KAMUS PAJAK

Update 2025, Apa Itu Pemeriksaan Pajak?

Nora Galuh Candra Asmarani
Rabu, 19 Februari 2025 | 19.00 WIB
Update 2025, Apa Itu Pemeriksaan Pajak?

SISTEM self-assessment menuntut wajib pajak untuk menghitung, menyetorkan, dan melaporkan kewajiban perpajakannya secara mandiri. Konsekuensinya, DJP berwenang melakukan pemeriksaan pajak untuk mengawasi kepatuhan pelaksanaan kewajiban perpajakan.

Hasil dari pemeriksaan pajak kemudian menjadi dasar DJP untuk menerbitkan Surat Ketetapan Pajak (SKP). Adapun SKP dapat mengakibatkan adanya pajak terutang yang kurang bayar, lebih bayar, atau nihil, termasuk adanya pengenaan sanksi administrasi.

Namun, pemeriksaan pajak tidak sembarang dilakukan. Pemerintah telah mengatur sedemikian rupa tujuan, ruang lingkup, hingga prosedur pelaksanaannya. Dalam perkembangannya, pemerintah memperbarui ketentuan pemeriksaan pajak melalui PMK 15/2025. Lantas, apa itu pemeriksaan pajak?

Pengertian Pemeriksaan Pajak

KETENTUAN mengenai pemeriksaan pajak tercantum dalam Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU KUP s.t.d.t.d UU HPP).

Merujuk Pasal 31 ayat (1) UU KUP s.t.d.t.d UU HPP, tata cara pemeriksaan pajak diatur dengan atau berdasarkan PMK. Untuk itu, pemerintah kemudian menerbitkan PMK 15/2025 yang menjadi rujukan ketentuan pelaksanaan pemeriksaan pajak (selanjutnya disebut pemeriksaan).

Berdasarkan Pasal 1 angka 25 UU KUP s.t.d.t.d UU HPP dan Pasal 1 angka 6 PMK 15/2025, pemeriksaan adalah:

Serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan,”

Mengacu pada definisi tersebut, pemeriksaan pajak dilakukan dengan 2 tujuan, yaitu: (i) menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan; dan (ii) untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Ruang Lingkup Pemeriksaan untuk Menguji Kepatuhan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan

Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dapat dilakukan atas satu, beberapa, atau seluruh jenis pajak, baik untuk satu atau beberapa masa pajak, bagian tahun pajak, atau tahun pajak, termasuk satu atau beberapa objek pajak PBB.

Jenis pajak yang dimaksud meliputi pajak penghasilan (PPh), pajak pertambahan nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), bea meterai, PBB, Pajak Penjualan (PPn), pajak karbon, dan pajak lainnya yang diadministrasikan oleh DJP.

Dengan demikian, segala jenis pajak yang diadministrasikan DJP bisa menjadi sasaran pemeriksaan untuk menguji kepatuhan. Secara lebih terperinci, pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dilakukan dalam hal:

