RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa atas Koreksi Peredaran Usaha

DDTC Fiscal Research and Advisory
Jumat, 28 Maret 2025 | 15.00 WIB

RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum sengketa mengenai koreksi peredaran usaha.

Sebagai informasi, dalam perkara ini wajib pajak mengekspor conductor pipe. Namun, hasil pemeriksaan dari otoritas pajak menunjukkan bahwa terdapat 2 koreksi. Pertama, koreksi senilai US$1.720.463 yang merupakan selisih nilai pemberitahuan ekspor barang (PEB) dan nilai invoice penjualan yang diberikan kepada customer. Kedua, koreksi senilai US$175,333 karena adanya penerbitan PEB dua kali atas barang yang sama.

Dalam sengketa pertama, otoritas pajak menilai bahwa dasar penentuan peredaran usaha merujuk pada invoice yang menjadi satu kesatuan dengan PEB. Invoice yang dikirimkan kepada customer tidak dapat menjadi dasar penentuan peredaran bruto.

Untuk sengketa kedua, otoritas pajak menyatakan bahwa terdapat peredaran usaha yang belum dilaporkan sehingga menyebabkan pajak yang harus dibayar menjadi lebih rendah daripada yang seharusnya.

Sebaliknya, dalam sengketa pertama wajib pajak menilai bahwa peredaran usaha dilihat dari invoice yang dikirimkan kepada customer dan bukan berdasarkan invoice yang menjadi satu kesatuan dengan PEB. Selain itu, wajib pajak dapat membuktikan bahwa penerbitan PEB dua kali hanya mencerminkan satu kali transaksi melalui invoice penjualan dan nomor purchase order (PO).

Pada tingkat banding, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan untuk mengabulkan seluruhnya permohonan banding yang diajukan oleh wajib pajak. Kemudian, di tingkat PK, Mahkamah Agung menolak permohonan PK yang diajukan oleh otoritas pajak.

Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan Mahkamah Agung atau Perpajakan.id.

Kronologi

Wajib pajak mengajukan banding ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan otoritas pajak. Majelis Hakim Pengadilan Pajak berpendapat bahwa koreksi terkait peredaran usaha yang dilakukan otoritas pajak tidak dapat dibenarkan.

Terdapat 2 pokok sengketa yang dibahas dalam putusan ini. Pertama, terkait dengan adanya selisih peredaran usaha. Adapun wajib pajak dapat membuktikan bahwa selisih antara PEB dengan invoice (yang dikirimkan ke customer) yang memiliki nilai US$1.720.463 bukan merupakan peredaran usaha wajib pajak.

Kedua, adanya pembuatan 2 PEB atas barang yang sama, yaitu PEB No. 074339 tanggal 5 Oktober 2010 dengan nilai PEB US$1.547.432 dan PEB No. 074632 tanggal 6 Oktober 2010 dengan nilai PEB US$175.333 sudah benar. Atas pembuatan 2 PEB tersebut tidak menambah nilai peredaran usaha.

Terhadap permohonan banding tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan seluruhnya permohonan banding yang diajukan oleh wajib pajak. Selanjutnya, dengan diterbitkan Putusan Pengadilan Pajak PUT.59203/PP/M.XB/15/2015 tanggal 28 Januari 2015, otoritas pajak mengajukan upaya hukum PK secara tertulis Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada tanggal tanggal 18 Mei 2015.

Terdapat 2 pokok sengketa dalam perkara ini yaitu: (i) koreksi peredaran usaha berdasarkan PEB senilai US$1.720.463 dan (ii) koreksi peredaran usaha berdasarkan PEB yang diterbitkan 2 kali atas barang yang sama sejumlah US$175.333.

Pendapat Pihak yang Bersengketa

Pemohon PK selaku otoritas pajak menyatakan keberatan atas pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Pemohon PK melakukan koreksi terhadap peredaran usaha berdasarkan PEB dan dokumen pelengkap pabean yang diwajibkan, yaitu berupa invoice, packing list dan PO.

Berdasarkan pengujian, Pemohon PK menemukan fakta bahwa terdapat dua koreksi. Koreksi pertama senilai US$1.720.463 yang berkaitan dengan selisih peredaran usaha berdasarkan PEB dan invoice yang dikirim ke customer.

