Pandemi Corona tidak hanya menimbulkan masalah kesehatan, tetapi juga berimplikasi terhadap geliat ekonomi. Pemerintah pun bergerak cepat dengan memanfaatkan instrumen perpajakan agar ancaman resesi akibat pandemi ini dapat diredam.
Insentif pajak menjadi salah satu bentuk instrumen perpajakan yang gencar digunakan pemerintah. Namun, insentif ini juga menimbulkan konsekuensi berupa melonjaknya tax expenditure pemerintah. Lantas, apa yang dimaksud dengan tax expenditure?
Definisi
ORGANISATION for Economic Co-operation and Development (2010), mendefinisikan tax expenditure sebagai transfer sumber daya kepada publik yang dilakukan bukan dengan memberikan bantuan atau belanja langsung (direct transfer), melainkan melalui pengurangan kewajiban pajak yang mengacu pada standar perpajakan yang berlaku.
Merujuk IBFD International Tax Glossary (2015) tax expenditure adalah istilah keuangan publik yang menggambarkan belanja pemerintah yang memberikan konsesi atau preferensi pajak tertentu seperti kredit dan pembebasan atau pengurangan. Umumnya, tax expenditure dirancang untuk mendukung aktivitas industri tertentu atau golongan wajib pajak tertentu.
Sementara Tax Foundation (2014) mendefinisikan tax expenditure sebagai ketentuan khusus dari ketentuan pajak standar yang mengurangi total pajak yang dibayarkan. Istilah ‘expenditure tax’ atau pengeluaran pajak digunakan karena sistem ini menyerupai pengeluaran pemerintah.
Pengeluaran pajak juga dapat diartikan sebagai transfer atas sumber daya publik yang dicapai dengan mengurangi kewajiban pajak serta mengacu pada benchmark tax dan bukan belanja pemerintah secara langsung (Mclntyre, 1980).
Adapun benchmark tax system umumnya mengacu pada struktur tarif pajak, standar perhitungan, pengurangan atas pembayaran yang sifatnya wajib, ketentuan untuk memfasilitasi admininistrasi pajak, serta kewajiban untuk patuh terhadap konsensus fiskal internasional (OECD, 1996).
Mengingat konsep benchmark tax didefinisikan secara berbeda pada setiap negara, konsep dan definisi dari tax expenditure antarnegara pun menjadi bervariasi. Namun secara umum, perbedaan itu hanya terletak pada apa yang dikategorikan sebagai benchmark tax system.
Meski bervariasi, toh pada umumnya definisi tax expenditure di setiap negara hampir serupa, yaitu adanya ketentuan khusus yang menyimpang dari ketentuan pajak secara umum (benchmark tax system)
Pemerintah Indonesia mendefinisikan tax expenditure atau belanja perpajakan sebagai penerimaan yang hilang atau berkurang akibat adanya ketentun khusus yang berbeda dari sistem pemajakan secara umum (benchmark tax system). Tax expenditure umumnya hanya ditujukan pada sebagian subjek dan objek pajak dengan persyaratan tertentu.
Syarat dan Jenis
MERUJUK publikasi ORGANISATION for Economic Co-operation and Development (OECD) bertajuk ‘Tax Expenditure: Recent Experiences’ yang dirilis pada 1996, tax expenditure harus memenuhi sejumlah persyaratan.
Pertama, berkontribusi dan memberi manfaat bagi sektor industri, aktivitas atau kelompok wajib pajak berpenghasilan tertentu. Kedua, harus mendukung suatu maksud yang jelas dan tujuan yang dapat dicapai lewat instrumen kebijakan publik lainnya.
Ketiga, harus ada patokan umum yang memadai sebagai pembeda (benchmark tax) dari ketentuan khusus tersebut. Keempat, perubahan ketentuan pajak dimungkinkan jika sewaktu-waktu ingin menghilangkan tax expenditure.
Kelima, harus ada ketentuan lain dalam sistem pajak yang dapat mengimbangi dampak yang diperoleh dari tax expenditure.
Selanjutnya, berdasarkan publikasi OECD bertajuk ‘Tax Expenditure in OECD Countries’ yang dirilis 2010, terdapat lima jenis tax expenditure yang sering ditemui. Pertama, keringanan pajak (allowance), yaitu jumlah yang dikurangkan dari benchmark untuk basis pajaknya.
Kedua, pengecualian (exemption), yaitu jumlah yang dikecualikan dari basis pajak. Ketiga, pengurangan tarif pajak (rate relief), yaitu pengurangan tarif pajak yang diterapkan kepada pembayar pajak atau transaksi perpajakan tertentu.
Keempat, penangguhan atau penundaan (tax deferral), yaitu penundaan pembayaran pajak. Kelima, kredit pajak (credits), yaitu jumlah yang dikurangkan dari utang pajak.
Tujuan
HINGGA kini paling tidak terdapat empat tujuan mengapa tax expenditure kerap diaplikasikan di banyak negara (OECD, 2010). Pertama, pertimbangan economies of scale dan penghematan biaya. Dalam menjalankan program belanja, pemerintah membutuhkan biaya dan segala macam administrasi dalam rangka perencanaan, implementasi, pengawasan, hingga evaluasi program.
Tax expenditure pun dipilih lantaran bisa menjalankan fungsi yang serupa dengan lebih mudah dan ekonomis. Dengan tax expenditure, pemerintah menyerahkan berbagai ihwal yang dibutuhkan ke dalam sistem administrasi pajak.
Kedua, tax expenditure tidak memerlukan upaya verifikasi pemerintah yang berlebihan karena telah diserahkan pada sistem pajak. Kondisi ini berbeda ketika belanja langsung—misal tranfer uang—yang masih memerlukan pengajuan, pendataan, dan verifikasi.
Dengan verifikasi yang tidak berlebihan, pemerintah mendapat keuntungan lain dari penggunaan tax expenditure tersebut yaitu meminimalkan penyalahgunaan atau kecurangan karena ketersediaan data dalam administrasi pajak.
Ketiga, mempermudah pemberian bantuan yang sifatnya berlapis. Contoh, ketika subsidi atau belanja pemerintah secara langsung yang terkadang diberikan kepada beberapa kelompok atau aktivitas. Keempat, dapat dijadikan justifikasi dan penilaian yang memadai atas penghasilan riil dan kemampuan membayar pajak (ability to pay).
Topik tax expenditure juga menjadi salah satu topik pembahasan atau kajian DDTC. Pada 2014 silam, DDTC merilis working paper bertajuk ‘Tax expenditure atas Pajak Penghasilan: Rekomendasi bagi Indonesia’.
Working paper itu disusun lantaran kala itu belum ada definisi dan cakupan yang jelas mengenai tax expenditure di Indonesia. Oleh sebab itu, DDTC membuat kajian dan mempublikasikan hasilnya guna mengisi kekosongan tersebut.
Berselang empat tahun setelah itu, atau lebih tepatnya pada 2018, Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan merilis Tax Expenditure Report perdana untuk belanja perpajakan tahun 2016-2017. (rig)