Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Inspektorat Jenderal (Itjen) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melakukan pengawasan atas pembaruan sistem inti administrasi perpajakan (PSIAP), kegiatan pemeriksaan bukti permulaan (bukper), dan pemeriksaan pajak pada 2023.
Ketiga pengawasan tersebut merupakan bagian dari pengawasan atas pelaksanaan pengelolaan penerimaan negara yang dijalankan Itjen sebagai Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) Kemenkeu.
“Sebagai bentuk pengawalan atas pelaksanaan pengelolaan penerimaan negara, di tahun 2023 Itjen telah melakukan pengawasan di bidang perpajakan, kepabeanan dan cukai, dan PNBP,” bunyi penjelasan dalam Laporan Kinerja (Lakin) Itjen 2023, dikutip pada Kamis (14/3/2024).
Itjen mengatakan pengawasan pelaksanaan proyek strategis nasional berupa PSIAP berlangsung dalam bentuk monitoring atas kesiapan organisasi, sumber daya manusia (SDM), regulasi, dan standard operating procedure (SOP) untuk menghadapi implementasi sistem yang baru.
Selain itu, Itjen juga melakukan kegiatan probity audit atas pelaksanaan proyek PSIAP. Tanpa menjelaskan lebih detail, Itjen Kemenkeu mengatakan hasil monitoring dan probity audit telah disampaikan kepada tim PSIAP Ditjen Pajak (DJP) melalui nota dinas.
Itjen Kemenkeu mengungkapkan berdasarkan pada pengawasan atas kegiatan pemeriksaan bukper dan penyidikan, terdapat beberapa temuan signifikan.
Pertama, perhitungan nilai pengungkapan ketidakbenaran perbuatan (Pasal 8 ayat (3) UU KUP) tidak didukung dengan kertas kerja pengujian sudah sesuai atau belumnya pengungkapan tersebut dengan keadaan yang sebenarnya.
Berdasarkan pada Pasal 8 ayat (3) UU KUP, walaupun telah dilakukan tindakan pemeriksaan bukper, wajib pajak dengan kemauan sendiri dapat mengungkapkan dengan pernyataan tertulis mengenai ketidakbenaran perbuatannya.
Adapun perbuatan itu adalah tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) atau menyampaikan SPT yang isinya tidak benar/tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar, sepanjang mulainya penyidikan belum diberitahukan pada penuntut umum lewat penyidik pejabat Polri.
Kedua, permohonan perpanjangan jangka waktu bukper dan penerbitan Surat Perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan (SPPBP) belum sepenuhnya sesuai dengan ketentuan. Ketiga, masih ditemukan hasil pemeriksaan bukper dengan simpulan usul penyidikan tetapi belum ditindaklanjuti.
Inspektorat I telah melakukan kegiatan pengawasan atas proses bisnis (probis) pemeriksaan pada 7 kantor wilayah (Kanwil) dan 9 kantor pelayanan pajak (KPP). Itjen Kemenkeu mengungkapkan adanya beberapa temuan signifikan.
Pertama, pelaksanaan pengujian lapangan pada pemeriksaan pajak melebihi jangka waktu penyelesaian sebagaimana ditetapkan dalam PMK 17/2013 s.t.d.d PMK 184/2015. Kedua, masih ditemukan hasil pemeriksaan yang tidak didukung dengan kertas kerja pemeriksaan yang memadai.
Ketiga, kurang koreksi pemeriksaan antara lain terkait dengan omzet, HPP, penyusutan, transfer pricing, pajak masukan, kompensasi PPN, dan objek PPh 23. Keempat, masih terdapat Surat Ketetapan Pajak (SKP) yang diterbitkan melampaui jangka waktu penetapan (daluwarsa penetapan).
Atas temuan pengawasan penerimaan perpajakan, Itjen Kemenkeu telah menyampaikan rekomendasi kepada DJP dan melakukan pemantauan tindak lanjutnya secara berkelanjutan. Secara umum, ada beberapa rekomendasi yang dapat dikoordinasikan oleh kantor pusat DJP.
Pertama, meningkatkan efektivitas pengendalian intern untuk memastikan seluruh kegiatan probis berisiko tinggi telah dilaksanakan secara optimal. Kedua, memperkuat kapasitas dan kompetensi pegawai di lingkungan Kanwil dan KPP sehingga ada peningkatan pemahaman probis berisiko tinggi dan kecermatan dalam menjalankan tugas. (kaw)