KEBIJAKAN PAJAK

Sri Mulyani Akui Kenaikan Tarif PPN Tak Populer Tetapi Sehatkan APBN

Dian Kurniati
Kamis, 29 September 2022 | 12.30 WIB
Sri Mulyani Akui Kenaikan Tarif PPN Tak Populer Tetapi Sehatkan APBN

Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam UOB Economic Outlook 2023. (tangkapan layar)

JAKARTA, DDTCNews - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 11% diperlukan untuk menyehatkan APBN.

Sri Mulyani mengatakan kenaikan tarif PPN menjadi bagian dari langkah yang ditempuh pemerintah untuk meningkatkan penerimaan pajak. Pasalnya, pandemi Covid-19 sempat menyebabkan APBN mengalami pelebaran defisit karena penerimaan pajak terkontraksi sedangkan kebutuhan belanja melonjak.

"Kita mendapatkan [tambahan penerimaan] dari PPN yang naik. Mungkin [kebijakan yang] tidak populer, tapi itu membuat APBN kita lebih sehat," katanya dalam acara UOB Economic Outlook 2023, Kamis (29/9/2022).

Sri Mulyani mengatakan kenaikan tarif PPN telah diatur dalam UU 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Beleid itu mengatur tarif PPN naik menjadi 11% dimulai 1 April 2022 dan kembali naik menjadi 12% paling lambat 1 Januari 2025.

Kemenkeu mencatat kenaikan tarif PPN menjadi dari 10% menjadi 11% sejak April 2022 hingga Agustus 2022 telah memberikan tambahan penerimaan pajak senilai Rp28,38 triliun. Tambahan penerimaan pajak dari kenaikan tarif PPN juga terus meningkat setiap bulan.

Misalnya pada Agustus 2022, kenaikan tarif PPN tercatat memberikan tambahan penerimaan senilai Rp7,28 triliun, sedangkan pada Juli Rp7,15 triliun.

Sri Mulyani menjelaskan kenaikan tarif PPN diperlukan untuk memperkuat fondasi pajak di Indonesia. Selain itu, kebijakan tersebut juga menjadi bentuk gotong rakyat untuk menyehatkan kembali APBN.

"Sedikit bergotong royong kita semuanya untuk saling menyehatkan. Pada saat rakyat sakit, APBN step in untuk membayar semua tagihan pandemi, vaksin. APBN sekarang harus disehatkan, kita sedikit berbagi," ujarnya.

Dalam situasi pandemi Covid-19, defisit APBN sempat melebar hingga 6,09% terhadap PDB pada 2020. Defisit kemudian diturunkan secara bertahap menjadi 4,65% pada 2021 dan ditargetkan kembali menyusut menjadi 4,5% pada 2022.

Dengan kinerja APBN yang masih mencatatkan surplus hingga Agustus 2022, pemerintah memperkirakan defisit hanya akan sebesar 3,92% pada akhir tahun. (sap)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.