  1. Wajib pajak mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak (restitusi) sebagaimana diatur dalam Pasal 17B UU KUP;
  2. Wajib pajak menyampaikan SPT yang menyatakan lebih bayar, selain yang mengajukan restitusi;
  3. Wajib pajak menyampaikan SPT yang menyatakan rugi;
  4. Wajib pajak telah diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak;
  5. Wajib pajak melakukan perubahan tahun buku;
  6. Wajib pajak melakukan perubahan metode pembukuan;
  7. Wajib pajak melakukan penilaian kembali aktiva tetap;
  8. Wajib pajak melakukan penggabungan, peleburan, pemekaran, likuidasi, pembubaran, atau akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya;
  9. Pengusaha Kena Pajak (PKP) tidak melakukan penyerahan barang kena pajak dan/atau jasa kena pajak dan/atau ekspor barang kena pajak dan/atau jasa kena pajak dan telah diberikan pengembalian pajak masukan atau telah mengkreditkan pajak masukan sebagaimana diatur dalam Pasal 9 ayat (6e) UU PPN;
  10. Wajib pajak terpilih untuk dilakukan pemeriksaan berdasarkan risiko kepatuhan wajib pajak;
  11. pihak lain yang tidak melaksanakan kewajibannya untuk melakukan pemotongan, pemungutan, penyetoran, dan/atau pelaporan pajak sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 32A ayat (1) UU KUP;
  12. terdapat data konkret yang menyebabkan pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar;
  13. Wajib pajak tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) sebagaimana diatur dalam Pasal 9 ayat (2) UU PBB dan setelah ditegur secara tertulis wajib pajak tidak menyampaikan SPOP pada waktunya sebagaimana ditentukan dalam surat teguran; dan/atau
  14. terdapat indikasi jumlah PBB yang terutang berdasarkan data, keterangan, dan/atau bukti, serta berdasarkan hasil analisis, lebih besar daripada jumlah PBB yang dihitung berdasarkan:
    - SPOP yang disampaikan oleh wajib pajak; atau
    - SPOP yang disampaikan oleh wajib pajak dan data objek pajak PBB yang diperoleh pada saat dilakukan penilaian lapangan, sepanjang data, keterangan, dan/atau bukti yang menunjukkan indikasi tersebut tidak diperoleh pada saat dilakukan penilaian lapangan.

Lebih lanjut, pemeriksaan untuk menguji kepatuhan kewajiban perpajakan dapat dilakukan dengan 3 tipe pemeriksaan. Pertama, pemeriksaan lengkap. Pemeriksaan lengkap adalah pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan yang mencakup seluruh pos dalam SPT dan/atau SPOP secara mendalam.

Kedua, pemeriksaan terfokus. Pemeriksaan terfokus adalah pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan yang terfokus pada satu atau beberapa pos dalam SPT dan/atau SPOP secara mendalam.

Ketiga, pemeriksaan spesifik. Pemeriksaan spesifik adalah pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan yang dilakukan secara spesifik atas satu atau beberapa pos dalam SPT dan/atau SPOP, data, atau kewajiban perpajakan tertentu secara sederhana.

Jangka Waktu Pemeriksaan Untuk Menguji Kepatuhan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan

Jangka waktu pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan terbagi menjadi 2, yaitu: (i) jangka waktu pengujian; dan (ii) jangka waktu Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan (PAHP) serta pelaporan. Adapun jangka waktu pengujian bervariasi tergantung pada 3 tipe pemeriksaan.

Pertama, jangka waktu pengujian untuk pemeriksaan lengkap adalah maksimal 5 bulan. Kedua, jangka waktu pengujian untuk pemeriksaan terfokus adalah maksimal 3 bulan. Ketiga, jangka waktu pengujian untuk pemeriksaan spesifik adalah maksimal 1 bulan.

Jangka waktu pengujian tersebut dihitung sejak surat pemberitahuan pemeriksaan disampaikan sampai dengan tanggal Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP) disampaikan kepada wajib pajak, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari wajib pajak.

Setelah pengujian selesai dan SPHP telah disampaikan, DJP akan melaksanakan PAHP dengan wajib pajak dan kemudian melaporkan hasilnya. Jangka waktu PAHP dan pelaporan tersebut dilakukan maksimal 30 hari kerja sejak tanggal SPHP disampaikan sampai dengan tanggal Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP).

Namun, jangka waktu pengujian dan PAHP tersebut dikecualikan terhadap pemeriksaan spesifik yang dilakukan dalam rangka penentuan satu atau lebih tempat terutang PPN. Adapun pemeriksaan spesifik yang untuk penentuan satu atau lebih tempat terutang PPN dilakukan dalam jangka waktu berikut:

  1. Pengujian maksimal 10 hari kerja; dan
  2. PAHP dan pelaporan maksimal 10 hari kerja.

Selain itu, jangka waktu pengujian juga bisa diperpanjang maksimal selama 4 bulan apabila pemeriksaan dilakukan terhadap: (i) wajib pajak dalam satu grup; dan (ii) wajib pajak yang terindikasi melakukan transaksi transfer pricing dan/atau transaksi khusus lain yang terindikasi adanya rekayasa transaksi keuangan.

