Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Sebanyak 80,95% peserta debat setuju penyerahan atas kendaraan bermotor bekas dikecualikan dari objek bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB).
Debat DDTCNews hingga Selasa, 22 Februari 2022 pukul 15.00 WIB diikuti 126 peserta pemberi komentar dan pengisi survei. Dari jumlah tersebut, sebanyak 102 peserta atau 80,95% menyatakan setuju penyerahan atas kendaraan bermotor kedua dan seterusnya dikecualikan dari BBNKB.
DDTCNews menetapkan Devi Yanty dan Predi Sinaga sebagai pemenang debat periode 4—22 Februari 2022 yang mendapatkan hadiah uang tunai masing-masing Rp500.000. Pemenang dipilih dari seluruh peserta yang memberikan komentar dan mengisi survei.
Devi Yanty mengatakan kebijakan dalam UU Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (HKPD) itu akan mengurangi potensi penerimaan BBNKB. Namun, ada potensi perbaikan administrasi kepemilikan dan peningkatan penerimaan pajak kendaraan bermotor (PKB).
“Maka dari itu, sejatinya peniadaan BBNKB [untuk kendaraan bermotor kedua dan seterusnya] akan memberikan dampak baik yang lebih banyak ketimbang buruknya,” ujarnya.
Dia menyampaikan beberapa aspek yang mendukung kebijakan tersebut. Pertama, masyarakat menengah yang membeli kendaraan bekas akan diringankan atas biaya administrasi berupa BBNKB. Kedua, masyarakat akan lebih sukarela melakukan balik nama.
Ketiga, kebijakan ini menjadi bukti nyata penerapan asas kemudahan dan simplifikasi. Keempat, masyarakat akan terdorong untuk membayar PKB. Kelima, tercapainya peningkatan kepatuhan dan penerimaan PKB.
Sementara itu, Predi Sinaga berpendapat kebijakan ini kontradiksi dengan fokus pemerintah untuk menekan emisi karbon. Hal ini dikarenakan kebijakan tersebut berpotensi meningkatkan penggunaan kendaraan bekas yang menyumbang banyak emisi.
“Pemerintah memiliki opsi lain untuk peningkatan kepatuhan, seperti penurunan tarif secara berkala dan juga perampingan prosedur balik nama,” katanya.
Pemerintah, sambung dia, juga dapat menyusun aturan yang mengharuskan kegiatan jual-beli kendaraan bekas dilakukan secara resmi. Dengan bukti transaksi yang dikeluarkan secara resmi, kesadaran balik nama kendaraan akan terbentuk.
Dengan beberapa kebijakan tersebut, tujuan yang ingin dicapai pemerintah masih bisa dicapai tanpa mengorbankan dari sisi potensi penerimaan BBNKB.
Sesuai dengan Pasal 12 ayat (1) UU HKPD, objek BBNKB adalah penyerahan pertama atas kendaraan bermotor. Adapun penyerahan kedua dan seterusnya bukan merupakan objek BBNKB. Tujuan kebijakan ini untuk mendorong ketaatan balik nama kendaraan bermotor bekas.
Pemerintah menyatakan BBNKB bukan hanya sumber penerimaan pemerintah daerah, melainkan juga instrumen untuk mengendalikan (mengatur) ketaatan registrasi dan balik nama kendaraan bermotor.
Sebagai perbandingan, saat ini BBNKB tidak hanya dikenakan atas penyerahan kendaraan baru, melainkan juga penyerahan kendaraan bekas. Sesuai dengan UU PDRD, tarif BBNKB atas penyerahan kendaraan bekas atau penyerahan kedua dan seterusnya adalah sebesar 1%.
Sesuai dengan ketentuan dalam UU HKPD, tarif maksimal BBNKB sebesar 12%, bukan 20% seperti yang diatur dalam UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD). Meski tarif maksimal turun, kabupaten/kota memiliki kewenangan untuk mengenakan opsen BBNKB dengan tarif 66%.
Opsen BBNKB dikenakan bersamaan dengan BBNKB oleh kabupaten/kota sebagai pengganti bagi hasil BBNKB yang selama ini berjalan antara provinsi dan kabupaten/kota. Ketentuan mengenai BBNKB beserta opsen BBNKB baru mulai berlaku 3 tahun terhitung sejak UU HKPD diundangkan. (kaw)