Dalam proses pemeriksaan, Pemohon PK menemukan adanya 2 jenis invoice yang diterbitkan terhadap transaksi tersebut. Pertama, invoice yang merupakan satu kesatuan dengan PEB. Kedua, invoice yang digunakan Termohon PK untuk menagih kepada customer.

Dengan mempertimbangkan data PEB dan kedua invoice tersebut, ditemukan adanya selisih nilai peredaran usaha yang tercantum dalam PEB dengan yang ada di invoice yang dikirimkan kepada customer. Adapun selisih nilai dari kedua dokumen yang dimaksud ialah senilai US$1.720.463.

Dengan adanya temuan tersebut, Pemohon PK berpendapat bahwa nilai peredaran usaha seharusnya merujuk pada invoice yang merupakan satu kesatuan dengan PEB. Sebab, terhadap invoice yang dimaksud telah dilakukan penelitian dokumen oleh petugas kepabeanan sesuai dengan Pasal 7 Peraturan Menteri Keuangan No. 145/PMK.04/2007 (PMK 145/2007).

Kemudian, pokok sengketa kedua terkait koreksi senilai US$175.333. Koreksi terjadi akibat adanya PEB yang diterbitkan 2 kali atas barang yang sama, yaitu PEB No. 074339 dengan nilai USD1,547,432 dan PEB No. 074632 dengan nilai USD175.333.

Dengan adanya 2 dokumen PEB, Pemohon PK mengasumsikan telah terjadi 2 kali ekspor. Menurut Pemohon PK, terhadap pengiriman kedua dengan PEB No. 074632 senilai US$175,333 belum dimasukkan dalam penentuan peredaran usaha. Dengan tidak dimasukkannya angka tersebut dalam peredaran usaha maka terdapat pajak yang kurang dibayar.

Di sisi lain, Termohon PK tidak sepakat terhadap kedua koreksi tersebut. Selama pemeriksaan, Termohon PK telah melampirkan dokumen pelengkap pabean berupa invoice, packing list dan PO untuk mendukung argumennya.

Terkait pokok sengketa pertama, perhitungan penghasilan kena pajak seharusnya merujuk pada nilai peredaran usaha dalam invoice yang dikirimkan ke customer, bukan berdasarkan invoice yang menjadi satu kesatuan dengan PEB. Sebab, peredaran usaha memang seharusnya merujuk pada nilai aktual yang ditagihkan ke customer.

Terkait pokok sengketa kedua, PEB yang dianggap sebagai dua transaksi terpisah atas satu barang yang sama sebenarnya hanya mencerminkan satu transaksi saja. Hal ini dibuktikan dengan invoice penjualan No. 0082 sejumlah US$1.547.432 yang Termohon PK bayarkan penuh kepada lawan transaksinya.

Sebagai tambahan, pembuatan dokumen PEB No. 074632 senilai US$175.333 tersebut dilakukan karena memang ada kekurangan dari pengiriman pertama. Sebab, pada pengiriman pertama terdapat kesalahan penyampaikan packing list untuk dasar pembuatan PEB.

Dengan kata lain, koreksi peredaran usaha yang dilakukan Pemohon PK tidak dapat dibenarkan dan tidak dapat dipertahankan.

Pertimbangan Mahkamah Agung

Mahkamah Agung berpendapat bahwa alasan-alasan permohonan PK tidak dapat dibenarkan. Sebab, Putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan seluruhnya permohonan banding sehingga pajak yang masih harus dibayar menjadi US$70.427 dapat dibenarkan.

Dalam putusan PK ini, setelah meneliti dan menguji kembali dalil–dalil yang diajukan dalam permohonan PK, Mahkamah Agung berpendapat bahwa koreksi peredaran usaha berdasarkan PEB senilai US$1.720.463 dan US$175.333 yang dilakukan oleh Pemohon PK tidak dapat dibenarkan.

Mahkamah Agung menilai bahwa dalam sengketa ini, Termohon PK terbukti telah melaporkan nilai PEB dengan benar dengan menyampaikan PEB, PO, packing list. Dengan demikian, koreksi Pemohon PK tidak dapat dipertahankan.

Berdasarkan pertimbangan di atas, permohonan PK yang diajukan Pemohon PK dinilai tidak beralasan sehingga harus ditolak. Dengan ditolaknya permohonan PK, Pemohon PK dinyatakan sebagai pihak yang kalah dan dihukum untuk membayar biaya perkara. (sap)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.