Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Wajib pajak yang berprofesi sebagai karyawan memiliki kewajiban untuk melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan meski penghasilannya sudah dipotong pajak dan disetorkan oleh pemberi kerja.
Sepanjang Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) aktif, kewajiban lapor SPT Tahunan tetap melekat pada wajib pajak. Bagi wajib pajak orang pribadi, batas waktu pelaporan SPT Tahunan adalah 31 Maret 2023. Ingat, ada sanksi denda yang menanti apabila wajib pajak terlambat atau tidak melaporkan SPT Tahunannya.
"Sepanjang NPWP masih aktif, wajib melaporkan SPT-nya. Ada sanksi denda bagi yang terlambat melaporkan SPT Tahunan senilai Rp100 ribu. Penerbitan sanksi tersebut melalui Surat Tagihan Pajak (STP) dari KPP terdaftar," cuit contact center Ditjen Pajak (DJP) menjawab pertanyaan netizen, Senin (27/3/2023).
Penjelasan DJP di atas menjawab pertanyaan seorang netizen di Twitter. Seorang wajib pajak mempertanyakan konsekuensi yang bisa diterima apabila seorang karyawan telat melaporkan SPT Tahunannya. Padahal, menurutnya, gaji bulanan yang diterima sudah dipotong pajak oleh pemberi kerja.
"Kalau sudah lapor pajak masa setiap bulan (oleh pemberi kerja) buat potongan juga udah bayar, tapi nggak lapor tahunan pribadi apa kena sanksi?" tanya netizen tersebut.
DJP sebelumnya sempat menjelaskan alasan mengapa karyawan tetap wajib lapor SPT Tahunan kendati gajinya sudah dipotong pajak. Pelaporan SPT Tahunan bertujuan untuk mencatat seluruh penghasilan yang diterima wajib pajak. Perlu diingat, perusahaan atau pemberi kerja hanya melaporkan penghasilan yang mereka berikan kepada karyawan.
"Sementara karyawan bisa saja memiliki penghasilan lain dari luar perusahaan," sebut DJP beberapa waktu lalu.
Sebagai informasi kembali, bagi wajib pajak yang terlambat melaporkan SPT Tahunan akan terkena sanksi administrasi berupa denda dan berupa bunga. Sesuai Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP), nominal sanksi denda terlambat lapor SPT Tahunan PPh bagi wajib pajak orang pribadi adalah Rp100.000. Sanksi administrasi akan ditagih menggunakan Surat Tagihan Pajak (STP) yang akan diterbitkan dan dikirimkan oleh KPP ke alamat wajib pajak.
Sanksi administratif berupa bunga akan muncul jika wajib pajak memiliki kekurangan pembayaran pajak terutang. Tercantum dalam Pasal 9 ayat (2b) UU KUP, "Atas pembayaran atau penyetoran pajak … yang dilakukan setelah tanggal jatuh tempo penyampaian SPT Tahunan, dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar tarif bunga per bulan yang ditetapkan oleh menteri keuangan".
Sanksi bunga dihitung mulai dari berakhirnya batas waktu penyampaian SPT Tahunan sampai dengan tanggal pembayaran. Tarif bunga per bulan yang ditetapkan menteri keuangan dihitung berdasarkan suku bunga acuan ditambah 5% dan dibagi 12 yang berlaku pada tanggal dimulainya penghitungan sanksi. Perkembangan tarif bunga per bulan dapat dilihat di sini.
Selain itu, UU KUP membagi sanksi dan denda tidak melaporkan SPT dalam 2 kategori, yaitu karena alpa dan karena sengaja.
Menurut Pasal 38 UU KUP, setiap orang yang karena kealpaannya tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT tetapi isinya tidak benar atau lengkap sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, dia akan dipidana. Pidana denda atas kealpaan ini adalah paling sedikit 1 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar, atau pidana kurungan paling singkat 3 bulan.
Kemudian, sebagaimana tercantum dalam Pasal 39 UU KUP, setiap orang yang dengan sengaja tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT yang isinya tidak benar atau tidak lengkap, sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, maka dia akan dipidana. Pidana tersebut berupa pidana penjara paling singkat 6 bulan dan paling lama 6 tahun. (sap)