Ruang Lingkup Pemeriksaan untuk Tujuan Lain

Pemeriksaan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan dapat berupa penentuan, pencocokan, pemenuhan kewajiban berdasarkan ketentuan, atau pengumpulan materi yang berkaitan dengan tujuan pemeriksaan.

Secara lebih terperinci, pemeriksaan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan dilakukan dalam hal:

  1. pemberian NPWP secara jabatan;
  2. penghapusan NPWP;
  3. pengukuhan PKP secara jabatan;
  4. pencabutan pengukuhan PKP;
  5. pendaftaran objek PBB secara jabatan;
  6. pencabutan Surat Keterangan Terdaftar (SKT) objek PBB;
  7. penyelesaian keberatan;
  8. pengumpulan bahan guna penyusunan norma penghitungan penghasilan neto (NPPN);
  9. pencocokan data dan/atau alat keterangan;
  10. penentuan wajib pajak berlokasi di daerah terpencil;
  11. penetapan wajib pajak pemberi kerja berlokasi usaha di daerah tertentu;
  12. penentuan satu atau lebih tempat terutang PPN;
  13. penyelesaian penagihan pajak;
  14. penentuan saat mulai beroperasi atau berproduksi komersial sehubungan dengan pemberian fasilitas perpajakan;
  15. penetapan penambahan jangka waktu kompensasi kerugian sehubungan dengan pemberian fasilitas perpajakan;
  16. pemenuhan pertukaran informasi berdasarkan perjanjian internasional di bidang perpajakan;
  17. penyelesaian prosedur persetujuan bersama (mutual agreement procedure/MAP);
  18. penyelesaian permohonan kesepakatan harga transfer;
  19. pengujian kepatuhan atas pelaksanaan Undang-Undang Akses Informasi Keuangan;
  20. penetapan besarnya biaya pada tahapan eksplorasi;
  21. pelaksanaan pemeriksaan fisik dalam rangka pemberian endorsement dari tempat lain dalam daerah pabean ke kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas;
  22. pengumpulan atau perolehan data dalam rangka perluasan basis data perpajakan;
  23. pengujian pihak lain atas pemenuhan kewajiban sebagaimana diatur dalam Pasal 32A UU KUP;
  24. pengujian fasilitas perpajakan yang telah diberikan; dan/atau
  25. kriteria lainnya untuk melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

Jangka Waktu Pemeriksaan Untuk Tujuan Lain

Pemeriksaan untuk tujuan lain dilakukan dalam jangka waktu pemeriksaan maksimal 4 bulan. Jangka waktu tersebut terhitung sejak Surat Pemberitahuan Pemeriksaan disampaikan kepada wajib pajak, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari wajib pajak, sampai dengan tanggal LHP.

Prosedur Pemeriksaan

Secara umum, pelaksanaan pemeriksaan akan melewati 11 tahapan. Pertama, penerbitan surat perintah pemeriksaan. Kedua, penyampaian surat pemberitahuan pemeriksaan. Ketiga, pertemuan dengan wajib pajak untuk memberikan penjelasan mengenai: alasan dan tujuan pemeriksaan; serta hak dan kewajiban wajib pajak selama dan setelah pemeriksaan.

Keempat, peminjaman buku, catatan, dan/atau dokumen wajib pajak. Kelima, pelaksanaan pengujian. Keenam, penyampaian SPHP. Ketujuh, tanggapan atas SPHP. Kedelapan, PAHP antara wajib pajak dan DJP. Kesembilan, pembahasan dengan tim quality assurance (QA). Kesepuluh, pembuatan LHP. Kesebelas, penerbitan SKP. (rig)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.