APABILA dalam pembelian barang kena pajak (BKP) dikenal dengan istilah pengembalian barang (retur) maka pada penyerahan jasa kena pajak (JKP) dikenal pula istilah pembatalan JKP. Pembatalan JKP adalah pembatalan JKP, baik sebagian maupun seluruh hak atau fasilitas atau kemudahan oleh penerima jasa.
Dalam konteks PPN, pembatalan JKP bisa mengurangi PPN yang telah diadministrasikan pengusaha kena pajak (PKP). Untuk itu, terdapat suatu dokumen yang harus dibuat pada saat pembatalan JKP. Dokumen tersebut adalah nota pembatalan. Lantas, apa itu nota pembatalan?
Ketentuan mengenai nota pembatalan sempat diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 65/2010. Dalam perkembangannya, pemerintah mencabut PMK 65/2010 dan menggantikannya dengan PMK 81/2024.
PMK 81/2024 merupakan PMK ‘sapu jagat’ karena menyesuaikan beragam aturan perpajakan dalam rangka implementasi coretax. Salah satu muatan yang diatur ialah tata cara pengurangan PPN atas JKP yang dibatalkan, termasuk tentang nota pembatalan.
Kendati PMK 81/2024 tidak memberikan definisi nota pembatalan secara eksplisit, pengertian nota pembatalan dapat dipahami dari isi Pasal 289 ayat (1) PMK 81/2024.
Berdasarkan pasal tersebut, nota pembatalan dapat diartikan sebagai dokumen yang dibuat oleh penerima jasa untuk disampaikan kepada pengusaha kena pajak (PKP) pemberi jasa apabila terjadi pembatalan JKP.
Penerima jasa harus membuat nota pembatalan pada saat JKP dibatalkan. Adapun saat pembatalan JKP berarti saat dilakukannya pembatalan hak atau fasilitas atau kemudahan oleh pihak penerima jasa.
PMK 81/2024 pun mengatur ketentuan pembuatan nota pembatalan, termasuk perihal informasi minimal yang harus dimuat dalam nota pembatalan. Berdasarkan Pasal 289 ayat (3) PMK 1/2024, nota pembatalan paling sedikit harus mencantumkan:
Selain itu, nota pembatalan harus dibuat dengan memenuhi 4 ketentuan. Pertama, nota pembatalan berbentuk elektronik. Kedua, dibuat dan diunggah melalui modul dalam portal wajib pajak (coretax) atau laman lain yang terintegrasi dengan sistem administrasi DJP.
Ketiga, ditandatangani dengan menggunakan tanda tangan elektronik. Keempat, memperoleh persetujuan DJP. PMK 81/2024 juga telah memberikan contoh nota pembatalan berserta petunjuk pengisiannya dalam Lampiran SS PMK 81/2024.
Ketentuan pembuatan nota pembatalan perlu menjadi perhatian. Sebab, nota pembatalan yang dibuat tidak sesuai dengan ketentuan bisa membuat pembatalan JKP dianggap tidak terjadi. Berdasarkan Pasal 28 ayat (5) PMK 81/2024, pembatalan JKP dianggap tidak terjadi apabila:
Nota pembatalan menjadi dokumen yang penting dalam administrasi PPN. Sebab, pengembalian BKP dapat mengurangi pajak keluaran yang terutang oleh PKP pemberi JKP. Pembatalan JKP juga dapat mengurangi pajak masukan dari PKP penerima jasa apabila sudah dikreditkan.
Selain itu, pembatalan JKP dapat mengurangi biaya atau harta bagi PKP penerima jasa. Hal ini terjadi apabila PPN atas JKP yang dibatalkan tersebut tidak dikreditkan dan telah dibebankan sebagai biaya atau telah ditambahkan (dikapitalisasi) dalam harga perolehan harta tersebut.
Bagi penerima jasa yang bukan PKP, pembatalan JKP juga bisa mengurangi catatan biaya atau hartanya. Hal ini terjadi apabila PPN atas JKP yang dibatalkan tersebut telah dibebankan sebagai biaya atau telah ditambahkan (dikapitalisasi) dalam harga perolehan harta tersebut.
Nota pembatalan merupakan terminologi dan ketentuan yang khusus mengacu pada pembatalan JKP. Apabila terjadi pengembalian BKP, ketentuan yang berlaku ialah nota retur. Sekadar memberikan gambaran, berikut contoh format nota pembatalan: