UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) memberikan wewenang kepada dirjen pajak untuk melakukan pemeriksaan. Serangkaian tindakan pemeriksaan tersebut pada muaranya akan menghasilkan produk hukum berupa surat ketetapan pajak (SKP).
Meski begitu, terbitnya SKP bukan berarti mutlak mengakhiri prosedur pemeriksaan pajak. Sebab, dalam kondisi tertentu, otoritas pajak masih bisa melakukan pemeriksaan ulang. Lantas, apa itu pemeriksaan ulang?
Pemeriksaan ulang adalah pemeriksaan yang dilakukan terhadap wajib pajak yang telah diterbitkan SKP atau SKP Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dari hasil pemeriksaan sebelumnya untuk jenis pajak dan masa pajak, bagian tahun pajak, atau tahun pajak yang sama.
Berdasarkan pengertian tersebut, terdapat 2 patokan untuk mendefinisikan suatu pemeriksaan termasuk ke dalam pemeriksaan ulang. Pertama, wajib pajak pernah diterbitkan SKP atas jenis pajak dan masa pajak, bagian tahun pajak, atau tahun pajak yang sama. Kedua, penerbitan SKP tersebut dilakukan melalui pemeriksaan.
Kendati pemeriksa pajak bisa melakukan pemeriksaan ulang, pemeriksaaan ulang tersebut tidak bisa sembarang dilakukan. Merujuk Pasal 25 ayat (1) PMK 15/2025, pemeriksa pajak dapat melakukan pemeriksaan ulang hanya apabila terdapat:
PMK 15/2025 tidak menerangkan apa yang dimaksud sebagai ‘data baru’ dan ‘data yang semula belum terungkap’. Namun, pengertian ‘data baru’ di antaranya bisa mengacu pada penjelasan Pasal 15 ayat (1) UU KUP. Berdasarkan penjelasan pasal tersebut, data baru adalah:
“data atau keterangan mengenai segala sesuatu yang diperlukan untuk menghitung besarnya jumlah pajak yang terutang yang oleh wajib pajak belum diberitahukan pada waktu penetapan semula, baik dalam surat pemberitahuan dan lampiran-lampirannya maupun dalam pembukuan perusahaan yang diserahkan pada waktu pemeriksaan.”
Penjelasan Pasal 15 ayat (1) UU KUP juga menyebutkan bahwa ‘data yang semula belum terungkap’ termasuk dalam pengertian ‘data baru’. Adapun ‘data yang semula belum terungkap’ adalah data yang:
Walaupun wajib pajak telah memberitahukan data dalam SPT atau mengungkapkannya pada waktu pemeriksaan, tetapi masih ada potensi data tersebut dianggap sebagai data yang semula belum terungkap.
Hal tersebut bisa terjadi apabila wajib pajak memberitahukannya atau mengungkapkannya dengan cara sedemikian rupa sehingga membuat fiskus tidak mungkin menghitung besarnya jumlah pajak yang terutang secara benar.
Pada muaranya, hal tersebut membuat jumlah pajak terutang ditetapkan kurang dari yang seharusnya. Apabila hal ini terjadi maka data tersebut bisa termasuk dalam pengertian data yang semula belum terungkap.
Misal, dalam SPT dan/atau laporan keuangan tertulis adanya biaya iklan senilai Rp10 juta. Biaya itu sesungguhnya terdiri atas Rp5 juta biaya iklan di media massa dan Rp5 juta sisanya ialah sumbangan atau hadiah yang tidak boleh dibebankan sebagai biaya.
Namun, pada saat pemeriksaan dalam rangka penetapan semula (SKP sebelumnya), wajib pajak tidak mengungkapkan perincian tersebut. Alhasil, fiskus tidak melakukan koreksi atas pengeluaran berupa sumbangan atau hadiah sehingga pajak yang terutang tidak dapat dihitung secara benar.
Pada kasus tersebut data mengenai pengeluaran berupa sumbangan atau hadiah tergolong data yang semula belum terungkap.
Secara ringkas, pemeriksan ulang bisa menghasilkan 4 produk. Pertama, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT). SKPKBT terbit apabila hasil pemeriksaan ulang mengakibatkan adanya tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan dalam SKP sebelumnya.
Kedua, Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Sumir. LHP Sumir terbit apabila hasil pemeriksaan ulang tidak mengakibatkan adanya tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan dalam SKP atau SKP PBB sebelumnya.
Ketiga, keputusan mengenai rugi fiskal. keputusan mengenai rugi fiskal terbit jika hasil pemeriksaan ulang tidak mengakibatkan adanya tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan dalam SKP sebelumnya, tetapi terdapat perubahan jumlah rugi fiskal.
Keempat, SKP PBB. SKP PBB terbit bila pemeriksaan ulang atas objek PBB yang telah diterbitkan SKP nihil (SKPN) atau SKP PBB mengakibatkan adanya tambahan atas jumlah PBB yang terutang. (rig)