TRANSFORMASI mutual agreement procedure (MAP) atas terbitnya Base Erosion Profit Shifting (BEPS) Action 14 menjadi bahasan yang menarik dalam artikel yang berjudul MAP: Past, Present, and Future.
Artikel yang dimuat dalam jurnal Tax Notes International Volume 102 No. 2 tersebut merupakan tulisan kolaborasi Mark R Martin, Sean Foley, Sharon Katz-Pearlmanm, dan Thomas D. Bettge, praktisi pajak Washington National Tax Practice of KPMG LLP, Amerika Serikat (AS).
Secara umum, artikel ini memaparkan pelaksanaan MAP sebelum dan sesudah diterbitkannya BEPS Action 14, serta peningkatan yang perlu dilakukan pada MAP. Sebelum adanya BEPS Action 14, penerapan MAP di beberapa negara merupakan sebuah teori semata. Faktanya, meskipun wajib pajak memiliki kesempatan untuk mengajukan MAP, ternyata MAP tidak dapat terealisasikan.
Di sisi lain, terdapat beberapa negara yang dianggap telah efektif dalam melaksanakan MAP. Salah satu negara yang disebutkan dalam artikel ini adalah AS. Negeri Paman Sam ini telah menyajikan statistik MAP sebelum BEPS Action 14 diterbitkan. Penerbitan BEPS Action 14 kemudian menjadi tonggak awal transformasi MAP untuk menjadi medium penyelesaian sengketa pajak yang efektif.
Terdapat dua aspek transparansi yang ditekankan dalam rencana aksi yaitu setiap negara patut untuk menyelesaikan sengketa MAP dalam rentang waktu 24 bulan di bawah pengawasan negara mitra dan bersedia untuk melaporkan statistik MAP berdasarkan kerangka kerja yang telah disetujui.
Penekanan transparansi dalam rencana aksi tersebut secara nyata telah membawa kemajuan pada pelaksanaan MAP. Sebagai gambaran, tingkat kesuksesan penyelesaian 374 sengketa transfer pricing pada tahun 2019 yang tersebar di tujuh negara, yakni AS, Australia, China, India, Inggris, Jepang, dan Kanada berada di atas 90%. Meski begitu, terdapat dimensi yang masih perlu ditingkatkan guna mencapai sistem penyelesaian sengketa yang efektif yaitu timing penyelesaian.
Faktanya, tingkat kesuksesan yang tinggi diiringi dengan waktu rata-rata penyelesaian selama 30,5 bulan atau 6 bulan lebih lama dari rentang waktu yang ditetapkan dalam rencana aksi. Kondisi tersebut terjadi lantaran kecepatan pertambahan jumlah sengketa MAP tidak diiringi dengan kecepatan penyelesaian sengketa MAP yang sedang berjalan.
Lantas, langkah apa yang dapat diambil guna mengatasi persoalan timing tersebut? Penambahan sumber daya manusia dapat menjadi langkah awal yang diambil oleh otoritas pajak negara. Selain itu, terdapat beberapa inisiatif lainnya yang dapat dilakukan sebagai berikut.
Pertama, meningkatkan jumlah dan kualitas pelatihan bagi pemeriksa pajak. Dalam kenyataannya, koreksi transfer pricing yang kurang beralasan sering kali diikuti dengan pencabutan koreksi oleh otoritas pajak negara yang mengajukan permohonan MAP, padahal proses penyelesaian sengketa telah berjalan. Dengan kata lain, pencabutan koreksi di tengah penyelesaian sengketa akan mengakibatkan upaya yang dilakukan sebelumnya menjadi sia-sia.
Untuk itu, pengadaan pelatihan untuk pemeriksa pajak sangat diperlukan guna meningkatkan pemahaman pemeriksa pajak atas kasus transfer pricing, sehingga dapat menghasilkan koreksi yang tepat atas suatu transaksi transfer pricing.
Kedua, menerapkan multiyear case resolution. Multiyear case resolution dapat menjadi salah satu solusi untuk mempercepat proses penyelesaian sengketa. Dalam hal ini, resolusi yang dicapai atas suatu sengketa dapat menjadi preseden untuk sengketa serupa pada masa yang akan datang.
Pentingnya penerapan multiyear case resolution ini diperkuat oleh fakta keberhasilan AS dan Kanada dalam pelaksanaan MAP dengan menjalankan prakarsa serupa yang dikenal dengan accelerated competent authority procedure (ACAP).
Ketiga, memberlakukan mandatory binding arbitration. Meskipun arbitrase merupakan jalur penyelesaian sengketa yang kurang diminati oleh negara-negara berkembang, terdapat beberapa dampak positif yang ditimbulkan dengan menerapkan mandatory binding arbitration.
Salah satu yang dinyatakan dalam artikel ini adalah tuntutan arbitrase dapat mendorong otoritas pajak untuk menyelesaikan sengketa sebelum batas waktu berakhir yaitu dua tahun setelah arbitrase dicanangkan.
Sebagai penutup, pengembangan MAP dirasa krusial untuk dilakukan guna menjadi remedi yang lebih efektif bagi wajib pajak. Penulisan yang runtut dan terorganisasi mempermudah pembaca yang ingin memahami transformasi MAP. Artikel ini layak menjadi bacaan yang sangat menarik bagi para praktisi, peneliti, dan tentunya otoritas pajak.
*Artikel ini merupakan artikel yang diikutsertakan dalam Lomba Resensi Jurnal untuk memeriahkan HUT ke-14 DDTC. Simak artikel lainnya di sini.