JAKARTA, DDTCNews - Revisi atas Peraturan Pemerintah (PP) 55/2025 turut memuat pasal baru yang secara eksplisit mencegah pembebanan biaya suap dan gratifikasi sebagai pengurang penghasilan bruto.
Dirjen Pajak Bimo Wijayanto mengatakan pengaturan khusus terkait dengan biaya suap diperlukan untuk memuluskan proses aksesi Indonesia menjadi anggota Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD).
"Kami memasukkan semua standar anti bribery management system sesuai dengan standar OECD di dalam kerangka regulasi yang ongoing kami akan sempurnakan," katanya, dikutip pada Selasa (18/11/2025).
Sebagaimana termuat dalam roadmap aksesi Indonesia sebagai anggota OECD yang telah diadopsi oleh OECD Council pada 29 Maret 2024, terdapat banyak core principles yang harus dipenuhi oleh Indonesia untuk menjadi anggota OECD.
Salah satu syarat dimaksud adalah mengadopsi Convention on Combating Bribery of Foreign Public Officials in International Business Transactions atau yang sering disebut sebagai Konvensi Antisuap OECD.
Negara yang mengadopsi konvensi tersebut harus berkomitmen untuk melarang pembebanan biaya pembayaran suap sebagai pengurang penghasilan bruto.
Tak hanya itu, roadmap aksesi juga meminta Indonesia untuk membuat aturan yang gamblang mengenai tidak dimungkinkannya pembebanan biaya suap sebagai pengurang penghasilan bruto.
Ke depan, lanjut Bimo, DJP akan terus menyelaraskan ketentuan pajak yang berlaku dengan standar-standar global yang terus berkembang, utamanya untuk memerangi praktik base erosion and profit shifting (BEPS).
"Jadi di Direktorat Pajak Internasional kami selalu mengharmoniskan dan menyelaraskan dengan praktik-praktik, baik dari misalnya agenda untuk BEPS," tuturnya. (rig)
