JAKARTA, DDTCNews — Berita mengenai kenaikan harga komoditas pangan menjelang bulan puasa tersebar di beberapa media cetak, Jumat (27/5). Pemerintah dipandang belum dapat memecahkan masalah fluktuasi harga yang setiap tahunnya mengalami kenaikan menjelang puasa.
Di tengah naiknya harga komoditas pangan, DPR menilai target pertumbuhan ekonomi 2017 sebesar 5,3%-5,9% yang disodorkan pemerintah dinilai terlalu optimistis. Lalu apa risiko yang akan muncul jika target pertumbuhan ini kembali meleset? Berikut ringkasan berita selengkapnya:
Pemerintah dinilai belum bisa memecahkan masalah fluktuasi harga menjelang puasa. Bahkan tahun ini harga dipandang bergerak lebih tak terkendali karena strategi stabilisasi yang kurang tajam. 12 dari 17 komoditas pangan pokok tercatat naik.
Kisaran 5,3%-5,9% untuk target pertumbuhan ekonomi 2017 dinilai terlalu tinggi oleh mayoritas fraksi di DPR. Proyeksi yang dipancang terlalu tinggi tersebut akan memunculkan risiko fiskal. Risiko ini akan muncul dari tingginya shortfall—selisih antara realisasi dan target—penerimaan pajak.
Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia melobi Kementrian Perdagangan agar menerapkan PPN 0% untuk produk minyak goreng kemasan, terkait dengan Permendag Nomor 9 Tahun 2016 yang akan memberlakukan wajib minyak goreng kemasan pada 1 April 2017. Tujuannya agar harga minyak goreng kemasan tidak menjadi terlalu tinggi.
DPR dan pemerintah akan menyepakati sejumlah isu krusial tax amnesty pada pekan depan. Penyelesaian pembahasan menyimpulkan perubahan skema tarif uang tebusan RUU tax amnesty sudah disetujui menjadi 2 lapis. Karena pengampunan pajak hanya akan berlaku 6 bulan hingga Desember 2016.
Pembentukan panitia kerja (panja) akan dilakukan setelah RUU tax amnesty disahkan. Ketua Komisi XI Ahmadi Noor Supit mengatakan sudah mempersiapkan nama-nama kandidat panja. Tujuan dari panja adalah untuk mengevaluasi utang dan instrumen pembiayaan lainnya yang ditarik pemerintah untuk menutupi defisit APBN.
Ekonomi Venezuela memburuk seiring dengan jatuhnya harga minyak dunia. Penjualan emas sebagai aset terakhir pun menjadi pilihan untuk membiayai belanja negara. Sampai dengan saat ini Venezuela masih memiliki 367 ton emas dan masuk ke dalam 16 besar negara dengan kepemilikan logam mulia terbesar di dunia. (Bsi)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.