Partner of Tax Compliance and Litigation Services DDTC David Hamzah Damian (kiri) dan Associate Partner of International Tax and Transfer Pricing Services Yusuf Wangko Ngantung (kanan) dalam acara ITR Asia Tax Forum. (tangkapan layar)
JAKARTA, DDTCNews - Perhatian otoritas pajak terhadap isu transfer pricing terus meningkat. Aspek tentang penentuan harga transfer makin disorot dalam satu dekade terakhir.
Partner of Tax Compliance & Litigation Services DDTC David Hamzah Damian mengatakan saat ini pengawasan mulai difokuskan terhadap transaksi transfer pricing.
"Pengawasan terhadap transaksi transfer pricing merupakan salah satu upaya otoritas dalam mendeteksi ketidakpatuhan wajib pajak," ujar David dalam diskusi panel bertajuk Tax Disputes in Indonesia dalam gelaran ITR Asia Tax Forum, Kamis (25/8/2022).
Sebagaimana tercantum dalam Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-05/PJ/2022, penyusunan daftar prioritas pengawasan (DPP) oleh KPP turut memperhatikan wajib pajak yang memiliki risiko penghindaran pajak melalui transfer pricing.
Tak hanya itu, analisis risiko juga dilakukan dakam proses pengawasan guna mengidentifikasi adanya indikasi ketidakpatuhan wajib pajak menggunakan compliance risk management (CRM). Pertukaran data dan informasi perpajakan juga telah meningkatkan kapabilitas otoritas pajak dalam melakukan pengawasan.
Konsolidasi fiskal dengan defisit di bawah 3% dari PDB dan target penerimaan pajak senilai Rp1.715 triliun pada 2023 juga menjadi faktor yang mendorong kegiatan pengawasan. Dengan adanya perkembangan ini, wajib pajak pun perlu menyiapkan dokumentasi secara komprehensif atas setiap proses bisnis perusahaan bila sewaktu-waktu diminta dalam proses pemeriksaan.
Dalam proses pemeriksaan, wajib pajak perlu meminjamkan dokumen-dokumen yang diminta. Masalahnya, waktu yang dimiliki oleh wajib pajak untuk memenuhi permintaan tersebut hanya 1 bulan saja.
Terkait dengan transfer pricing, Pasal 5 PMK 213/2016 mengatur otoritas pajak berwenang meminta dokumentasi transfer pricing kepada wajib. Bila dokumen-dokumen tersebut disampaikan melebihi jangka waktu yang ditentukan, dokumen yang disampaikan tidak dipertimbangkan.
Tak hanya menyampaikan dokumen, kontrol internal dari penyusunan dokumentasi seluruh proses bisnis perlu dijelaskan kepada pihak otoritas. Selanjutnya, wajib pajak juga perlu melakukan self diagnostic dengan mengadopsi prosedur pemeriksaan pajak dan menyiapkan audit defense file.
Melalui self diagnostic yang mengadopsi prosedur pemeriksaan, wajib dapat mengidentifikasi dokumen, data, dan informasi apa saja yang kemungkinan besar akan diminta dalam proses pemeriksaan.
Terkait dengan pemeriksaan transfer pricing, wajib pajak juga perlu menyiapkan informasi dalam bentuk dokumen serta dalam bentuk lain seperti infografis atau video untuk memberikan gambaran mengenai transaksi-transaksi tertentu seperti intragroup services, pembayaran royalti, dan lain sebagainya.
"Tanpa dokumen yang diperlukan, wajib pajak akan disimpulkan tidak mematuhi ketentuan yang berlaku. Berdasarkan ketentuan prosedur pemeriksaan di Indonesia, wajib pajak bisa dinyatakan tidak mematuhi ketentuan penyerahan dokumen," ujar David.
Walau tidak diminta, wajib pajak juga perlu memberikan penjelasan secara tertulis. David mengingatkan pemberian penjelasan secara tertulis akan memperlancar proses pemeriksaan. (sap)