U.S. President Donald Trump addresses a Republican Governors Association dinner, at the National Building Museum in Washington, D.C., U.S., February 20, 2025. REUTERS/Kent Nishimura
WASHINGTON D.C., DDTCNews - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengatakan pihaknya akan mengenakan bea masuk resiprokal atas barang impor secara fleksibel.
Dengan bea masuk resiprokal, AS akan mengenakan bea masuk dengan tarif yang setara dengan tarif yang dikenakan oleh negara mitra terhadap barang-barang ekspor AS.
"Jadi akan ada fleksibilitas, tetapi pada dasarnya bea masuk itu bersifat resiprokal," ujar Trump, dikutip pada Jumat (28/3/2025).
Terlepas dari fleksibilitas tersebut, Trump mengatakan AS tidak akan memberikan pengecualian penerapan bea masuk resiprokal atas barang-barang impor tertentu.
"Banyak orang bertanya kepada saya apakah mereka dapat memperoleh pengecualian. Ketika kami memberikan pengecualian untuk satu pihak, kami harus memberikan pengecualian kepada semua pihak," ujar Trump seperti dilansir cnbc.com.
Terpisah, juru bicara White House Kush Desai mengatakan bea masuk resiprokal bertujuan untuk menciptakan level playing field bagi industri dan tenaga kerja AS.
"Presiden Trump telah mengumpulkan para ahli perdagangan terbaik demi menghidupkan kembali kehebatan AS. Mereka bekerja keras melaksanakan visi Trump demi mewujudkan visi tersebut bagi rakyat AS," ujar Desai.
Sebagai informasi, bea masuk resiprokal akan dikenakan oleh AS mulai 2 April 2025. Bea masuk resiprokal diberlakukan bila bea masuk yang dikenakan AS lebih rendah dibandingkan dengan bea masuk yang dikenakan oleh negara mitra.
Bea masuk resiprokal dianggap perlu mengingat selama ini bea masuk yang dikenakan oleh AS atas impor dari negara mitra cenderung sangat rendah bila dibandingkan dengan bea masuk yang dikenakan oleh negara mitra atas produk AS.
"Kurangnya timbal balik ini adalah salah satu sumber defisit neraca perdagangan AS. Pasar negara mitra yang tertutup telah mengurangi ekspor AS, sedangkan pasar AS yang terbuka telah menghasilkan impor yang signifikan. Keduanya melemahkan daya saing AS," tulis White House. (sap)