Indra Efendi Rangkuti, Pengelola Tax Centre USU dan Pengurus DPP PERTAPSI yang berdomisili di Medan.
BERBICARA tentang kepatuhan pajak tidak bisa dilepaskan dari peran kuasa dan konsultan pajak. Bagaimanapun kuasa dan konsultan pajak menjadi jembatan penghubung wajib pajak dengan fiskus. Hal ini dikarenakan sebagian besar wajib pajak belum cukup memahami prosedur dan tata cara pemenuhan kewajiban pajak yang dimilikinya.
Begitu mulianya peran kuasa dan konsultan pajak ini sehingga konsep officium nobile melekat pada profesi ini. Artinya, profesi ini tidak sekadar berkutat pada pencarian profit atau keuntungan, tetapi juga berperan dalam perbaikan sistem pajak. Peran yang dimaksud juga mencakup peningkatan kesadaran dan kepatuhan wajib pajak.
Tidak dimungkiri pada praktiknya, masih muncul perdebatan tentang posisi kuasa dan konsultan pajak berpijak. Apakah itu di ranah komersial (profit oriented) atau di ranah nonkomersial terkait dengan pembaruan sistem pajak suatu negara. Dalam konteks Indonesia, persoalan bertambah terkait dengan kriteria penentuan pihak yang berhak menjadi kuasa dan konsultan pajak.
Hadirnya PMK 111/2014 tentang Konsultan Pajak membuka kesempatan bagi lulusan Program Studi Perpajakan yang terakreditasi A (unggul) untuk langsung menjadi konsultan pajak tanpa ujian sertifikasi. Namun, hingga sekarang, ketentuan tersebut masih belum dijalankan tanpa diketahui alasannya. Artinya, jalur itu belum dibuka.
Padahal, dalam konteks praktik internasional, penetapan seseorang menjadi kuasa dan konsultan pajak melalui jalur pendidikan tinggi adalah sesuatu yang lazim atau lumrah. Kondisi tersebut tentu saja menjadi ironi mengingat secara ketentuan sudah ada dan sesuai praktik internasional, tetapi belum kunjung diterapkan di Tanah Air.
Ulasan terkait dengan kuasa dan konsultan pajak juga telah disajikan dalam buku ke-29 terbitan DDTC. Bekerja sama dengan Perkumpulan Tax Center dan Akademisi Pajak Seluruh Indonesia (PERTAPSI), DDTC resmi meluncurkan buku berjudul Kuasa dan Konsultan Pajak: Model dan Perbandingan. Peluncuran buku ini masih dalam momentum HUT ke-17 DDTC.
Adapun buku ini ditulis oleh Founder DDTC Darussalam dan Danny Septriadi bersama Director DDTC Fiscal Research & Advisory B. Bawono Kristiaji. Adapun Darussalam merupakan Ketua Umum PERTAPSI dan Bawono adalah Tim Ahli Kebijakan Pajak PERTAPSI. Simak ‘Resmi Dirilis! Buku Kuasa dan Konsultan Pajak: Model dan Perbandingan’.
Buku yang terdiri atas 10 Bab dalam 224 (+x) halaman ini memuat pembahasan tentang makna teoretis dari kuasa dan konsultan pajak, grand design pengaturan kuasa dan konsultan pajak, kompetensi yang harus dimiliki kuasa dan konsultan pajak, serta perbandingan regulasi pengaturan profesi kuasa dan konsultan pajak di berbagai negara.
Menariknya, buku tersebut hadir di tengah minimnya literasi ilmiah tentang profesi kuasa dan konsultan pajak di Indonesia pada saat ini. Dengan demikian, buku ini sangat layak untuk dibaca oleh siapa saja. Buku ini juga layak untuk menjadi acuan pembelajaran di perguruan tinggi ketika membahas tentang kuasa dan konsultan pajak.
Hadirnya buku ini makin menarik karena pada saat ini, polemik tentang apakah kuasa dan konsultan pajak harus bergelar sarjana hukum ketika mewakili wajib pajak dalam sidang pengadilan pajak masih muncul. Situasi ini merupakan implikasi dari pengalihan pembinaan organisasi, administrasi, dan keuangan Pengadilan Pajak ke Mahkamah Agung (MA).
Seperti kita ketahui bersama, Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengeluarkan Putusan MK Nomor 26/PUU-XXI/2023 yang memerintahkan pemerintah untuk mengalihkan pembinaan organisasi, administrasi, dan keuangan Pengadilan Pajak ke MA paling lambat pada 31 Desember 2026. Melalui putusan ini, Pengadilan Pajak secara resmi bakal mengadopsi sistem satu atap atau one roof system.
Dengan melihat berbagai fenomena tersebut, buku ini layak menjadi dasar pertimbangan bagi para pengambil kebijakan ketika menyusun regulasi pengaturan kuasa dan konsultan pajak. Hal ini terutama ketika nantinya Pengadilan Pajak sudah sepenuhnya berada di bawah MA.
Terlebih, buku ini juga dapat menjadi referensi terkait dengan masih relevan atau tidaknya pengelompokan kompetensi perpajakan berdasarkan jenis wajib pajak dan ruang lingkup transaksinya, yaitu konsultan pajak tingkat A, B, dan C, yang selama ini dianut oleh Indonesia. Simak pula ‘Diperlukan Grand Design Pengaturan Profesi Kuasa dan Konsultan Pajak’.
Dengan bahasa yang jelas dan mudah dipahami, buku Kuasa dan Konsultan Pajak: Model dan Perbandingan layak menjadi rujukan bagi para akademisi, peneliti, dan mahasiswa berbagai tingkatan. Buku ini juga cocok bagi para pengambil kebijakan perpajakan di Indonesia untuk mengkaji tentang kuasa dan konsultan pajak.
Akhirnya, buku ini hadir sebagai penambah khazanah pengetahuan perpajakan di Indonesia yang berguna untuk mewujudkan masyarakat yang sadar dan peduli pajak. Simak pula ‘DDTC Rilis Versi PDF Buku Kuasa dan Konsultan Pajak, Download di Sini!’.
*Resensi ditulis oleh Indra Efendi Rangkuti. Penulis adalah Pengelola Tax Centre USU dan Pengurus DPP PERTAPSI yang berdomisili di Medan.