SISTEM self-assessment menuntut wajib pajak untuk menghitung, menyetorkan, dan melaporkan kewajiban perpajakannya secara mandiri. Konsekuensinya, DJP berwenang melakukan pemeriksaan pajak untuk mengawasi kepatuhan pelaksanaan kewajiban perpajakan.
Hasil dari pemeriksaan pajak kemudian menjadi dasar DJP untuk menerbitkan Surat Ketetapan Pajak (SKP). Adapun SKP dapat mengakibatkan adanya pajak terutang yang kurang bayar, lebih bayar, atau nihil, termasuk adanya pengenaan sanksi administrasi.
Namun, pemeriksaan pajak tidak sembarang dilakukan. Pemerintah telah mengatur sedemikian rupa tujuan, ruang lingkup, hingga prosedur pelaksanaannya. Dalam perkembangannya, pemerintah memperbarui ketentuan pemeriksaan pajak melalui PMK 15/2025. Lantas, apa itu pemeriksaan pajak?
Pengertian Pemeriksaan Pajak
KETENTUAN mengenai pemeriksaan pajak tercantum dalam Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU KUP s.t.d.t.d UU HPP).
Merujuk Pasal 31 ayat (1) UU KUP s.t.d.t.d UU HPP, tata cara pemeriksaan pajak diatur dengan atau berdasarkan PMK. Untuk itu, pemerintah kemudian menerbitkan PMK 15/2025 yang menjadi rujukan ketentuan pelaksanaan pemeriksaan pajak (selanjutnya disebut pemeriksaan).
Berdasarkan Pasal 1 angka 25 UU KUP s.t.d.t.d UU HPP dan Pasal 1 angka 6 PMK 15/2025, pemeriksaan adalah:
“Serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan,”
Mengacu pada definisi tersebut, pemeriksaan pajak dilakukan dengan 2 tujuan, yaitu: (i) menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan; dan (ii) untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Ruang Lingkup Pemeriksaan untuk Menguji Kepatuhan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan
Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dapat dilakukan atas satu, beberapa, atau seluruh jenis pajak, baik untuk satu atau beberapa masa pajak, bagian tahun pajak, atau tahun pajak, termasuk satu atau beberapa objek pajak PBB.
Jenis pajak yang dimaksud meliputi pajak penghasilan (PPh), pajak pertambahan nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), bea meterai, PBB, Pajak Penjualan (PPn), pajak karbon, dan pajak lainnya yang diadministrasikan oleh DJP.
Dengan demikian, segala jenis pajak yang diadministrasikan DJP bisa menjadi sasaran pemeriksaan untuk menguji kepatuhan. Secara lebih terperinci, pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dilakukan dalam hal:
Lebih lanjut, pemeriksaan untuk menguji kepatuhan kewajiban perpajakan dapat dilakukan dengan 3 tipe pemeriksaan. Pertama, pemeriksaan lengkap. Pemeriksaan lengkap adalah pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan yang mencakup seluruh pos dalam SPT dan/atau SPOP secara mendalam.
Kedua, pemeriksaan terfokus. Pemeriksaan terfokus adalah pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan yang terfokus pada satu atau beberapa pos dalam SPT dan/atau SPOP secara mendalam.
Ketiga, pemeriksaan spesifik. Pemeriksaan spesifik adalah pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan yang dilakukan secara spesifik atas satu atau beberapa pos dalam SPT dan/atau SPOP, data, atau kewajiban perpajakan tertentu secara sederhana.
Jangka Waktu Pemeriksaan Untuk Menguji Kepatuhan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan
Jangka waktu pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan terbagi menjadi 2, yaitu: (i) jangka waktu pengujian; dan (ii) jangka waktu Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan (PAHP) serta pelaporan. Adapun jangka waktu pengujian bervariasi tergantung pada 3 tipe pemeriksaan.
Pertama, jangka waktu pengujian untuk pemeriksaan lengkap adalah maksimal 5 bulan. Kedua, jangka waktu pengujian untuk pemeriksaan terfokus adalah maksimal 3 bulan. Ketiga, jangka waktu pengujian untuk pemeriksaan spesifik adalah maksimal 1 bulan.
Jangka waktu pengujian tersebut dihitung sejak surat pemberitahuan pemeriksaan disampaikan sampai dengan tanggal Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP) disampaikan kepada wajib pajak, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari wajib pajak.
Setelah pengujian selesai dan SPHP telah disampaikan, DJP akan melaksanakan PAHP dengan wajib pajak dan kemudian melaporkan hasilnya. Jangka waktu PAHP dan pelaporan tersebut dilakukan maksimal 30 hari kerja sejak tanggal SPHP disampaikan sampai dengan tanggal Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP).
Namun, jangka waktu pengujian dan PAHP tersebut dikecualikan terhadap pemeriksaan spesifik yang dilakukan dalam rangka penentuan satu atau lebih tempat terutang PPN. Adapun pemeriksaan spesifik yang untuk penentuan satu atau lebih tempat terutang PPN dilakukan dalam jangka waktu berikut:
Selain itu, jangka waktu pengujian juga bisa diperpanjang maksimal selama 4 bulan apabila pemeriksaan dilakukan terhadap: (i) wajib pajak dalam satu grup; dan (ii) wajib pajak yang terindikasi melakukan transaksi transfer pricing dan/atau transaksi khusus lain yang terindikasi adanya rekayasa transaksi keuangan.
Ruang Lingkup Pemeriksaan untuk Tujuan Lain
Pemeriksaan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan dapat berupa penentuan, pencocokan, pemenuhan kewajiban berdasarkan ketentuan, atau pengumpulan materi yang berkaitan dengan tujuan pemeriksaan.
Secara lebih terperinci, pemeriksaan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan dilakukan dalam hal:
Jangka Waktu Pemeriksaan Untuk Tujuan Lain
Pemeriksaan untuk tujuan lain dilakukan dalam jangka waktu pemeriksaan maksimal 4 bulan. Jangka waktu tersebut terhitung sejak Surat Pemberitahuan Pemeriksaan disampaikan kepada wajib pajak, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari wajib pajak, sampai dengan tanggal LHP.
Prosedur Pemeriksaan
Secara umum, pelaksanaan pemeriksaan akan melewati 11 tahapan. Pertama, penerbitan surat perintah pemeriksaan. Kedua, penyampaian surat pemberitahuan pemeriksaan. Ketiga, pertemuan dengan wajib pajak untuk memberikan penjelasan mengenai: alasan dan tujuan pemeriksaan; serta hak dan kewajiban wajib pajak selama dan setelah pemeriksaan.
Keempat, peminjaman buku, catatan, dan/atau dokumen wajib pajak. Kelima, pelaksanaan pengujian. Keenam, penyampaian SPHP. Ketujuh, tanggapan atas SPHP. Kedelapan, PAHP antara wajib pajak dan DJP. Kesembilan, pembahasan dengan tim quality assurance (QA). Kesepuluh, pembuatan LHP. Kesebelas, penerbitan SKP. (rig)