Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) menyatakan terdapat ketentuan kepabeanan terhadap impor barang kiriman yang perlu dipahami masyarakat, terutama yang kerap berbelanja online dari luar negeri.
Kepala Subdirektorat Humas dan Penyuluhan DJBC Hatta Wardhana mengatakan kemudahan berbelanja melalui e-commerce turut berpengaruh terhadap lonjakan aktivitas belanja dari luar negeri dengan mekanisme impor barang kiriman. Sayangnya, kondisi ini belum diimbangi dengan peningkatan pemahaman masyarakat tentang prosedur pengiriman barang dari luar negeri dan pungutan pajak yang dikenakan.
"Pertanyaan seputar prosedur dan peraturan impor barang kiriman menjadi urutan teratas pada laporan contact center Bravo Bea Cukai pada tahun 2022," katanya, dikutip pada Selasa (21/2/2023).
Hatta mengatakan impor barang kiriman telah diatur melalui PMK 199/2019. Sesuai ketentuan tersebut, terdapat beberapa mekanisme pengenaan bea masuk dan pajak dalam rangka impor (PDRI) dalam prosedur impor barang kiriman.
Pungutan bea masuk tidak dikenakan terhadap barang kiriman dengan nilai barang maksimal US$3. Pungutan bea masuk sebesar 7,5% baru akan dikenakan terhadap barang kiriman dengan nilai US$3 hingga US$1.500, sedangkan untuk yang bernilai di atas US$1.500 dikenakan tarif sesuai buku tarif kepabeanan Indonesia (BTKI).
Bea masuk juga dikenakan terhadap barang dengan ketentuan tertentu, seperti tekstil, tas, sepatu, dan buku.
Selain bea masuk, atas barang kiriman juga dikenakan PDRI. PDRI dapat berupa PPN sebesar 11%, PPh untuk barang kiriman dengan nilai lebih dari US$1.500 USD dan barang dengan ketentuan tertentu, serta PPnBM dengan tarif 10% hingga 200%.
Terdapat beberapa cara untuk membayar pungutan tersebut. Untuk barang dengan nilai mencapai US$1.500, pembayaran bea masuk dan PDRI dapat dilakukan melalui penyelenggara pos atau langsung oleh penerima.
Sedangkan untuk barang dengan nilai lebih dari US$1.500 USD per PIB/PIBK, pembayaran harus dilakukan langsung oleh penerima menggunakan kode billing.
Hatta menegaskan masyarakat juga memiliki hak untuk mengajukan keberatan terhadap penetapan pejabat bea cukai terkait tarif dan/atau nilai pabean untuk penghitungan bea masuk. Dalam hal ini, masyarakat dapat mengajukan keberatan secara tertulis kepada dirjen bea dan cukai.
Dalam pengajuan tersebut juga perlu dilampiri data dan bukti berupa surat permohonan, identitas, consignment note/airway bill (CN/AWB), surat penetapan, invoice, dan surat keterangan. Permohonan dapat dikirim paling lama 60 hari sejak penetapan dan keputusan akan keluar setelah 60 hari sejak penerimaan surat.
Pemerintah telah menerbitkan PMK 136/2022 yang mengubah ketentuan mengenai pengajuan dan penyelesaian keberatan di bidang kepabeanan dan cukai dalam PMK 51/2017. Sejak 1 Januari 2023, pengajuan keberatan tersebut harus disampaikan secara elektronik.
Dia menambahkan pungutan terhadap impor barang kiriman menjadi sumber penerimaan negara yang pada akhirnya bakal dibelanjakan untuk kepentingan masyarakat. Menurutnya, pengenaan pungutan tersebut juga diperlukan untuk menciptakan perlakuan yang adil bagi pelaku usaha di dalam negeri.
"Kami mengimbau kepada masyarakat untuk lebih taat dalam membayar pungutan barang kiriman ke depan sehingga dapat bermanfaat untuk kesejahteraan masyarakat dan pembangunan nasional," ujarnya. (sap)