Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Wajib Pajak Besar Satu menggelar acara edukasi perpajakan secara online terkait dengan surat tagihan pajak (STP) kepada wajib pajak.
Fungsional Penyuluh Pajak KPP Wajib Pajak Satu Andi menyebut STP merupakan sarana penagihan pajak yang diterbitkan DJP berdasarkan UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang telah diperbarui dengan UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
“Ketika menerima STP, wajib pajak harus melakukan pembayaran dengan cara pelunasan langsung, kompensasi kelebihan pembayaran pajak, atau pemindahbukuan,’ katanya dalam Live Instagram bertajuk Surat Tagihan Pajak, dikutip pada Minggu (20/11/2022).
Namun demikian, lanjut Andi, apabila terjadi perbedaan pendapat antara wajib pajak dengan DJP terkait dengan penerbitan STP maka wajib pajak dapat menempuh upaya lain, seperti mengajukan permohonan pembetulan apabila di STP terdapat salah tulis, salah hitung, atau salah penerapan ketentuan perpajakan. Wajib pajak dapat mengajukan permohonan pembetulan kepada KPP terdaftar.
Kemudian, mengajukan permohonan pengurangan sanksi administrasi. Bisa juga, mengajukan pembatalan STP jika wajib pajak merasa terjadi kekeliruan ketika DJP menerbitkan STP.
Andi juga menyebut terdapat beberapa alasan DJP menerbitkan STP. Pertama, pajak penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar. Kedua, adanya salah tulis dan/atau salah hitung yang menyebabkan kekurangan pembayaran pajak dari hasil penelitian.
Ketiga, pengenaan sanksi administratif berupa denda dan/atau bunga kepada wajib pajak. Keempat, PKP tidak menerbitkan faktur pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Kelima, PKP tidak mengisi faktur pajak secara lengkap. Keenam, terdapat imbalan bunga yang seharusnya tidak diberikan kepada wajib pajak.
Ketujuh, terdapat jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar dalam jangka waktu sesuai dengan persetujuan untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4) UU KUP.
Sebagai informasi, DJP dapat menerbitkan STP dalam jangka waktu maksimal 5 tahun setelah saat terutangnya pajak. “Semoga wajib pajak menunaikan kewajiban pajaknya sesuai ketentuan, agar STP ini tidak perlu terbit,” sebut Andi. (Fikri/rig)