Managing Partner DDTC Darussalam dalam webinar yang digelar STPI. (tangkapan layar)
JAKARTA, DDTCNews - Wajib pajak sesungguhnya tidak membutuhkan banyak insentif dari pemerintah agar bisa patuh dalam menjalankan kewajiban perpajakannya.
Managing Partner DDTC Darussalam menilai bahwa hal terpenting yang dibutuhkan wajib pajak adalah diperolehnya hak-hak mereka secara jelas berdasarkan aturan hukum. Jika hak-hak diperoleh, ujar Darussalam, maka wajib pajak dipastikan bersedia membayar pajak secara sukarela tanpa perlu dibanjiri dengan insentif perpajakan.
"Cukup hak-hak wajib pajak, misalnya suaranya didengar, peraturan mudah dilaksanakan dan tidak multiinterpretasi, sebenarnya itu sudah cukup. Jadi, kita tidak perlu mengorbankan APBN kita dengan memberikan banyak insentif," ujar Darussalam dalam webinar Kebijakan Fiskal dalam Kondisi Ekonomi Global yang Mengalami Ketidakpastian, Dampak Perang Rusia-Ukraina, dan Kompleksitas Covid-19 yang diselenggarakan oleh Sekolah Tinggi Perpajakan Indonesia (STPI), Selasa (23/8/2022).
Guna memperkuat hak-hak wajib pajak, aturan mengenai hak wajib pajak seharusnya tidak hanya tercantum dalam peraturan perundang-undangan semata. Menurutnya, peran Komite Pengawas Perpajakan (Komwasjak) selaku ombudsman juga perlu diperjelas guna memperkuat hak-hak wajib pajak.
"Komwasjak di Indonesia sampai hari ini dipertanyakan keberadaannya untuk siapa? Apakah untuk Kementerian Keuangan atau untuk kepentingan wajib pajak? Ini harus lebih dijelaskan," ujar Darussalam.
Otoritas pajak juga perlu lebih aktif melibatkan wajib pajak ketika menyusun kebijakan dan ketentuan pajak baik itu berupa undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan menteri keuangan, hingga peraturan dirjen pajak.
"Kita berharap pada level peraturan menteri keuangan dan peraturan dirjen pajak, suara wajib pajak juga didengar. Kalau sudah didengar, wajib pajak akan support 100% yang menjadi komitmen bersama," ujar Darussalam.
Terpenuhinya hak-hak wajib pajak merupakan kunci untuk meningkatkan kepastian hukum. Darussalam bahkan mengatakan bagi wajib pajak kepastian hukum lebih penting ketimbang keadilan itu sendiri.
"Wajib pajak itu lebih penting diberi kepastian hukum daripada keadilan. Ketika keadilan itu sifatnya multiinterpretasi, maka jatuhnya adalah ketidakpastian lagi," ujar Darussalam.
Ketentuan-ketentuan yang bersifat multiinterpretasi perlu diminimalisasi guna menekan jumlah sengketa antara otoritas dan wajib pajak. Sengketa yang berlebih perlu dicegah karena tingginya sengketa akan meningkatkan compliance cost yang ditanggung wajib pajak. (sap)