah memperoleh surat keterangan; atau
  2. Harta yang belum dilaporkan dalam SPT PPh bagi Wajib Pajak yang tidak menyampaikan surat pernyataan sampai dengan periode pengampunan pajak berakhir.

Pengungkapan harta melalui SPT Masa PPh Final bisa dilakukan sepanjang dirjen belum menemukan data dan/atau informasi mengenai harta dimaksud. Harta yang diungkapkan tersebut dianggap sebagai penghasilan dan dikenai PPh Final dan tidak dikenakan sanksi berdasarkan Pasal 18 Undang-Undang Tax Amnesty.

Ringkasnya, SPT Masa PPh Final Pengungkapan Harta Bersih merupakan sarana untuk menyampaikan harta yang belum diungkap dalam SPH (bagi peserta tax amnesty) atau harta yang belum dilaporkan dalam SPT, sepanjang belum terbit surat perintah pemeriksaan (SP2).

SPT Masa PPh Final Pengungkapan Harta Bersih wajib disampaikan dalam bentuk dokumen elektronik. Adapun SPT Masa PPh Final Pengungkapan Harta Bersih di antaranya memuat data mengenai: daftar rincian harta; daftar rincian utang; dan penghitungan PPh final terutang.

SPT Masa PPh Final dalam Rangka Program Pengungkapan Sukarela

SPT Masa PPh Final dalam Rangka Program Pengungkapan Sukarela (PPS) merupakan SPT yang wajib disampaikan oleh peserta PPS yang tidak memenuhi ketentuan realisasi pengalihan harta bersih dan/atau investasi. Simak Apa Itu Program Pengungkapan Sukarela?

Perincian ketentuan mengenai SPT Masa PPh Final dalam Rangka PPS tercantum dalam PMK 196/2021. Berdasarkan Pasal 19 PMK 196/2021, SPT Masa PPh Final dalam Rangka PPS harus disampaikan oleh wajib pajak yang tidak memenuhi ketentuan terkait repatriasi dan/atau investasi, meliputi:

  1. Tidak mengalihkan harta bersih yang sudah dinyatakan untuk direpatriasi dari luar negeri sampai dengan 30 September 2022;
  2. Tidak menginvestasikan harta bersih yang sudah dinyatakan untuk diinvestasikan pada kegiatan usaha sektor pengolahan sumber daya alam (SDA) atau sektor energi terbarukan di dalam wilaya NKRI dan/atau SBN sampai dengan 30 September 2023;
  3. Tidak memenuhi ketentuan jangka waktu investasi paling singkat 5 tahun sejak diinvestasikan; dan/atau
  4. Tidak memenuhi ketentuan jangka waktu investasi paling lama 7 tahun sejak diinvestasikan dalam hal terdapat jeda waktu karena perpindahan investasi.

SPT Masa PPh Final dalam Rangka PPS ini juga harus disampaikan dalam bentuk dokumen elektronik. Adapun SPT Masa PPh final dalam rangka PPS di antaranya memuat data mengenai: daftar rincian harta bersih yang tidak dialihkan dan/atau diinvestasikan; dan penghitungan tambahan PPh final terutang.

Laporan Penerimaan Negara Dari Kegiatan Usaha Hulu Minyak Bumi dan/atau Gas Bumi

Laporan penerimaan negara (LPN) dari kegiatan usaha hulu minyak bumi dan/atau gas bumi (Migas) adalah laporan bulanan yang harus disampaikan oleh KKKS yang bertindak sebagai operator maupun partner dalam suatu wilayah kerja.

Perincian ketentuan mengenai LPN dari Kegiatan Usaha Hulu Migas tercantum dalam PMK 81/2024 dan PER-11/PJ/2025. LPN yang harus disampaikan secara bulanan berfungsi sebagai SPT Masa PPh Migas.

Pasal 162 ayat (1) huruf a angka 1 PMK 81/2024 juga telah menegaskan bahwa LPN merupakan salah satu bentuk SPT Masa PPh. Seperti halnya SPT Masa PPh lain, LPN juga disampaikan secara elektronik via coretax. Adapun LPN atas SPT Masa PPh Migas ini harus disampaikan paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya. (rig)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Ingin selalu terdepan dengan kabar perpajakan terkini?Ikuti DDTCNews WhatsApp Channel & dapatkan berita pilihan di genggaman Anda.
Ikuti sekarang
News Whatsapp Channel
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.