PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

Konsep Dasar PPN Ini Jadi Bahan Diskusi PERTAPSI

Redaksi DDTCNews | Sabtu, 14 Oktober 2023 | 12:36 WIB
Konsep Dasar PPN Ini Jadi Bahan Diskusi PERTAPSI

Ketua Umum PERTAPSI Darussalam memaparkan materi dalam  FGD Series #6 bertajuk Basic Concept Value Added Tax (VAT) pada Sabtu (14/10/2023). (tangkapan layar Youtube)

JAKARTA, DDTCNews – Pajak pertambahan nilai (PPN) masih menjadi salah satu jenis pajak yang berkontribusi cukup besar dalam pendapatan negara. Terlepas dari peraturan yang berlaku, bagaimana sebenarnya konsep dasar PPN?

Diskusi mengenai konsep dasar PPN digelar oleh Perkumpulan Tax Center dan Akademisi Pajak Seluruh Indonesia (PERTAPSI) pada hari ini, Sabtu (14/10/2023). Ketua Umum PERTAPSI Darussalam menjadi pemantik diskusi dalam FGD Series #6 bertajuk Basic Concept Value Added Tax (VAT) tersebut.

“Pemahaman mengenai basic concept ini penting sehingga kita juga bisa melihat apakah kebijakan PPN di Indonesia sudah selaras atau tidak,” ujar Darussalam.

Baca Juga:
Baru Daftar NPWP Orang Pribadi, WP Tak Perlu Lakukan Pemadanan NIK

Setidaknya ada 3 konsep dasar mengenai PPN. Pertama, PPN merupakan bagian dari pajak atas konsumsi. PPN dikenakan atas konsumsi barang dan jasa kena pajak yang bersifat umum. Kata umum membedakan PPN dengan jenis pajak konsumsi yang bersifat spesifik, seperti cukai dan bea masuk.

Kedua, tidak ada konsumsi artinya tidak ada PPN. Adapun PPN diterapkan sebagai pajak atas konsumsi barang dan jasa. Konsekuensinya, menurut Pato dan Marcques (2014), PPN tidak dapat dikenakan apabila tidak terjadi kegiatan konsumsi oleh konsumen akhir.

Ketiga, PPN sebagai pajak tidak langsung dan pajak atas transaksi. PPN ditujukan untuk dikenakan pada konsumen akhir, tetapi mekanisme pengenaannya melalui pemungutan oleh pengusaha kena pajak (PKP). Hal inilah yang menyebabkan PPN sebagai pajak tidak langsung (indirect tax)

Baca Juga:
Ajukan Pemanfaatan PPh Final 0 Persen di IKN, Begini Ketentuannya

Kemudian, PPN dipungut oleh PKP atas setiap penyerahan barang dan jasa di semua proses tahapan produksi dan distribusi. Karena dipungut atas transaksi penyerahan barang dan jasa, PPN disebut juga sebagai pajak atas transaksi.

PPN yang dipungut oleh PKP terkait dengan penyerahan barang dan jasa disebut sebagai pajak keluaran (PK). Selain itu, PKP tentu melakukan pembelian barang dan jasa yang dipungut PPN oleh PKP lain dalam tahapan produksi dan distribusi sebelumnya. PPN yang dipungut atas perolehan barang dan jasa tersebut disebut sebagai pajak masukan (PM).

Untuk memastikan PPN dikenakan pada konsumen akhir, PKP juga diberikan hak untuk mengkreditkan PPN yang telah dibayarkan atas perolehan barang dan jasa dalam kegiatan usahanya. Hak ini memberi jaminan PKP bukan sebagai pihak yang menanggung PPN.

Baca Juga:
Petugas Pajak Kunjungi Kontraktor Kawasan IKN, Ingatkan soal Kewajiban

Hal tersebut yang dimaksud dengan netralitas dalam konsep PPN. Artinya, PKP hanya menyetorkan selisih lebih PK terhadap PM. Selisih lebih inilah yang dimaksud dengan pertambahan nilai sehingga menjadi dasar penamaan PPN.

“Jadi pertambahan nilai itu ada di mekanisme PK-PM. Bukan karena objeknya ada nilai tambahnya atau tidak. Bukan ada nilai tambah dari barangnya atau tidak. Jadi, tidak masalah juga jika diganti dengan GST. Istilah PPN (VAT) dan GST itu merujuk pada satu jenis pajak yang sama,” kata Darussalam.

Syarat Kumulatif PPN

Mengutip Pato dan Marcques (2014), Darussalam mengatakan ada 5 syarat kumulatif suatu penyerahan barang dan jasa dikenai PPN. Pertama, PPN dikenakan atas transaksi penyerahan barang dan jasa. Kedua, penyerahan tersebut harus memiliki ‘nilai’.

Baca Juga:
Manfaatkan Tax Holiday di IKN, WP Harus Diperiksa Terlebih Dahulu

Ketiga, penyerahan tersebut harus dilakukan di dalam wilayah teritorial dari negara bersangkutan. Keempat, penyerahan tersebut harus dilakukan oleh PKP. Kelima, PKP harus melakukan kegiatan penyerahan tersebut dalam rangka menjalankan kegiatan usaha.

Dalam kesempatan tersebut, Darussalam juga membahas sekilas mengenai tarif PPN. Pada dasarnya, tidak terdapat konsensus khusus dalam mengatur kebijakan tarif yang harus diterapkan. Dengan demikian, tiap negara berwenang menentukan sendiri struktur tarif seperti apa yang digunakan.

Ulasan mengenai PPN juga dapat dibaca dalam buku berjudul Konsep dan Studi Komparasi Pajak Pertambahan Nilai. Buku yang diterbitkan DDTC ini ditulis oleh Darussalam bersama Danny Septriadi dan Khisi Armaya Dhora.

Acara yang dipandu oleh Charoline Cheisviyanny sebagai moderator ini juga menghadirkan penanggap Basri Musri. Beberapa peserta juga langsung memberikan tanggapan dan pandangan. Acara diakhiri dengan sambutan penutup dari Koordinator Bidang Organisasi PERTAPSI Doni Budiono. (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Minggu, 19 Mei 2024 | 18:00 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Baru Daftar NPWP Orang Pribadi, WP Tak Perlu Lakukan Pemadanan NIK

Minggu, 19 Mei 2024 | 17:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Ajukan Pemanfaatan PPh Final 0 Persen di IKN, Begini Ketentuannya

Minggu, 19 Mei 2024 | 15:30 WIB KPP PRATAMA BALIKPAPAN TIMUR

Petugas Pajak Kunjungi Kontraktor Kawasan IKN, Ingatkan soal Kewajiban

BERITA PILIHAN
Minggu, 19 Mei 2024 | 20:20 WIB UNIVERSITAS SEBELAS MARET (UNS)

Silaturahmi Alumni FEB (KAFEB) UNS, Darussalam Berbagi Pengalaman

Minggu, 19 Mei 2024 | 18:00 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Baru Daftar NPWP Orang Pribadi, WP Tak Perlu Lakukan Pemadanan NIK

Minggu, 19 Mei 2024 | 17:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Ajukan Pemanfaatan PPh Final 0 Persen di IKN, Begini Ketentuannya

Minggu, 19 Mei 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

BP2MI Minta Barang Kiriman PMI yang Tertahan Segera Diproses

Minggu, 19 Mei 2024 | 12:00 WIB PERATURAN PAJAK

Jika Ini Terjadi, DJP Bisa Minta WP Naikkan Angsuran PPh Pasal 25

Minggu, 19 Mei 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Penghitungan PPh 21 atas Penarikan Uang Manfaat Pensiun bagi Pegawai